Take a photo of a barcode or cover
Baiklah, saya bisa yakinkan tuan dan puan bahwasanya tidak akan ada 'huruf itu' di ulasan saya ini. Jadi, buku ini adalah buku distopia lokal yang nuansanya ingatkan saya pada buku distopia karangan sastrawan Inggris yang ada tulisan tahun di judulnya.
Zaliman Yang Mulia, sang diktator di Wiranacita umumkan maklumat-maklumat yang harus dilakukan agar bisa bantu Wiranacita. Ada tiga maklumat yang diumumkan. Isi maklumat satu adalah kata-kata kotor, kasar, nama binatang, frasa jorok dan makian tidak diizinkan untuk dipakai jadi nama bayi. Jikalau sudah dinamai, maka wajib ganti dan urus ganti nama di kantor catatan sipil. Maklumat dua isinya adalah huruf vokal hanya ada A, I, U, dan O. Satu huruf dihilangkan, yaitu 'Huruf Itu'. Tidak ada satupun yang tidak diubah. Makin kacau lah Wiranacita. Isi maklumat tiga adalah pasar buku di Wiranacita hanya diizinkan jual buku-buku lurus. Buku-buku miring dilarang untuk dijual, baik produksi lokal atau impor.
Alurnya maju mundur dan bagiku itu biasa saja. Cuma daya tarik buku ini ada pada gimana saya yang bacanya jadi mikir dan harus liat KBBI juga. Yaa ini bisa aja gara-gara adanya kata-kata yang unfamiliar. Lumayan lah ya untuk nambah-nambah kosakata.
Saya suka gaya bahasa buku ini. Walau ada yang rasa bahasanya kaku, namun tidak bikin saya jadi bosan. Sungguh, ini unik.
Di duniaku, 'huruf itu' rada tricky. Untuk ngucapinnya bikin orang-orang bingung. Kapan huruf itu dibaca gini, kapan dibaca gitu.
Zaliman Yang Mulia, sang diktator di Wiranacita umumkan maklumat-maklumat yang harus dilakukan agar bisa bantu Wiranacita. Ada tiga maklumat yang diumumkan. Isi maklumat satu adalah kata-kata kotor, kasar, nama binatang, frasa jorok dan makian tidak diizinkan untuk dipakai jadi nama bayi. Jikalau sudah dinamai, maka wajib ganti dan urus ganti nama di kantor catatan sipil. Maklumat dua isinya adalah huruf vokal hanya ada A, I, U, dan O. Satu huruf dihilangkan, yaitu 'Huruf Itu'. Tidak ada satupun yang tidak diubah. Makin kacau lah Wiranacita. Isi maklumat tiga adalah pasar buku di Wiranacita hanya diizinkan jual buku-buku lurus. Buku-buku miring dilarang untuk dijual, baik produksi lokal atau impor.
Alurnya maju mundur dan bagiku itu biasa saja. Cuma daya tarik buku ini ada pada gimana saya yang bacanya jadi mikir dan harus liat KBBI juga. Yaa ini bisa aja gara-gara adanya kata-kata yang unfamiliar. Lumayan lah ya untuk nambah-nambah kosakata.
Saya suka gaya bahasa buku ini. Walau ada yang rasa bahasanya kaku, namun tidak bikin saya jadi bosan. Sungguh, ini unik.
Di duniaku, 'huruf itu' rada tricky. Untuk ngucapinnya bikin orang-orang bingung. Kapan huruf itu dibaca gini, kapan dibaca gitu.
Pertama-tama, saya ingin meminta maaf pada penulis novel ini karena .... ulasan ini mengandung Huruf Itu.
Ehem. Harus saya akui, saya lemot banget baca bagian awal. Lebih karena kapasitas otak saya sih sebenernya xD mungkin belum terbiasa baca lipogram, ditambah belakangan baca beberapa cerita middle grade, terus langsung cus baca ini.
Bukan, bukan karena cerita ini gak menarik. Jangan salah lho. Saya yang awalnya masa bodo dengan nasib Lamin justru seiring cerita semakin cemas. Nasib dia gimana ya nanti? Hubungan dia sama tunangannya bakal gimana? Cara apa yang akan ditempuhnya agar selamat dari jurang penasaran yang ia ciptakan sendiri?
