71 reviews for:

Supernova

Dee Lestari

3.82 AVERAGE

adventurous challenging inspiring mysterious reflective medium-paced
Plot or Character Driven: A mix
Strong character development: Yes
Loveable characters: Yes
Diverse cast of characters: Yes
Flaws of characters a main focus: Yes
challenging slow-paced

For a starter of a series this one is actually the hardest to read. All about those physics theories can be really intimidating. At first I thought the whole series would be the same and I held on too long (years) to continue to the second book. Only to find how light and eaasy the rest of the series are. ❤️

karya Ibu Suri yang pertama kali kubaca. Alurnya menarik, pembahasan saintifiknya mantap bener sampe harus baca ulang beberapa kali biar paham apa yang ingin disampaikan sama beliau. Pembuka serial yang keren banget dan belum pernah nemu fiksi Indonesia dengan world building dan alur sebagus ini!
adventurous challenging informative reflective medium-paced
Plot or Character Driven: A mix
Strong character development: Yes
Loveable characters: Yes
Diverse cast of characters: Yes
Flaws of characters a main focus: No

4.5 stars

Bought this version in 2014.

Selasa, 00:30 AM .

Gimana ya.

Hampir minum panadol baca novel ini. Atau mungkin lebih tepatnya buku rujukan kuliah. Gila, sebagian besar isinya dijejelin teori! Sumpah. Gue hampir mikir sebenarnya gue lagi baca buku kuliah buat uas dan bukannya novel.

Well, terlepas dari teori-teori yang nggak nyampe ke otakku itu, buku ini nagih. Mungkin karena gue punya ketertarikan sendiri sama cerita bernuasa gay dan plot yang benar-benar nggak ketebak. Ketebak sih, cuma banyak banget kemungkinan yang terjadi di ending sampe akhirnya nggak ketebak.

Intinya!
Novel ini seru-seru nggak. Maksudnya, tergantung gimana si pembaca merangkum pesan yang ingin disampaikan penulis. Gue sendiri merasa novel ini agak berlebihan, berkhayal yang kelewat tinggi. Cerita ini mustahil di antara kemustahilan. Tapi bukannya itu esensi menjadi seorang penulis? Berkhayal tanpa batas.

Yang bikin gue suka sama novel ini justru si sosok dalang; Dimas dan Reuben. Mereka unik. Seru. Dan, punya karisma tersirat yang meninggalkan kesan mendalam buat gue. Apalagi bagian ending, pas mereka sadar bahwa sebenarnya mereka itu cuma dalang, figuran di cerita mereka sendiri. Lucu, kan?

Sebaliknya, gue risih sama tokoh Diva. She's perfect. TOO perfect. Beyond imagination. Gue nggak bisa ngebayangin dia sebagai sosok manusia ketika baca novel ini. Aneh. Rasanya janggal waktu tahu Diva itu sebenarnya siapa dengan kondisi dia yang bekerja sampingan sebagai apa. Kalau Diva memang segenius itu -bahkan lebih genius dari chip komputer manapun (ini lebay, tapi ya udah sik)- kenapa dia punya pekerjaan sampingan sekotor itu? Di mana letak harga diri dia? Apa semua ilmu yang ia simpan bikin dia jadi nggak waras? Kalau iya, ya wajar sih. Gue aja nyaris sinting baca novel ini wkwkwkwk

Lebih dari itu, tokoh-tokoh yang lain standar kaya tokoh di novel kebanyakan. Benar-benar masuk ke karakternya masing-masing. Novel ini juga mengingatkan gue sama serial TV channel Fox yang berjudul Touch. Diva seperti jelmaan Jake dari serial TV itu. Melihat jaring laba-laba yang menghubungkan setiap insan di dunia dan bertugas membuatnya sungguh-sungguh terhubung baik. Diva juga mirip Lucy. Ya know, film bioskop yang diperankan Scarlett Johansson itu. Di ending film, Lucy bukan lagi manusia kan? Nah! Seperti itulah tepatnya seorang Diva.

Ehm. Rasanya lebih tepat lagi kalau Jake dan Lucy yang disebut mirip dengan Diva. Secara, kan, novel ini terbit duluan sebelum serial TV dan film itu. 2001, tjui!

