Reviews with content warning for Gun violence - The Murder at the Vicarage

Setelah baca beberapa buku Dame Agatha Christie, gue baru sadar kalau belum pernah baca series beliau yang Miss Marple. Digadang - gadang sebagai cozy mystery, setelah baca Murder at the Vicarage sebenarnya ga cozy banget sih, walau settingnya emang iya di kota kecil dimana setiap orang minimal saling kenal. Plus yang paling mencolok, ibu - ibu (atau nenek2) yang hobi bergosip, salah satunya tentunya Miss Jane Marple. Tapi bukan sembarang gosip murahan, beda dengan tetangga2nya, Miss Marple dikaruniai observasi yang tajam dan kemampuan deduksi yang tentunya ga kalah dengan detektif partikelir yang juga karangan Dame Christie, yaitu Hercule Poirot.

Buku ini ditulis di tahun 1930, jadi beberapa tokohnya membahas kemerosotan moral setelah WW I. Menariknya lagi, berkali - kali disebut Sherlock Holmes dan Arsene Lupin. Mungkin ini homage kali ya atau mungkin juga siapa kira kalau di masa - masa setelahnya Poirot dan juga Miss Marple disejajarkan sama Sherlock Holmes juga. Murder at the Vicarage sendiri diceritakan dari sudut pandang pertama seorang pendeta bernama Leonard Clement atau yang lebih akrab disapa dengan nama Len. Jadi bisa dibilang tokoh utamanya ya Pak Pendeta ini dengan Miss Marple sebagai tokoh sampingan. TAPI, pada akhirnya justru Miss Marple lah yang berhasil memecahkan misteri kasus pembunuhan Kolonel Protheroe. Cuma gara - gara apa? Ya gara - gara observasinya yang teliti dan juga gegara pelakunya melakukan hal yang mungkin menurut si pelaku remeh banget tapi bagi Miss Marple itu aneh!

Tentunya gue sekali lagi berasa bego pas tahu siapa pembunuhnya, padahal baru beberapa minggu lalu baca bukunya Dame Christie yang sebenarnya motif pelakunya sama wkwkwk. Tapi disitulah menurut gue kehebatan Dame Christie dalam menulis cerita misteri. Dikasih banyak red herring sampai - sampai gue ragu sama kemampuan deduksi sendiri dan cuma bisa tepok jidat pas Miss Marple bilang siapa pelakunya. I'll be like "ASTAGA!!" dan geleng - geleng kepala, karena ya sejelas itu sebenarnya hehehe. Beberapa hal yang menarik adalah seksisme yang luar biasa dari bbrp tokoh di buku ini, termasuk antara lain meremehkan kemampuan Miss Marple dan memanggilnya "perawan tua". Ya, mengingat novel ini ditulis tahun 1930, masa - masa itu memang sikap seksis dan misoginis memang kentara.

Jujur secara personalitas, gue sukaan Miss Marple ketimbang Hercule Poirot. Mungkin karena gue dan Miss Marple itu sama2 perempuan yang juga hobi bergosip dan kepoan, walau masih lebih tajam sikap keponya Miss Marple. Pastinya akan baca buku2 Miss Marple lainnya dong :D.

Content Warnings

ninahuynh's review against another edition

Go to review page

mysterious slow-paced

Plot- or character-driven? Plot
Strong character development? It's complicated
Loveable characters? No
Diverse cast of characters? No
Flaws of characters a main focus? No

2.75

I wish there was more of Miss Marple. The language in the book was riddle-like at times. Not sure if that is how writing was like back then or Christie's writing style, but there could be easier ways to write the dialogue...

Content Warnings