Reviews

Perempuan Bersampur Merah by Andaru Intan

hotgirlslovesbooks's review

Go to review page

challenging dark emotional sad fast-paced

3.5

clavishorti's review

Go to review page

dark emotional informative mysterious reflective sad tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? No

5.0

Di Banyuwangi, di antara remang bayang, Sari meratapi tragedi tahun 1998 yang menghantui jiwanya hingga kini. Dalam gulita ingatnya, terpatri duka yang teramat mendalam. 
 
Ayahnya, hanyalah korban dusta, dicap sebagai dalang ilmu hitam tanpa sebab yang jelas, sementara sang paman tercinta, terpaksa mengembara jauh, mengungsi dari tanah kelahiran demi menyudahi lakon miring yang mengharu-biru. 
 
Namun, bara keadilan yang menyala di sanubari Sari membakar apinya yang tak pernah redup. Dalam perjalanan yang penuh liku dan petualangan, ia beriringan dengan Rama dan Ahmad, sahabat setianya, terjerembab dalam belantara rahasia yang menyelimuti tarian gandrung. 
 
Tak hanya berhadapan dengan misteri-misteri yang mengelilingi mereka, tetapi juga dengan peredam yang rumit dari masa lalu yang tak kunjung sirna. Dalam cobaan tanpa henti, persahabatan mereka harus berlari, melewati lorong-lorong gelap yang dipenuhi dengan angin lalu tragedi yang berduri. 
 
Dalam pangkal perjalanan Sari mencari kepingan keadilan di Banyuwangi, apakah ia akan menemukan benderang yang dicari, ataukah terperosok dalam jurang kelam masa lalu yang terus menariknya tanpa henti? 
 
 
Kurasa orang-orang dewasa terlalu sulit dipahami. Mereka membuat aturan-aturan yang kadang tak adil sama sekali. Bagaimana bisa, kami yang lahir secara utuh membawa badan dan pikiran kami sendiri selalu dinilai sebagai jelmaan orangtua kami. Kami tidak pernah sama dengan orangtua kami. Kami manusia baru yang punya kehidupan baru dan pilihan baru. Kami tidak lahir membawa dosa ataupun kesalahan mereka di masa lalu. Seharusnya, kami tak dihakimi atas apa yang pernah mereka lakukan. Tapi, kami ini bisa apa? 

  
Dalam kegelapan yang menghantui dan merangkul ingatan, Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru membelah ruang dan waktu dengan tajam. Dengan pemilihan sampul yang memikat karya sakutangan, pembaca segera diseret ke dalam alur cerita yang mengiris, memunculkan lapisan-lapisan kebudayaan, mengungkap permasalahan sosial yang tersembunyi, dan bahkan membawa kita merenung pada catatan sejarah yang tak terlupakan, menjelajahi luka-luka yang terpendam di bawah permukaan. 
 
Melalui cerita yang sederhana namun mendalam, buku ini menghadirkan gambaran yang menggetarkan tentang praktik pembunuhan terhadap orang-orang yang dituduh sebagai dukun santet. Sebuah tragedi yang telah terukir dalam lembaran hitam sejarah Indonesia, yang diwarnai dengan penuh tragedi dan ketidakadilan. 
 
Selama berabad-abad hingga era modern ini, mereka yang menelusuri jejak ilmu pengobatan tradisional, ramalan, atau keahlian supranatural sering kali tersesat dalam belantara stigma sebagai “orang pintar” dalam dinamika masyarakat. Namun, di balik khazanah pengetahuan yang mereka miliki, kekuatan yang mereka genggam juga menjadi senjata bermata dua yang menusuk, menanam benih ketakutan dan kecurigaan di hati kaum awam. 
 