Anyway, setelah 13 tahun novel ini terbit, denger desas-desus orang kalau novel ini fenomenal, ditambah penulisnya yang terkenal, gue memutuskan untuk baca. Nggak nyesal (untuk apa?) tapi ga merasa puas juga karena novel ini tampak nggak real di kehidupan nyata. Ceritanya bikin penasaran untuk terus membalik halaman di awal dan merinding di akhir-akhir. Sampe detik gue nulis ini pun bulu kuduk gue masih pada berdiri saking overwhelming nya.

Yang bikin novel ini beda adalah teori-teori sains, psikologi, dan filsafat yang bikin sakit kepala (loncatan kuantum lah, bifurkasi, turbulensi). Dan, yang bikin novel ini nggak bisa gue kasih 5 bintang adalah teori-teori itu sendiri.

Otak gue terlalu dangkal untuk ilmu sedalam itu. Bikin gue merasa goblok padahal 99% teori-teori itu nggak bakal gue inget apalagi diaplikasi ke dunia nyata.

Pusing pala awak. Lol!

Tapi yang pasti sih, ada seseorang yang lebih genius daripada Diva dan Supernova, lebih imajinatif daripada Dimas, lebih berambisius daripada Reuben, lebih galau daripada Rana dan Ferre, dan lebih berkomitmen daripada Arwin;

"Tuhan" dari buku ini sendiri.



Best regards,

Andanisaa♡

This feels weird... writing a review in English when I’ve read the book in Bahasa Indonesia... This book has also been translated to English, [b:Supernova: The Knight, The Princess, and the Falling Star (Supernova #1)|20721955|Supernova (Modern Library of Indonesia)|Dewi 'Dee' Lestari|https://d.gr-assets.com/books/1391515030s/20721955.jpg|1490823].

I have had this book sitting on my shelf for nearly 3 years and have to admit that I couldn’t quite remember the premise of the book when I started reading early this week. Noting the ‘top shelves’ on Goodreads included ‘fantasy’ and ‘science-fiction’, I expected something along that line of genre but... it’s not! I guess there is a bit of a fantasy touch to it but it isn’t ‘fantasy’ as we think of the genre. I’d classify this to be closer to magical realism than fantasy.

The opening of the novel was surprising; set 10 years prior where our 2 main protagonists met and in crossing boundaries and prejudices, fell in love. Oh, did I mention that they’re gay? This fact alone, noting minority of minorities in Indonesia, is a surprising choice of the author (as it is also bantered about in the novel). They made a pact that in 10 years’ time, they will collaborate in writing a single masterpiece. Dimas is a writer whilst Rueben is a scientist so their literature masterpiece will be primarily written by Dimas with Rueben’s input in the background.

The novel progressed with alternate chapters which then became alternate perspectives within chapters between the Creators (Dimas & Reuben) and the Created (The Knight, The Princess, and the Falling Star). Therefore, this is a story within a story type of novel where there is a blur in the end of what’s what. Their masterpiece is to be a retelling of a fairy tale (The Knight, The Princess, and the Falling Star) in contemporary setting but with a twist (the fairy tale did not end with HEA) however, the ending also took the Creators by surprise...

I have really enjoyed this alternate perspectives especially getting ‘in’ on the writers’ writing process. I understand each writer will have own ways of expressing / searching for their creative juices but this was still an exciting part of the novel for me. I really liked the banters between the couple who have understood each other very well, are very much in love, and comfortable in their skin in being able to banter about their existence as minority (being homosexual). Their masterpiece as it was, I only really liked because I felt involved in the creation of it; of witnessing the masterpiece being breathed into life.

On the other hand, Reuben’s inputs almost always have something to do with some scientific theories. There are so very many of them (I didn’t count but there were too much for me) and as I’m not of scientific mind (plus my deteriorating Bahasa Indonesia), I found these very very difficult to understand. I may have done slightly better in English but I doubt it.

Perkenalan saya dengan Supernova...

Saya tahu buku ini berkat rekomendasi dari guru Bahasa Indonesia di bimbel yang saya ikuti waktu SMA dulu. Saya masih ingat waktu itu beliau semangat sekali merekomendasikan buku ini kepada kami. Beliau bilang buku Supernova ini benar-benar bagus.

