Reviews

Jodoh: Kumpulan Cerpen by A.A. Navis

dapatako's review

Go to review page

3.0

Kumpulan cerpen yang mengangkat permasalahan ketika ‘cinta’ dibenturkan dengan harga diri, budaya, adat, dan sebab-sebab lain yang ternyata bisa menjadi rintangan.

chemistreads's review

Go to review page

5.0

Ali Akbar Navis (A. A. Navis), sastrawan asal Minangkabau, merupakan salah satu sastrawan yang dikategorikan dalam kelompok sastrawan angkatan 1950-1960 bersama Pramoedya Ananta Toer, Mochtar Lubis, Nh. Dini, Ajip Rosidi, dan lainnya. [b:Jodoh: Kumpulan Cerpen|40899881|Jodoh Kumpulan Cerpen|A.A. Navis|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1532272143l/40899881._SY75_.jpg|1648051] merupakan kumpulan cerpen pertama A. A. Navis yang gw baca. Berisi 10 kumpulan cerita yang ditulis dalam rentang waktu 1955 - 1996 tentang persoalan kehidupan pelaku sebelum dan sesudah mendapatkan jodoh. Cerita favorit ada beberapa diantaranya Cina Buta, Jodoh, Kawin, dan Maria. Kumcer ini bisa dikatakan sebagai suatu karya klasik, yang walaupun beberapa karya sudah berumur hampir setengah abad, tetapi pesan moral yang terkandung di dalamnya akan selalu terasa relevan kapanpun karya tersebut dibaca. Alasan tersebut pula yang membuat karya satu ini pantas diberikan 5 bintang, selain visi beberapa cerita yang jauh melampaui zamannya saat itu.

Latar belakang cerita memang didominasi oleh budaya Minangkabau masa lampau. Tuntutan sosial yang tidak hanya menuntut perempuan, tetapi juga laki-laki, untuk segera menikah, seperti yang terlihat dalam cerita berjudul 'Kawin'. Seorang laki-laki perantauan diminta pulang hanya untuk dipaksa menerima perjodohan oleh pamannya (mamak), sebagai penghulu kaum dan tungganai rumah (seorang yang berkuasa di dalam suatu rumah adat Minangkabau), dengan alasan menjaga hati agar tetap terpaut dengan 'rumah'. Diceritakan pula di dalam yang sama bagaimana pandangan perempuan Minang, anak Mamak si tokoh, merespons perjodohannya dengan tokoh utama. Menghormati Ayah dengan segala keputusan yang ditetapkan ditempatkan sebagai prioritas utama.
.
Mempertimbangkan segalanya dari sudut kepentingan semua orang yang aku sayangi. Maka itu, sebelum aku hanyut terjatuh oleh emosiku, aku secepatnya meredamnya. Agar tidak terjadi konflik antara aku dan Ayah atau dengan siapa pun. Aku tahu apa yang dilakukan Ayah untuk kami. Karena itu kami semua menghormatinya. Tak terlintas dalam pikiran kami untuk membantah apa maunya Ayah. Karena memang tidak ada gunanya. - halaman 67

Di beberapa cerita, menurut pandangan subjektif gw, memang terasa penulis masih menggambarkan laki-laki sebagai sosok yang harus berperan sebagai pahlawan bagi perempuan yang dicintainya. Di cerita berjudul 'Cina Buta', yang jangan diartikan secara harfiah, menggambarkan seorang laki-laki yang merelakan tidak menikah dengan kekasihnya demi menyelamatkan keluarga sang kekasih dari kehancuran sebagai wujud bukti cintanya. Di cerita lain, berjudul 'Kisah Seorang Hero', diceritakan seorang laki-laki yang diam-diam mengikuti pujaan hatinya dari jauh demi melindunginya dari penjahat yang mengintainya, yang ternyata digambarkan sebagai mimpi. Entah penulis masih berpikiran seperti itu, atau memang hanya sekadar ingin menggambarkan sifat dan perilaku seseorang secara umum pada masa cerita-cerita tersebut ditulis (antara tahun 1950 sampai tahun 1960-an).