Seperti alur yang terangkum dalam lembaran buku ini, cerita Perempuan Bersampur Merah mencerminkan peristiwa nyata yang mengguncang Banyuwangi pada tahun 1998. Masyarakat diseret dalam gemuruh kehebohan oleh rangkaian pembunuhan yang menghantam mereka yang dituduh sebagai dukun santet. Di tengah gelombang kekejaman, kelompok-kelompok yang mengenakan pakaian hitam pekat, dikenal sebagai ninja, diduga menjadi dalangnya. Dengan gerak-gerik yang terkoordinasi dan sistematis, mereka menorehkan luka ketakutan yang tak terlupakan di benak warga sepanjang peristiwa mencekam ini. 
 
Semuanya berawal dari kejadian-kejadian tak lazim, kematian yang mengejutkan dan mengundang pertanyaan, mendorong masyarakat mencari jawaban dan tanggung jawab, dengan mudah menuding individu-individu yang terkait dengan dunia supranatural sebagai kambing hitam. Hasilnya, mereka yang dicurigai memakai kekuatan ilmu hitam menjadi sasaran tuduhan dan kecurigaan, bahkan berujung pada kematian tragis dengan cara yang keji. Tragedi ini menggores luka yang mendalam dalam sejarah Banyuwangi, serta menciptakan bayangan yang kelam atas kota tersebut, dipenuhi dengan praktik-praktik ilmu hitam. 
 
Demikian juga, dalam rimba sejarah Indonesia yang diwarnai oleh perangkat konflik sosial, politik, dan ekonomi, amarah pembunuhan terhadap mereka yang dianggap berkekuatan supranatural sering tersirat dalam lipatan motif politik, persaingan kekuasaan, atau permusuhan di antara kelompok-kelompok. 
 
Penuduhan terhadap sosok-sosok yang dipercayai memiliki anugerah gaib sering kali menjadi senjata ampuh bagi mereka yang menghendaki menundukkan musuh politik atau merusak stabilitas politik pemerintah. Sosok-sosok yang berpengaruh di tengah masyarakat atau dianggap dapat menguatkan pihak lawan seringkali terjebak dalam pusaran tuduhan palsu ini. Dengan cara begitu, praktik ini menjadi instrumen bagi penguasa untuk mempertahankan hegemoni mereka. 
 
Meski upaya penyelidikan telah dilakukan, bayang-bayang dalang di balik peristiwa pembantaian masih belum sepenuhnya terungkap. Dilansir dari beberapa sumber, pada tahun 2015, tim ad hoc Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menguak kembali tragedi itu, menegaskan kekejaman pelanggaran hak asasi manusia yang menghantui, menyebabkan ratusan nyawa terkubur dalam kegelapan. Namun, meski upaya penyelidikan bergulir, keadilan bagi korban dan keluarga tetap mengendap di ujung perjuangan yang menyisakan luka. Sementara itu, keturunan korban enggan melangkah lebih jauh, takut akan stigma mewarisi ilmu hitam yang mengembara tetap mengikat dengan kuat hingga akhir hayat. 
 
Sementara senja memayungi Banyuwangi dengan warna jingga yang merona, bayang-bayang tragedi meresap dalam hening desa, menyatu dengan aroma mencekam yang menguar. Namun, semangat kebenaran tetap berkobar, menyalakan nyala harapan baru untuk Banyuwangi. Banyuwangi, dengan sejarah hitam yang melingkupinya, membangkitkan keinginan untuk menghindari kisah tragis yang berulang, memperkuat pagar pencegahan dan rekonsiliasi. 
 
Maka, perlawanan terhadap gelapnya peradaban haruslah padat dan kokoh seperti simpul yang terikat. Hanya dengan langkah bersama, pemerintah dan masyarakat, kita dapat merajut kembali benang kemanusiaan, memastikan setiap jiwa di bumi ini tegak berdiri tanpa rasa takut, tanpa tuduhan palsu yang dapat merenggut nyawa kapan saja. 
 
