Reviews

Kerumunan Terakhir by Okky Madasari

themercyw's review

Go to review page

4.0

Okky Madasari adalah penulis yang canggih saat menuntun pembaca mengikuti hidup tokoh-tokohnya. Aku jadi berpikir, soal dunia yang fana dan yang nyata. Aku jadi ikut meragukan dan membenarkan si Matajaya. Jadi bagaimana? Sekarang terserah padamu. Kerja bagus!

satriafii's review

Go to review page

hopeful informative medium-paced
  • Plot- or character-driven? N/A
  • Strong character development? No
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

4.0

Selesai baca: 08.09.2021
Rate: ⭐⭐⭐⭐

Tema yang diangkat biasa saja: kehidupan maya karena ingin pergi dari dunia nyata. Aku justru menemukan hal-hal menarik di detail-detailnya. Seperti kekhawatiran Jaya akan apa yang dikonsumsi adik-adiknya di internet, bagaimana Jaya mulai berkenalan dengan kerumunan-kerumunan di dunia baru, sampai bagaimana Jaya menanggapi kerumunan-kerumunannya, dan terutama, bagaimana Jaya keluar sarangnya bersama Kara. Buatku itu lebih menarik.

Buku ini jadi semakin relevan karena kita sekarang nyaris tidak bisa tidak bergantung dengan internet. Tidak bisa kemana-mana (setidaknya tidak sebebas dahulu), mau mengabaikan internet pun ya susah karena apa-apa ada di sini. Benar-benar apapun ada di internet. Teman lama, teman baru, pekerjaan, sekolah, bahkan rumah sakit pun ada di internet.

Justru dunia nyata saat ini semakin maya, semakin tidak tersentuh.

Kesimpulannya, aku senang berkenalan dengan Jaya dan dunianya.

Kurangi satu bintang karena sebenarnya aku suka dengan karakter Jaya di awal cerita. Nyentrik tapi pasif. Diam tapi ribut di dalam diri. Karakter itu masih ada sampai akhir cerita, tapi tidak terlalu berkembang dalam diri Jaya. 

Expand filter menu Content Warnings

ayundabs's review against another edition

Go to review page

3.0

Ketika kami melihat dan menonton Okky Madasari berbicara di Asean Literary Festival 2017 kami langsung membeli dua bukunya. Buku pertama yang saya baca darinya adalah sebuah koleksi cerpen [b:Yang Bertahan dan Binasa Perlahan|35575192|Yang Bertahan dan Binasa Perlahan|Okky Madasari|https://images.gr-assets.com/books/1499044297s/35575192.jpg|57007813] yang membicarakan berbagai tema menarik yang sancta pending dan dalam - meski begitu, sudah lebih dari setahun semenjak saya membaca buku itu dan sekarang saya hampir tidak ingat satupun cerita dari buku itu (Review: https://www.goodreads.com/review/show/2083713703)

Namun novel yang satu ini berfokus pada satu tema yang paling utama: teknologi jaman sekarang. Karakter utama kita, Jay, memiliki kehidupan yang lumayan susah. Bapaknya lelaki yang suka bermain dengan wanita dan setelah ketahuan selingkuh dengan ibu Jay, sang ibu pun meninggalkan keluarga Jay beseta adik-adiknya. Jay yang tinggal di desa jauh dari peradaban pun pindah ke Jakarta untuk mencari pekerjaan, dan di situlah ia menemukan internet.

Dalam buku ini, sang karakter utama mendeskripsikan situs-situs yang ia kunjungi sebagai dunia lain, dan orang-orang yang ia temui di dunia maya sebagai berbagai jenis “kerumunan”. Sehari-hari kegiatannya hanyalah bereksplorasi dalam dunia internet, bertemu dengan berbagai kerumunan berbeda dan perlahan-lahan ia menjadi terkenal.

Cerita di buku ini lumayan lambat, dan dengan lambatnya cerita ini, buku yang relatif tebal ini sebenarnya tidak memiliki banyak momen-momen yang besar atau penting. Karakter yang kita kenali di cerita ini juga tidak terlalu banyak, semuanya berfungsi untuk menunjukkan tujuan sang penulis untuk fokus kepada tema utama yang ia ingin pamerkan, yaitu hal-hal buruk yang bisa kita alami oleh karena teknologi.

Krisis identitas, salah pergaulan, keputus asaan dan kebingungan adalah banyak perasaan dan tema yang saya tangkap dari cerita ini. Tapi ada banyak juga perasaan cinta, kasih sayang dan keluarga yang kerap muncul dalam cerita Jay.