So, saya langsung membeli Supernova begitu ada kesempatan. Dan reaksi saya setelah membacanya adalah saya SHOCK. Waktu itu saya masih SMA, bacaan saya didominasi oleh buku-buku fantasi dongeng dan kadang-kadang karya-karya pujangga lama yang saya pinjam di perpustakaan sekolah. Buku-buku yang --- kalau menurut istilah saya --- masih mengajarkan nilai moral yang bagus.

Dan saya benar-benar syok setelah membaca Supernova, dimana saya diperkenalkan dengan area abu-abu. Dimana hubungan sesama jenis, pelacuran dan perselingkuhan menjadi bumbu dalam cerita ini. Lama saya tak menyentuh Supernova lagi. Bahkan tidak tertarik membaca buku-buku selanjutnya. Saya sedih dengan kenyataan hidup yang diperkenalkan oleh Supernova.

Dan lebih dari satu dekade kemudian, baru saya tertarik kembali untuk membaca ulang Supernova dan ingin melanjutkan membaca sampai buku-buku berikutnya. Yeah, saya sudah dewasa dan sudah membaca begitu banyak buku, sehingga sekelam apa pun dunia yang diceritakan di dalam sebuah buku tidak terlalu mempengaruhi saya seperti jaman saya masih polos dulu, *eh*.

Membaca ulang Supernova....

Jadi ada sepasang kekasih gay di buku ini, namanya Dhimas dan Ruben. Mereka memutuskan untuk membuat sebuah kisah roman masterpiece yang katanya bisa menjembatani semua percabangan sains.

Kisah mereka didasarkan pada dongeng masa kecil Dhimas yang berjudul Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Cerita aslinya, Ksatria jatuh cinta pada sang Putri, namun sang Putri berada jauh tinggi di langit. Ksatria pun meminta bantuan kepada Bintang Jatuh untuk membawanya ke langit, ke tempat sang Putri berada. Namun ketika melihat kecantikan sang Putri, Bintang Jatuh pun jatuh hati dan menjatuhkan si Ksatria.

Dalam kisah Dhimas dan Ruben, sang Ksatria mereka beri nama Ferre yang jatuh hati pada seorang Putri yang mereka beri nama Rana. Rana juga jatuh cinta pada Ferre. Jadi tak ada masalah cinta bertepuk sebelah tangan, yang jadi masalah adalah Rana ini sudah bersuami.

Lalu tokoh Bintang Jatuh diberikan kepada Diva, seorang perempuan, bukan seorang laki-laki seperti cerita aslinya. Si Bintang Jatuh ini digambarkan sebagai seseorang yang berpengatahuan luas, namun tanpa titel. Saya rasa ada sedikit sindiran bagi orang-orang bertitle namun kepintarannya tidak sebanding dengan titelnya di sini, *uhuk*.

Diva juga digambarkan sebagai seorang yang sinis. Diva digambarkan sebagai seseorang yang tidak terikat pada apa pun. Dia cantik, kaya, dan pintar. Hanya saja, dia memperdagangkan sesuatu yang mungkin dianggap h*ina oleh orang-orang.

Kemudian ada tokoh Supernova juga. Jujur waktu saya membaca buku ini pertama kali, saya yakin sekali kalau Supernova itu adalah si anu. Tapi setelah membaca ulang, saya jadi ragu, hahhah.

Nah..nah, bagaimana akhir kisah cinta Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh versi Dhimas dan Ruben? Silakan dibaca sendiri bukunya ya, hihihi.

Setelah membaca ulang Supernova....

Saya tidak yakin saya mengerti, hahhhah *kenakeplak*. Saya lulusan fakultas sains, tapi ketika sains diceritakan di dalam sastra, saya menjadi tidak yakin lagi.

Saya rasa novel ini seperti semacam novel filsafat. Mempertanyakan tentang sesuatu seperti eksistensi diri kita sendiri atau untuk apa kita hidup atau semacam itulah. Banyak pesan moral yang bisa diambil dari kisah ini namun ada juga beberapa yang tidak saya setujui.

At last, sebelum penyakit sotoy saya kambuh, saya rasa ulasan saya cukup sampai di sini saja, hohoho. Apakah saya menyukai buku ini? Jawabannya adalah ya. Buku ini cukup menghibur dan lebih membuat saya melek tentang fenomena sosial yang saya hindari keberadaannya. So, saya beri 3 dari 5 bintang untuk Ksatria, Putri dan Bintang Jatuh. Yeap, I liked it.

wow, didn't like it, made me sleepy.