Bukankah indah, bahwa dalam perenungan akan lembaran sejarah kelam, kita juga disuguhi kearifan budaya yang tak ternilai? Melalui karya Perempuan Bersampur Merah, Intan Andaru melampaui batas-batas waktu, membawa kita ke dalam lapisan-lapisan kehidupan yang penuh warna. Tidak sekadar menyorot praktik pembunuhan yang menimpa orang-orang yang dituduh sebagai dukun santet, Intan Andaru juga menembus ke dalam gerak-gerik penari Gandrung dan kekuatan magis yang mengitarinya. Dalam alur yang khas, penulis membawa kita melalui lautan narasi yang hidup, memastikan kita terus terhanyut dalam cerita yang tak pernah membosankan. 
 
Dengan kepandaian yang menawan, Intan Andaru mempersembahkan isu romansa dalam karya ini tanpa mengandalkan paksaan, melainkan dengan kelembutan yang mengalir begitu alami namun tak pernah kehilangan kesan. Dalam beberapa bagian cerita yang mengangkat kisah kekeluargaan, kita disuguhkan dengan kehangatan yang mengalir begitu meresap, seolah-olah membawa kita ke dalam pelukan lembut keluarga itu sendiri. Terpandang jelas dalam setiap jalinan kata adalah betapa pentingnya ikatan keluarga, bagaimana cinta dan kasih sayang melintas di antara anggota keluarga, mengisi setiap sudut dengan kehangatan yang menyentuh hati. 
 
Tak sekadar merenungkan kisah percintaan yang teramat manis, tapi juga melalui jalur ini, Intan Andaru memberikan kita cerminan yang jernih tentang nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, serta penghargaan terhadap warisan sejarah dan kebudayaan kita melalui alur cerita ini. Dengan piawai, bak seorang penenun yang ulung, Intan Andaru menenun benang merah di antara hamparan persoalan-persoalan yang kompleks. Ia menghubungkan setiap cabang cerita, mengurai kemisteriusan sejarah, dan merajut kehangatan keluarga menjadi kain yang kuat dan indah. 
 
Dengan demikian, bagi para pecinta sejarah yang ingin mengintip dan belajar dari masa kelam Indonesia dulu, serta bagi mereka yang merindukan narasi yang memperkaya jiwa dengan bebau kebudayaan, Perempuan Bersampur Merah karya Intan Andaru adalah suatu keharusan. Dalam alirannya yang mengalir begitu indah, ia tak hanya mengungkap tragedi-tragedi masa lalu, tetapi juga menghadirkan kehangatan budaya yang tak ternilai harganya. Sebuah perjalanan yang memperkaya pikiran dan jiwa, menggugah kesadaran, dan merajut benang merah yang mengikat kita dengan sejarah leluhur. 

Expand filter menu Content Warnings

yuliyono's review against another edition

Go to review page

4.0

#BacapakeKuping, dengerin via Storytel

Selalu suka cerita lokal yang mengeksplorasi daerah tersebut.

snowonirori's review against another edition

Go to review page

3.0

Another fiction that focused on 1998 tragedy. Sejauh ini aku enjoy sama ceritanya yang fokus ke kehidupan sari yang keluarganya itu kayak orang yang suka nyembuh nyembuhin gitu, kayak dukun(?). Tapi aku agak kecewa masalah tari gandrung itu gak dikembangin lagi, aku pikir ada hal mistis yang nyambung ke kematian bapaknya, ternyata ngga. Endingnya juga gak terlalu satisfying, maybe it's just me. Tapi gaya bahasanya bagus dan untungnya gaada miskom antar tokoh utama atau selingkuhan

jeje_jen's review against another edition

Go to review page

3.0

3.5 stars

nitaf's review against another edition

Go to review page

5.0

Berawal dari kebetulan ngecek stok buku yang baru dikembalikan di ipusnas, aku iseng membaca buku ini. Sebenernya hisfic indonesia itu bukan terlalu seleraku sih, karena temanya serupa dan nuansa yang dibangun juga mirip-mirip.

