Reviews

Vengeance is Mine, All Others Pay Cash by Eka Kurniawan

erdeaka's review against another edition

Go to review page

4.0

ini adalah novel chauvinist paling feminist yang pernah saya baca.

#halah
#apasih
#gajelas

jelasnya di resensi saya di blog aja ya ntar.... :)

fairarera's review against another edition

Go to review page

3.0

Lucu, lugas, lu sinting, Eka Kurniawan! 3 kata (atau 4) yang sangat pantas untuk buku ini. Sepanjang buku saya disuguhi seluk beluk mengenai "unggas" yang tidak bisa terbang selain ayam dan penguin serta edukasi mengenai sistem reproduksi manusia yang dijelaskan secara gamblang tanpa diskon rindu, namun dengan cashback sebuah dendam.

Saya cukup menyukai penamaan aneh dan sederhana pada karakter buku ini, sebut saja si Tokek atau Rona Merah. Kita tidak tahu kenapa dia dinamai Tokek, apakah dia menyukai Tokek? Hewan peliharaannya Tokek? Atau makanan favoritnya Tokek? Kita tidak tahu dan justru kita tidak perlu tahu, yang perlu kita ketahui adalah bagaimana peran dan moral si Tokek pada cerita ini. Daripada menggunakan nama depan Sansekerta ditambah nama tengah Barat dan diakhiri dengan marga Indonesia yang semakin banyak di setiap karya sastra Indonesia. Penamaan sederhana bin ajaib ini adalah salah satu ciri khas pada buku ini dan mudah diingat.

Setiap karakternya juga memiliki alasan masing - masing untuk bertahan hidup bahkan tidak ada tokoh dengan sifat putih di sini. Hampir semua karakter di cerita ini adalah tokoh abu - abu. Mereka memiliki moral yang mereka anggap "benar" namun salah dalam pandangan kita. Saya sangat menyukai hampir setiap karakter di cerita ini, tokoh favorit saya adalah si Tokek, kesetiaannya pada Ajo Kawir sangatlah jahat di mata saya dan Mono Ompong, kesetiaannya pada wanita idamannya sangatlah bodoh nan polos.

Justru karena kebodohan para karakternya, kita bisa merasa dekat dengan mereka. Bahwa, sebodoh ataupun sesederhana apapun alasanmu untuk hidup, kamu tetaplah seorang manusia yang berjuang memerdekakan kebebasanmu untuk hidup.

Pada awal cerita, saya dibawa tertawa terbahak-bahak dengan keluguan Ajo Kawir, kagum dengan keberanian dan ketangguhan Iteung, nangis dengan nasib Rona Merah, dibuat kagum dengan kesetiaan Tokek, Iwan Angsa, dan Paman Gembul. Namun, menjelang tengah hingga akhir cerita, alurnya terkesan kacau dan tercampur - campur dengan alur cerita tokoh lain. Sehingga kalau tidak fokus, kita yang kebingungan cerita ini menceritakan apa. Saya juga sedikit menyesali akhir cerita yang mana bukan tokoh utamanya yang menyelesaikan permasalahannya sendiri, melainkan istrinya yang sudah ditinggalkan bertahun - tahun.

Alur cerita yang mulai kacau ditengah hingga akhir buku dan ending yang kurang maksimal, membuat saya kurang menikmati buku ini. Saya justru menyukai penyelesaian konflik si Mono Ompong yang terkesan pasrah dan menerima wanita idamannya secara utuh. Menurut saya, itu adalah definisi sebuah cinta. Bahwa cinta adalah penerimaan kesalahan dan "cacat" dari orang yang kita cintai secara tulus tanpa berusaha mengubah apapun dari orang tersebut.

namakurhea's review

Go to review page

5.0

Ajo Kawir is tough. Ajo Kawir is strong. But Ajo Kawir can't get it up. We accompany Ajo (and his bird) as they journey through life, fighting thugs along the way, till we figure out whether the bird will wake up once more.

Talking about characters... I thought the female characters will be damsels in distress; turns out they have bigger balls than the males.. Iteung fits this bill. I thought the male characters will be waaay too focused on their machismo. But Ajo Kawir and Gaptooth Mono are quite complex. I would even say that Ajo's bird is quite the character himself! In Ajo's own words, his bird, "... is choosing the path of tranquility. Like a Sufi. Like a Grandmaster. This bird is taking the path of silence and solitude. He sleeps soundly and peacefully."

The humor is soooo good. At one point, Ajo went furious and said, "Don't tell me that your taste is really that bad, Bird? I can find you something better." To which the bird replied, "You think women are just things that you can buy at the Tanah Abang Market?". I

handika's review against another edition

Go to review page

challenging dark funny mysterious reflective fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? It's complicated
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.5

laviskrg's review against another edition

Go to review page

5.0

Tarantino really needs to turn this into a movie! Or I will have to fly all the way over to Indonesia and do it. Not for everyone, but definitely for me!

magesandmayhem's review

Go to review page

dark funny fast-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.0

mog261's review

Go to review page

a deeply, deeply disturbing insight into the male psyche.

dfarhany's review against another edition

Go to review page

4.0

This book is hard too read, like really!
Bukan hanya isinya yang sangat frontal dan blak-blakan tetapi juga tentang mimpi yang hancur dan rindu yang tak terbalaskan. Kenapa buku ini bikin saya kesal. Kisah ini sarat ironi, yang kebetulan juga saya gemari. Andai saja Iteung juga punya burung yang tertidur, mungkin kisahnya akan jadi beda.

Fans Eka Kurniawan pasti akan ngamuk, tapi kenapa buku-bukunya mengingatkan saya ke karya-karya Haruki Murakami? Salah satu penulis favorit saya.

halibut's review against another edition

Go to review page

4.0

A warning up front that this book has quite a lot of depictions of sexual assault is probably useful, I don't think the blurb or PR copy make it clear. There's interesting explorations of how forms of masculinity damages men, the male characters almost all define themselves through their differing relationship to violence and sex. There are a handful of female characters, but Iteung is the only one given time and characterisation beyond being victimised. Formally, I really enjoyed the mixing of short fragments from different times, at points it gave a sense of a situation being inescapable when the outcome is being simultaneously revealed.

gowdrics's review against another edition

Go to review page

adventurous dark slow-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? N/A
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.5