Sebagai penutup, buku ini secara keseluruhan merupakan sebuah teriakan oleh Okky Madasari mengenai situasi di dunia kita sekarang, lewat segelintir karakter yang ia ciptakan dengan tulisannya yang indah. Meskipun ceritanya sedikit kurang mendorong ku untuk memberikan buku ini 5 bintang, secara menyeluruh ini adalah cerita yang menarik dan buku yang membicarakan hal-hal penting dalam masa sekarang.

alienkeren's review against another edition

Go to review page

3.0

Novel Okky Madasari pertama yang saya baca - ekspektasi: tengah-tengah, tidak tinggi, tidak juga rendah.
Hasilnya: saya cukup menyukai novel ini.

Ide ceritanya secara umum cukup inovatif dan kekinian - saya suka. Kemudian ide untuk membedakan dunia nyata dan dunia maya, namun keduanya di deskripsikan dengan pendekatan yang sama, saya pikir juga sangat pintar.

Secara garis besar, hanya satu hal yang saya tidak sukai, yaitu adanya cerita dalam cerita. Menurut saya, cara penulisan cerita dalam cerita ini agak dragging. Bukan bertele-tele ya, karena cerita dalam cerita ini sangat nyambung dengan plot utama. Hanya saja, saya merasa, cerita dalam cerita ini membuat plot jadi terasa lambat.

Tapi selain itu, saya tidak ada keluhan. Tentu saja gara-gara buku ini saya ingin membaca novel-novel Okky Madasari yang lain.

marinazala's review against another edition

Go to review page

3.0

** Books 115 - 2016 **

3,4 dari 5 bintang

"Betapa pentingnya semua itu bagi mereka. Betapa kasihannya anak-anak muda zaman sekarang ini. Di usia yang masih sangat muda, mereka sudah dibuat haus perhatian. Semua ingin disukai, semua ingin punya banyak pengikut, semua ingin terkenal dan dikenal. Apa lagi yang menyedihkan selain menggantungkan kebahagiaan kita ditangan orang?" (Halaman 172)


Ketika saya tahu dari website Bukabuku bahwa ada buku terbaru dari mbak Okky yang berjudul Kerumunan Terakhir ini dirilis pada 2 Mei 2016 tanpa berpikir panjang saya langsung order karena saya adalah salah satu pengagum karya-karya mbak Okky yang biasanya unik dan berani tampil beda dari karya sastra yang sejenis. Tetap sih favorit saya buku [b:Entrok|7876993|Entrok|Okky Madasari|https://d.gr-assets.com/books/1268899396s/7876993.jpg|11067180] dan [b:Maryam|13487232|Maryam|Okky Madasari|https://d.gr-assets.com/books/1329385948s/13487232.jpg|19024408] :)

Eksistensi dan pengakuan diri itulah hal yang tidak lepas dari manusia jaman sekarang. Betapa semua hal dapat mudah diumbar ke khalayak umum dengan tanpa ada batasan apapun. Betapa mudahnya kita terhubung satu sama lain melalui sosial media dan telepon. Waktu yang dibutuhkan untuk mengirim surat dan pesan semakin singkat dan semua akses informasi dapat didapat secara mudah. Inilah inti cerita dari buku ini secara keseluruhan. Buku ini memuat betapa manusia dapat membuat dunia baru sebagaimana yang diimpikannya hanya dengan membuat username/Id berbeda dan mampu menjelma dengan kepribadian yang lainnya. Lagi-lagi demi mendapat reputasi, pengakuan dan eksistensi dari khalayak publik.

Tokoh utama kita bernama Jay yang merupakan singkatan nama dari Jayanegara. Ia dibesarkan dalam keluarga yang diluar tampak harmonis ternyata didalamnya tidak seindah apa yang diharapkan. Ia sempat dititipkan untuk tinggal bersama nenek dari ayahnya selama tiga tahun karena ibunya tidak sanggup mengurus ia dan ketiga adik perempuannya. Semuanya terlihat sempurna ayah yang pintar mendapatkan beasiswa hingga S3 di Inggris, Ibu yang tekun mengurus rumah tangganya tetapi semua itu musnah seketika ketika sang ayah lebih suka gonta ganti dengan wanita lain dan sang ibu minggat dari rumah.

Jay lelah hidup penuh dengan kepura-puraan. Ia muak dengan sikap kepalsuan ayahnya. Ia memilih tidak meneruskan sekolahnya dan minggat ke Jakarta bersama pacarnya, Meira. Disana ia mencoba mencari pekerjaan namun yang ia dapatkan adalah terpukau dengan pesona dunia baru yang memabukkan. Dunia maya dimana ia bisa tampil menjadi apapun, dimana ia mendapatkan eksistensi dan pengakuan menjadi sebagai MataJaya

"Manusia yang dulu hanya bisa berjalan kaki sekarang bisa terbang bahkan bisa sampai ke bulan dan ingin tinggal di Mars. Ribuan kilometer jarak antarbenua kini bisa dilipat hingga jarak antara jari dan mata. Mau bicara tinggal klik, mau berkirim surat tinggal klik, mau pesan makanan tinggal klik, mau apa pun tinggal klik. Apakah kita masih harus menggantungkan hidup kita pada orang lain?