Eh ternyata aku nggak nyangka cuma butuh 2 hari, novel ini bisa kutandaskan dengan "sukarela". Novel ini candu tapi memberi kesan "chill" walau berbalut ketidakpastian dan dendam sebagai tema utamanya.
Rasanya sedih dan sesak, terutama di penghujung cerita yang benar-benar klimaks.
Novel ini benar-benar memberi porsi yang "pas" untuk selera bacaanku. Ceritanya menyentuh tanpa narasi yang berlebihan. Walau "berawal dari dendam", tapi aku suka bagaimana ceritanya tidak disajikan dengan tokoh yang meledak-ledak. Romansanya juga manis dan sederhana.

Sebenarnya aku sudah mulai punya dugaan bahwa mungkin sang penulis akan memberikan bumbu mistis, menghubungkan isu gender di pedesaan, dan beberapa prediksi plot lainnya karena dari hisfic-hisfic yang kubaca juga topiknya sengaja dilebarkan. Jadi novel ini cukup melewati ekspektasiku.

Menurutku perjalanan karakter sang protagonis terasa indah dan menyejukkan. Ya kasihan sebenarnya, tapi dari caranya memilih jalan hidupnya itu benar-benar menunjukkan keberanian yang meneduhkan. Aku nggak nyangka bahwa kasih dan kelembutan adalah kekuatan yang sangat besar.

itzreibrary's review against another edition

Go to review page

3.0

Aku tertarik pada buku ini begitu membaca kata sampur, mengingatkanku pada sang ronggeng legendaris, Srintil; dan peristiwa pembantaian dukun santet yang kengeriannya selalu membuat penasaran. Bahasanya sederhana, diselipi oleh roman yang ternyata berhubungan dengan pembantaian. Adat dan budayanya juga kental, ketidaktahuan orang kampung kadang membuatku takjub karena mereka dengan mudah menyalahkan segala situasi kepada hal-hal yang gaib.⁣

Mungkin sesuai dengan kepribadian Sari yang sederhana, aku kurang puas dengan penyelesaian konfliknya. Tapi agaknya buku ini memang tidak dimaksudkan untuk menyuarakan kritik, hanya menceritakan tragedi dari sudut pandang salah satu korbannya.⁣

unseelier's review against another edition

Go to review page

3.0

pernah denger tentang tragedi ini tapi ya udah sekedar tau aja. but then I found this book who gave me more infos even tho kayaknya masih banyak yg agak kurang? if that makes sense. gue juga suka banget sama gimana penulis menggambarkan kehidupan masyarakat di desa tersebut mulai dari kebiasaan, bahasa, dan adat istiadatnya. apalagi buku ini juga dibungkus dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami.

untuk romancenya sebenernya gue lumayan puas sih. karna emang dari awal gue ga expect apapun tentang percintaan Sari disini so its all fine for me.

3.5 stars

juliaaz's review

Go to review page

mysterious relaxing medium-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.25

itzdiyann's review against another edition

Go to review page

5.0

I WOULD HIGHLY RECOMMEND THIS!!
Terlebih buat yang baru mau coba baca buku genre hisfic (terutama hisfic indo) atau yang masih awam. Aku rekomendasiin ini tuh karena dia ga yang terlalu sejarah banget! Ada unsur budayanya sama romancenya, jadi cocok buat pemula. Dan bahasanyanya tuh ngalir yang mudah dipahami gitu, jadi langsung kebayang di otak.

Jujur deh yaa.. buku ini tuh bener-bener sesuai sama keadaan sekitar yang mimpinya ke halang karena keadaan ekonomi, ataupun anak-anak yang sebetulnya ga punya mimpi dan justru ngelanjutin mimpi orangtuanya yang ga pernah kesampaian (alias manut wae sama ortu untuk menggapai cita-cita orangtua).

ROMANCE DI BUKU INI TUH ANZJXJSNSJSK GEREGET BANGET DAN PLOT TWISTNYAA BUAT AKU PENGEN MARAH-MARAH.