Walaupun begitu, ada satu cerita yang membalikkan kekecewaan dari cerita-cerita diatas. Melalui cerita berjudul 'Maria', menggambarkan seorang perempuan muda berusia 23 tahun bernama Maria Yusran, penulis telah melampaui zamannya dengan mengusung tema kesetaraan gender melalui pemikiran yang dimiliki Maria.
.
"Aku ingin rumah bersih, halaman bersih. Apa salahnya kalau aku mengerjakannya? Begitu pun pekerjaan dapur. Tapi jangan anggap itu pekerjaan khusus perempuan. ... Perbedaan antara laki-laki dengan perempuan hanyalah biologis. Tapi tidak dalam fungsi sosial. ... Etiket begitu sudah kuno. Etiket yang berasal dari pandangan bahwa perempuan makhluk yang lemah, yang harus ditolong. Aku tidak suka itu." - halaman 86
.
Maria juga digambarkan sebagai seorang perempuan yang bekerja di sebuah instansi yang hampir seluruh pegawainya adalah laki-laki, hanya dia dan dua orang lainnya yang merupakan pegawai perempuan disana. Topik kesetaraan gender yang ingin digaungkan oleh penulis juga terlihat dalam pemikiran Maria berikut:
.
"Mengapa setiap atasan mesti memperlihatkan keperkasaannya? Padahal mereka toh sama jadi orang gajian negara? Mengapa laki-laki tidak memandang pegawai perempuan itu sama dengan laki-laki secara sosial?" - halaman 89

marinazala's review

Go to review page

3.0

** Books 101 - 2018 **

3,1 dari 5 bintang!

Suka sama gaya penceritaanya! mengingatkan saya akan Ahmad Tohari!

Terimakasih Gramedia Digital Premium!

ipehalena's review

Go to review page

5.0

Mengapa setiap cerita dalam kumcer bertema Jodoh ini membuat saya merasa seperti ada kesamaan yang erat kaitannya dengan kondisi masa kini? Hanya saja, saya masih belum tahu, apakah di Sumatera sana, adat istiadat pernikahan masih sekental masa lalu, atau sudah mulai luntur? Tapi, persoalan demi persoalan terkait jodoh ini masih cukup relevan kondisinya. Satu yang saya sukai, sebuah kisah tentang perempuan yang bahkan tidak tahu apakah dia bisa dicintai atau tidak oleh pasangannya. Namun, akhirnya, dia mengetahui bahwa pernikahan tersebut didasari pada rasa Saling Menghormati. Ah, pun betapa sulit mencintai seseorang pada sebuah pernikahan, bukan berarti tidak bisa saling menghormati dan menghargai, kan? Sungguh, saya tidak bosan sama sekali membaca dan menekuri tulisan A.A Navis.

baialit's review

Go to review page

challenging emotional reflective medium-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? No

4.75

luzbella's review against another edition

Go to review page

4.0

Cerpen2 dalam kumpulan cerpen Jodoh ini hampir semua tentang perjodohan, kecuali cerpen “Ibu”. Secara keseluruhan, aku sangat menyukai kumpulan cerpen ini karena ada pesan2 moralnya.

chemistreads's review against another edition

Go to review page

5.0

Ali Akbar Navis (A. A. Navis), sastrawan asal Minangkabau, merupakan salah satu sastrawan yang dikategorikan dalam kelompok sastrawan angkatan 1950-1960 bersama Pramoedya Ananta Toer, Mochtar Lubis, Nh. Dini, Ajip Rosidi, dan lainnya. [b:Jodoh: Kumpulan Cerpen|40899881|Jodoh Kumpulan Cerpen|A.A. Navis|https://i.gr-assets.com/images/S/compressed.photo.goodreads.com/books/1532272143l/40899881._SY75_.jpg|1648051] merupakan kumpulan cerpen pertama A. A. Navis yang gw baca. Berisi 10 kumpulan cerita yang ditulis dalam rentang waktu 1955 - 1996 tentang persoalan kehidupan pelaku sebelum dan sesudah mendapatkan jodoh. Cerita favorit ada beberapa diantaranya Cina Buta, Jodoh, Kawin, dan Maria. Kumcer ini bisa dikatakan sebagai suatu karya klasik, yang walaupun beberapa karya sudah berumur hampir setengah abad, tetapi pesan moral yang terkandung di dalamnya akan selalu terasa relevan kapanpun karya tersebut dibaca. Alasan tersebut pula yang membuat karya satu ini pantas diberikan 5 bintang, selain visi beberapa cerita yang jauh melampaui zamannya saat itu.