Dan kecemasan saya semakin kompleks mengenai pekerjaan Lamin. Wah, punya pemimpin diktator memang berat ya, Min. Apalagi teka-teki soal Bagus Prihardana. Ckckck.
Ah, saya kelamaan curhat kan...
Intinya, ini novel lipogram pertama di Indonesia. Ya, kan? Gak heran naskah ini menarik perhatian para juri Dewan Kesenian Jakarta 2019. Ditulis dengan sudut pandang campuran (POV 1 untuk Lamin, selebihnya POV ketiga serba-tahu). Belum lagi unsur dystopia cukup kental, begitu pula politik. Wah, formula yang benar-benar langka. Salut untuk sang penulis! Ditunggu karya-karyamu yang lainnya.
Akhir kata, saya tidak tahu harus berkata apa pada Zaliman Yang Mulia. Kamu zalim sekaligus ... ah sudahlah. Yang jelas, saya bersyukur saya termasuk non-warga Wiranacita. Hahahahaaa.
Ehem. Harus saya akui, saya lemot banget baca bagian awal. Lebih karena kapasitas otak saya sih sebenernya xD mungkin belum terbiasa baca lipogram, ditambah belakangan baca beberapa cerita middle grade, terus langsung cus baca ini.
Bukan, bukan karena cerita ini gak menarik. Jangan salah lho. Saya yang awalnya masa bodo dengan nasib Lamin justru seiring cerita semakin cemas. Nasib dia gimana ya nanti? Hubungan dia sama tunangannya bakal gimana? Cara apa yang akan ditempuhnya agar selamat dari jurang penasaran yang ia ciptakan sendiri?
Dan kecemasan saya semakin kompleks mengenai pekerjaan Lamin. Wah, punya pemimpin diktator memang berat ya, Min. Apalagi teka-teki soal Bagus Prihardana. Ckckck.
Ah, saya kelamaan curhat kan...
Intinya, ini novel lipogram pertama di Indonesia. Ya, kan? Gak heran naskah ini menarik perhatian para juri Dewan Kesenian Jakarta 2019. Ditulis dengan sudut pandang campuran (POV 1 untuk Lamin, selebihnya POV ketiga serba-tahu). Belum lagi unsur dystopia cukup kental, begitu pula politik. Wah, formula yang benar-benar langka. Salut untuk sang penulis! Ditunggu karya-karyamu yang lainnya.
Akhir kata, saya tidak tahu harus berkata apa pada Zaliman Yang Mulia. Kamu zalim sekaligus ... ah sudahlah. Yang jelas, saya bersyukur saya termasuk non-warga Wiranacita. Hahahahaaa.
Buku pertama Triskaidekaman tidak bisa saya selesaikan. Cukup sampai di halaman 20-an. Buku ketiganya ini, alhamdulilah bisa saya baca sampai selesai, walau perlu waktu kira-kira seminggu.
Lepas dari kondisi aktual negeri saya sekarang, apa yang terjadi di Wiranacita pada masa yang diceritakan buku ini, malah bikin saya agak gimana gitu setelah menyelesaikannya.
Lepas dari kondisi aktual negeri saya sekarang, apa yang terjadi di Wiranacita pada masa yang diceritakan buku ini, malah bikin saya agak gimana gitu setelah menyelesaikannya.
Penulisannya unik dan jenaka. Nggak mudah buat bikin satu buku tanpa huruf E yang bisa dibaca dengan ngalir aja.
Nama karakternya terlalu out-of-this-world
Sayangnya terlalu banyak fokus cerita (Lamin, Gandhi, dan Ivan) yang terlalu cepat ganti-gantian jadi harus mikir dulu ini lanjutan dari cerita yg mana.
Selain itu, dari segi storyline kurang nampol menurutku.
Still was a quite fun read.
Nama karakternya terlalu out-of-this-world
Sayangnya terlalu banyak fokus cerita (Lamin, Gandhi, dan Ivan) yang terlalu cepat ganti-gantian jadi harus mikir dulu ini lanjutan dari cerita yg mana.
