Take a photo of a barcode or cover
3.92 AVERAGE
3.92 AVERAGE
I listened to this book on audio, which was well-done. Despite feeling annoyed at the naiveté of the main character, Bruno, I did want to keep listening. The audio version ended with an interview with the author, which answered to the criticism readers had shared. The author shared that he wanted to use a juxtaposition of Bruno's innocence with the horror of a concentration camp. He also wanted to share this perspective to show how ignorance and complacency of society could allow such an event as the Holocaust to happen. I appreciated the book more after hearing from the author and would encourage other readers to seek out this interview.
WOW.
This book broke me in 5 minutes.
What an innocent way to explain one of the most horrific times in our history.
This should be required reading for all students who don’t think we’re headed back in this direction during the current political climate thanks to the MAGA cult and their extreme racism.
This book broke me in 5 minutes.
What an innocent way to explain one of the most horrific times in our history.
This should be required reading for all students who don’t think we’re headed back in this direction during the current political climate thanks to the MAGA cult and their extreme racism.
challenging
informative
mysterious
sad
tense
fast-paced
Plot or Character Driven:
A mix
Strong character development:
Complicated
Loveable characters:
Yes
Diverse cast of characters:
Complicated
Flaws of characters a main focus:
Yes
[4.5]
Este libro me ha impactado muchísimo. Relata muy bien la crueldad que hubo en esa época. De todas las cosas que me imaginé,... no creí que terminaría como lo hizo.
Definitivamente lo recomiendo.
Este libro me ha impactado muchísimo. Relata muy bien la crueldad que hubo en esa época. De todas las cosas que me imaginé,... no creí que terminaría como lo hizo.
Definitivamente lo recomiendo.
Baca novel ini karena sempet nonton versi filmnya yang sukses bikin kena mental.
Adaptasi film dan novelnya nggak jauh berbeda menurutku. Meski begitu, versi buku ini terkesan lebih “ramah” untuk orang awam, ketimbang filmnya yang menampilkan adegan-adegan kekerasan dan brutal (terutama di bagian endingnya).
Untuk ukuran fiksi sejarah, buku ini punya bahasa yang sangat ringan, mungkin karena kisahnya dituturkan dari sudut pandang Bruno sebagai bocah berumur sembilan tahun.
Lewat The Boy in the Striped Pyjamas kita disadarkan tentang betapa kejinya manusia. Bagaimana orang-orang bisa menjelma menjadi monster hanya demi memuaskan ambisi dan ego pribadi. Pada akhirnya, mereka yang tidak berdosalah yang harus menjadi korbannya, tak terkecuali anak-anak.
Selama membaca buku ini, aku dibuat miris oleh sosok Bruno yang sama sekali tidak tahu tentang dunia kejam tempatnya tinggal. Kenaifan dan kepolosan Bruno inilah yang kemudian berujung pada apa yang kita sebut sebagai “curiosity killed the cats.”
Sebenarnya, karena beberapa alasan, aku sendiri merasa versi filmnya lebih greget serta mengguncang mental. Tapi bukan berarti buku ini buruk kok. Masih cukup bagus untuk dinikmati, terutama ada beberapa detail tambahan yang menurutku membuat ceritanya lebih hidup.
Adaptasi film dan novelnya nggak jauh berbeda menurutku. Meski begitu, versi buku ini terkesan lebih “ramah” untuk orang awam, ketimbang filmnya yang menampilkan adegan-adegan kekerasan dan brutal (terutama di bagian endingnya).
Untuk ukuran fiksi sejarah, buku ini punya bahasa yang sangat ringan, mungkin karena kisahnya dituturkan dari sudut pandang Bruno sebagai bocah berumur sembilan tahun.
Lewat The Boy in the Striped Pyjamas kita disadarkan tentang betapa kejinya manusia. Bagaimana orang-orang bisa menjelma menjadi monster hanya demi memuaskan ambisi dan ego pribadi. Pada akhirnya, mereka yang tidak berdosalah yang harus menjadi korbannya, tak terkecuali anak-anak.
Selama membaca buku ini, aku dibuat miris oleh sosok Bruno yang sama sekali tidak tahu tentang dunia kejam tempatnya tinggal. Kenaifan dan kepolosan Bruno inilah yang kemudian berujung pada apa yang kita sebut sebagai “curiosity killed the cats.”
Sebenarnya, karena beberapa alasan, aku sendiri merasa versi filmnya lebih greget serta mengguncang mental. Tapi bukan berarti buku ini buruk kok. Masih cukup bagus untuk dinikmati, terutama ada beberapa detail tambahan yang menurutku membuat ceritanya lebih hidup.
the boy in the striped pajamas is story about a boy,Bruno who leaves Berlin to live in "out-wit" during world war 2 .
He makes an unlikely ally from the other side of the fence.
the only reason i didn't give 5 stars is that it was very short story that i finished in a couple of hours and wanted to read more about the talks bruno and his friend had.
I also wanted to know more about what exactly was bruno's dad's job.
He makes an unlikely ally from the other side of the fence.
the only reason i didn't give 5 stars is that it was very short story that i finished in a couple of hours and wanted to read more about the talks bruno and his friend had.
I also wanted to know more about what exactly was bruno's dad's job.
emotional
sad
fast-paced
This is my second time reading 'The Boy in the Striped Pyjamas' and there's no doubt that it's just as compelling as the first time I read it. I think telling the story through the eyes of the innocent and unknowledgeable Bruno truly conveys the horrific and inhumane realities of the Holocaust... it made such a simple story so thought provoking and moving.
It was good, but sad because the parents never really knew what happened to Bruno.