Latar belakang cerita memang didominasi oleh budaya Minangkabau masa lampau. Tuntutan sosial yang tidak hanya menuntut perempuan, tetapi juga laki-laki, untuk segera menikah, seperti yang terlihat dalam cerita berjudul 'Kawin'. Seorang laki-laki perantauan diminta pulang hanya untuk dipaksa menerima perjodohan oleh pamannya (mamak), sebagai penghulu kaum dan tungganai rumah (seorang yang berkuasa di dalam suatu rumah adat Minangkabau), dengan alasan menjaga hati agar tetap terpaut dengan 'rumah'. Diceritakan pula di dalam yang sama bagaimana pandangan perempuan Minang, anak Mamak si tokoh, merespons perjodohannya dengan tokoh utama. Menghormati Ayah dengan segala keputusan yang ditetapkan ditempatkan sebagai prioritas utama.
.
Mempertimbangkan segalanya dari sudut kepentingan semua orang yang aku sayangi. Maka itu, sebelum aku hanyut terjatuh oleh emosiku, aku secepatnya meredamnya. Agar tidak terjadi konflik antara aku dan Ayah atau dengan siapa pun. Aku tahu apa yang dilakukan Ayah untuk kami. Karena itu kami semua menghormatinya. Tak terlintas dalam pikiran kami untuk membantah apa maunya Ayah. Karena memang tidak ada gunanya. - halaman 67

Di beberapa cerita, menurut pandangan subjektif gw, memang terasa penulis masih menggambarkan laki-laki sebagai sosok yang harus berperan sebagai pahlawan bagi perempuan yang dicintainya. Di cerita berjudul 'Cina Buta', yang jangan diartikan secara harfiah, menggambarkan seorang laki-laki yang merelakan tidak menikah dengan kekasihnya demi menyelamatkan keluarga sang kekasih dari kehancuran sebagai wujud bukti cintanya. Di cerita lain, berjudul 'Kisah Seorang Hero', diceritakan seorang laki-laki yang diam-diam mengikuti pujaan hatinya dari jauh demi melindunginya dari penjahat yang mengintainya, yang ternyata digambarkan sebagai mimpi. Entah penulis masih berpikiran seperti itu, atau memang hanya sekadar ingin menggambarkan sifat dan perilaku seseorang secara umum pada masa cerita-cerita tersebut ditulis (antara tahun 1950 sampai tahun 1960-an).

Walaupun begitu, ada satu cerita yang membalikkan kekecewaan dari cerita-cerita diatas. Melalui cerita berjudul 'Maria', menggambarkan seorang perempuan muda berusia 23 tahun bernama Maria Yusran, penulis telah melampaui zamannya dengan mengusung tema kesetaraan gender melalui pemikiran yang dimiliki Maria.
.
"Aku ingin rumah bersih, halaman bersih. Apa salahnya kalau aku mengerjakannya? Begitu pun pekerjaan dapur. Tapi jangan anggap itu pekerjaan khusus perempuan. ... Perbedaan antara laki-laki dengan perempuan hanyalah biologis. Tapi tidak dalam fungsi sosial. ... Etiket begitu sudah kuno. Etiket yang berasal dari pandangan bahwa perempuan makhluk yang lemah, yang harus ditolong. Aku tidak suka itu." - halaman 86
.
Maria juga digambarkan sebagai seorang perempuan yang bekerja di sebuah instansi yang hampir seluruh pegawainya adalah laki-laki, hanya dia dan dua orang lainnya yang merupakan pegawai perempuan disana. Topik kesetaraan gender yang ingin digaungkan oleh penulis juga terlihat dalam pemikiran Maria berikut:
.
"Mengapa setiap atasan mesti memperlihatkan keperkasaannya? Padahal mereka toh sama jadi orang gajian negara? Mengapa laki-laki tidak memandang pegawai perempuan itu sama dengan laki-laki secara sosial?" - halaman 89

cindyc3689's review against another edition

Go to review page

4.0

Ini antologi tentang orang-orang yg berjodoh, mencari jodoh, mendapat jodoh dan kehilangan jodohnya. Ditulis dari tahun 60-an hingga 90-an, dan rentang 30 tahun ini membuat tema-temanya beragam dan sudut pandangnya terasa segar, tajam namun tidak menggurui.

Dibandingkan [b:Kemarau|40864014|Kemarau|A.A. Navis|https://images.gr-assets.com/books/1531925859s/40864014.jpg|6845452], aku lebih suka kumcer ini, dan beberapa cerpen di sini pas sekali dengan selera dan jalan pikirku, walau pun ditulis jauh sebelum aku lahir. Lawas tapi gak ketinggalan zaman. Klasik.

#GD

farbooksventure's review against another edition

Go to review page

reflective fast-paced

3.0

marinazala's review against another edition

Go to review page

3.0

** Books 101 - 2018 **

3,1 dari 5 bintang!

Suka sama gaya penceritaanya! mengingatkan saya akan Ahmad Tohari!

Terimakasih Gramedia Digital Premium!
More...