Selain itu, dari segi storyline kurang nampol menurutku.
Still was a quite fun read.
⭐️3.5/5
Bercerita tentang tiga mahasiswa hukum yang terikat pinjaman pendidikan di sebuah kampus abal-abal. Mark, Todd, dan Zola merasa bahwa ada penipuan di dalam sekolah hukum mereka. Dibuktikan dengan analisis teman mereka, mendiang Gordy yang telah mengumpulkan bukti-bukti bahwa Rackley selaku pemilik sekolah telah melakukan penipuan terhadap mahasiswanya. Dari sini, mereka bertiga tidak tinggal diam. Mereka melakukan keputusan besar diakhir semester yaitu berhenti kuliah. Dan tidak hanya itu, mereka juga membuka kantor pengacara abal-abal hingga mereka menipu balik Rackley untuk mendapatkan uang dari pinjaman mereka.
Baca buku ini hampir dua minggu lebih, uring-uringan banget buat lanjut dan tamatin. Dibanding novel John Grisham yang sebelumnya kubaca yaitu The Guardian, ini jauh lebih membosankan menurutku. Tapiiii ga literally membosankan sepanjang cerita yaa, pacingnya aja yang agak lambat. Di awal cerita tuh masih membahas tentang Gordy yang bunuh diri dan itu hampir 100an halaman, terus dilanjut membuat rencana untuk buka kantor pengacara abal-abal itu juga prosesnya lama, jadi slow burn aja di awal dan tengahnya.
Tapi pas udah pertengahan ke akhir, ceritanya seru dan keren abiss. Apalagi chapter ketika mereka menipu balik pemilik kampus “foggy bottom” tempat mereka kuliah, menantang banget sihh ituu!!!
Overall bukunya bagus dan rekom sih buat yang suka genre action, terutama anak hukumm harus banget sihh baca koleksi-koleksinya John Grisham yang emang terkenal dengan genre legal thrillernya.
Bercerita tentang tiga mahasiswa hukum yang terikat pinjaman pendidikan di sebuah kampus abal-abal. Mark, Todd, dan Zola merasa bahwa ada penipuan di dalam sekolah hukum mereka. Dibuktikan dengan analisis teman mereka, mendiang Gordy yang telah mengumpulkan bukti-bukti bahwa Rackley selaku pemilik sekolah telah melakukan penipuan terhadap mahasiswanya. Dari sini, mereka bertiga tidak tinggal diam. Mereka melakukan keputusan besar diakhir semester yaitu berhenti kuliah. Dan tidak hanya itu, mereka juga membuka kantor pengacara abal-abal hingga mereka menipu balik Rackley untuk mendapatkan uang dari pinjaman mereka.
Baca buku ini hampir dua minggu lebih, uring-uringan banget buat lanjut dan tamatin. Dibanding novel John Grisham yang sebelumnya kubaca yaitu The Guardian, ini jauh lebih membosankan menurutku. Tapiiii ga literally membosankan sepanjang cerita yaa, pacingnya aja yang agak lambat. Di awal cerita tuh masih membahas tentang Gordy yang bunuh diri dan itu hampir 100an halaman, terus dilanjut membuat rencana untuk buka kantor pengacara abal-abal itu juga prosesnya lama, jadi slow burn aja di awal dan tengahnya.
Tapi pas udah pertengahan ke akhir, ceritanya seru dan keren abiss. Apalagi chapter ketika mereka menipu balik pemilik kampus “foggy bottom” tempat mereka kuliah, menantang banget sihh ituu!!!
Overall bukunya bagus dan rekom sih buat yang suka genre action, terutama anak hukumm harus banget sihh baca koleksi-koleksinya John Grisham yang emang terkenal dengan genre legal thrillernya.