Kenapa justru kebutuhan kita yang paling mendasar tak bisa kita penuhi sendiri? Kita punya mata yang gemar dimanja, kita punya telinga yang mudah tunduk pada suara, dan tentu saja kita punya tangan lengkap dengan jari-jarinya yang siap sewaktu-waktu untuk bergerilya. Kenapa kita tak mengandalkan diri kita sendiri untuk mendapatkan yang kita cari? (Halaman 242)

"Di dunia yang tak lagi berbatas ini, tak perlu kita memagari diri kita sendiri. Dunia baru yang serba terbuka tak lagi memberi tempat pada ketakutan dan kepura-puraan. Mari kita mencari apa yang kita maui, melakukan apa yang sudah lama kita rindukan. Atau jangan-jangan kalian semua masih belum tahu bagaimana caranya? Ya, itu wajar. Kita butuh pengalaman dan pengetahuan untuk melakukan hal yang kelihatannya sepele. Kita harus mencoba dan mengalami sehingga kita tahu dan memahami" (Halaman 244)"


Masih ingatkah kasus selfie di Taman bunga Amarilys yang terletak di Desa Asemayu, Pathuk, Gunungkidul, Yogyakarta yang hancur terinjak-injak oleh warga? Kasus Selfie di jembatan gantung Perumnas, Langsa Baro, Aceh? Bahkan saya tidak habis pikir dimana letak empatinya ketika seseorang mengunggah foto sedang selfie di kuburan/makam dan korban kecelakaan? =__=a Apakah segitu berpengaruhnya kah eksistensi dan jumlah likes yang diinginkan?

Kita juga dibuat miris dengan kejadian pada 6 April 2016 lalu dimana Sonya Depari mengancam polwan saat ditilang karena melanggar ketika melakukan konvoi usai ujian nasional (UN) yang beredar luas videonya secara viral dan netizen langsung membully habis-habisan dia sehingga terdengar kabar setelah itu ayah kandungnya meninggal dunia. Apakah segitu berhakkah kita menghakimi perbuatannya? Lagi-lagi semua ini karena adanya dunia baru yang membuat semua batasan-batasan yang ada menjadi bias.

Saya juga melihat fenomena di kota-kota besar ketika satu keluarga berkumpul kedalam satu meja didalam restoran tidak ada satu patah katapun yang terucap dari bibir mereka dan mereka masing-masing hanya terpaku pada dunia baru yang lebih memukau ketimbang dunia nyata. Sedih sekali melihat fenomena itu terjadi. Betapa social media menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh. Makanya itu sebisa mungkin saat liburan saya meletakkan handphone saya dan berusaha berinteraksi, bercengkrama dengan saudara-saudara saya ketimbang sibuk membaca buku ataupun bermain-main handphone. Quality time yang sebenarnya sudah banyak tergerus dengan waktu yang ada di dunia baru :(

Saya jadi teringat ketika selesai membaca buku ini dengan video klip salah satu Girlband Korea Favorit saya, 2NE1 yang berjudul Come Back Home rilis pada tanggal 27 Februari 2014 dimana semua umat manusia memilih untuk tinggal didalam dunia virtual paradise dan pada akhirnya beberapa perempuan mencoba membebaskan diri dari dunia tersebut dan memilih untuk hidup di dunia nyata tanpa ada kepura-puraan dan menjalani hidup dengan apa adanya. :')

Overall, saya lagi-lagi berhasil dibuat takjub dengan karya Mbak Okky yang satu ini karena berhasil mengangkat tema yang sudah ada di keseharian kita dan setelah saya sadari buku ini juga buku kedua mbak okky yang tokoh utamanya pria dan sebelumnya ada di buku [b:Pasung Jiwa|17826264|Pasung Jiwa|Okky Madasari|https://d.gr-assets.com/books/1366166399s/17826264.jpg|24937380]. Biasanya tokoh-tokoh utama di buku mbak Okky dihiasi dengan tokoh wanita soalnya :)

"Kota ini terasa sangat berbeda saat malam seperti ini. Semua yang mendadak senyap justru membuatku terasa semakin asing di kota yang sudah asing. Belakangan ini aku hidup dalam kebisingan, di tengah suara dan teriakan, melihat orang-orang berlalu lalang. Kesunyian dan kesendirian membuatku merasa begitu putus asa. Kota ini di malam hari seperti mata-mata yang terus berjalan mengikuti langkahku, mengintai apa yang kulakukan, mencatat semua yang kupikirkan. "(Halaman 200)
More...