adventurous
dark
tense
medium-paced
Plot or Character Driven:
Character
Strong character development:
Yes
Loveable characters:
No
Diverse cast of characters:
Yes
Flaws of characters a main focus:
Complicated
The story is quite interesting and its really don't use that alphabet in the whole book. Also the situations that is describe in the book feels quite familiar 🤡
adventurous
challenging
dark
funny
mysterious
reflective
sad
tense
slow-paced
Plot or Character Driven:
A mix
Strong character development:
Complicated
Loveable characters:
Complicated
Diverse cast of characters:
Yes
Flaws of characters a main focus:
Complicated
Diktator, wahai pembaca yang budiman, adalah sebuah lakon buruk yang dimainkan di panggung kekuasaan, namun namanya kerap disebut-sebut di seantero negeri—baik dengan bisik-bisik ketakutan maupun serapah yang disembunyikan. Bagai tangan besi yang terbalut sarung sutra, mengangkat dirinya menjadi penguasa mutlak, dan segala kehendak rakyat dianggapnya tiada lebih dari gumaman angin yang tiada berarti.
Inilah yang dialami rakyat Wiranacita saat sang diktator, Zaliman Yang Mulia, menegakkan tahtanya. Dalam sekejap, kehidupan mereka berubah menjadi penuh ketidakpastian. Dengan sikap yang sekeras es dan penuh ketamakan, Zaliman mengeluarkan titah yang tak terduga. Setiap kata yang diucapkan harus tunduk pada aturan ketat, buku-buku pilihan disortir laksana barang haram, dan kamus—sebagai peti simpanan kata-kata—diganti demi melanggengkan kehendak kuasa. Seakan-akan, tirani ini tidak sekadar mencabut hak untuk berbicara, melainkan juga menghapus jejak-jejak yang mendefinisikan siapa mereka.
Namun, di balik segala larangan dan titah yang membungkam suara rakyat, terpendam kisah-kisah rahasia yang menyentakkan. Adakah suatu saat, lentera kebenaran akan menerobos kegelapan yang membungkam rahasia-rahasia ini?
Buku CADL: Sebuah Novel Tanpa Huruf E karya Henny Triskaidekaman adalah sebuah karya yang termasuk dalam genre distopia, sebuah genre yang menampilkan pandangan tentang dunia yang suram dan mencekam. Dalam meneliti genre ini, beberapa sumber menyatakan bahwa istilah distopia menggambarkan masyarakat yang tertindas oleh kemiskinan, penderitaan, dan penindasan yang meluas. Karya-karya dalam genre ini sering kali mengeksplorasi bagaimana struktur sosial dan politik bisa merosot hingga mencapai titik keputusasaan yang mendalam.
Dunia yang digambarkan dalam sastra distopia merupakan cermin dari potensi kehancuran yang mungkin terjadi apabila kekuasaan disalahgunakan atau kemajuan teknologi digunakan untuk menindas. Buku ini, dengan tajam dan jelas, mencerminkan gambaran suram tentang bagaimana keadaan masyarakat dapat runtuh dalam cengkeraman kekuasaan yang tidak adil. Ketika membaca Buku CADL: Sebuah Novel Tanpa Huruf E, saya merasakan bahwa pesan yang ingin disampaikan begitu mendalam dan sangat relevan, mengingat keadaan yang telah dan sedang berlangsung di berbagai penjuru dunia, dari masa lampau hingga saat ini.
Buku ini, dalam narasinya yang penuh ketegangan dan refleksi, seolah mengundang pembaca untuk membuka mata lebar-lebar terhadap kenyataan bahwa apa yang terjadi dalam kisah tersebut tidak hanya merupakan imajinasi belaka, melainkan juga sebuah cermin dari potensi nyata yang mungkin tengah berlangsung di dunia kita. Pesan tersebut begitu tajam dan tepat sasaran, menegaskan bahwa ancaman seperti itu dapat mengancam kita setiap saat, jika kita tidak berhati-hati dalam mengawasi dan mengatur kekuasaan serta teknologi di tangan kita.
Setelah menguraikan keunikan genre distopia yang membentuk latar belakang CADL: Sebuah Novel Tanpa Huruf E, marilah kita telaah dengan seksama bagaimana penulis, Henny Triskaidekaman, mengekspresikan kedalaman dan kematangan dalam karya ini.
Saya merasakan betapa Triskaidekaman dengan penuh keahlian dan ketelitian membangun dunia di dalam buku ini. Setiap rincian, dari yang paling kecil hingga yang paling besar, diciptakan dengan cermat dan teliti, sehingga menciptakan suasana yang sangat hidup dan nyata. Selain itu, karya ini juga memperkenalkan kita pada teknik lipogram, sebuah bentuk seni dalam penulisan yang memerlukan penulis untuk menghindari penggunaan huruf tertentu. Dalam CADL: Sebuah Novel Tanpa Huruf E, huruf yang harus dijauhi adalah huruf E, yang dalam bahasa kita merupakan huruf yang sangat lazim. Teknik ini menambahkan lapisan keunikan dan kreativitas yang luar biasa pada buku ini, menyoroti keterampilan penulis dalam menyusun kalimat dengan batasan yang ketat. Keberadaan teknik lipogram ini membuat buku CADL: Sebuah Novel Tanpa Huruf E bersinar dengan keistimewaan tersendiri.
Namun demikian, seperti halnya karya-karya lainnya, buku ini juga memiliki beberapa hal yang patut dicermati. Sebab dunia dalam CADL: Sebuah Novel Tanpa Huruf E dibangun dari awal, pembaca mungkin merasa memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan segala aspek baru yang disajikan. Rasa asing terhadap latar dan cerita yang dihadapi bisa menjadi tantangan tersendiri. Lebih jauh lagi, penggunaan sudut pandang dari berbagai tokoh serta alur cerita yang padat menuntut konsentrasi ekstra agar pembaca tidak kehilangan arah di dalam narasi yang kompleks.
Di balik segala kekurangan yang mungkin ada, saya menemukan kepuasan mendalam saat menyelami buku CADL: Sebuah Novel Tanpa Huruf E. Pilihan bahasa yang dipergunakan oleh penulis, Henny Triskaidekaman, mengalir dengan ketegasan dan keindahan yang memikat, menghadirkan kesan yang tidak mudah dilupakan. Lebih jauh lagi, kejutan-kejutan yang menghiasi sepanjang cerita menambah daya tarik yang tak terduga. Setiap perubahan dan liku dalam narasi memandu pembaca dalam perjalanan yang penuh dengan penemuan baru.
Dalam pandangan saya, CADL: Sebuah Novel Tanpa Huruf E karya Henny Triskaidekaman menghadirkan wawasan dan nilai yang mendalam. Buku ini layak untuk diterima dan dipahami oleh setiap pembaca yang mencari pemahaman tentang kepemimpinan dan dinamika masyarakat. Lebih dari sekadar hiburan, karya ini mengundang pembaca untuk merenungkan nasib bangsa kita, seandainya dipimpin oleh sosok seperti yang tergambar dalam buku ini. Dengan segala kelebihan dan tantangannya, buku ini bukan hanya menyentuh hati, tetapi juga membangkitkan pemikiran mendalam tentang masa depan kita sebagai sebuah bangsa.
Minor: Body horror, Emotional abuse, Gore, Hate crime, Murder
dark
tense
medium-paced
Plot or Character Driven:
Character
Strong character development:
Complicated
Loveable characters:
Complicated
Diverse cast of characters:
Yes
Flaws of characters a main focus:
Yes
ya mahakuasa,
ini amin yang dibungkus iman, kami kupaskan khusus untukmu.
ini amin yang dibungkus iman, kami kupaskan khusus untukmu.
Buku ini lebih ke novel distopia, memberikan penggambaran hidup jadi rakyat Wiranacita. Ada pemimpin diktator namanya Zaliman yang mulia, jalankan negara untuk keselamatannya sendiri sehingga melanggar hak rakyatnya. Segala yang bertentangan dengan kehendak dan peraturannya akan dihilangkan, disiksa dan dihukum mati.
Dengan karakter yang cenderung abu-abu, buku ini sukses buat aku menyelami maksud dan tujuan karakter-karakter ini. Dihubungkan dengan pisang yang jadi komoditas pangan utama rakyat, buku ini tegang tapi juga gampang untuk dicerna.
Suka melihat setiap karakter punya bagian masing-masing untuk digali, yang awalnya bingung apa hubungan mereka, lambat laun jadi masuk akal.
Buku ini menggambarkan buruknya kepemimpinan yang diktator, membuka susahnya bertahan hidup, merdeka, dan mendapatkan pendidikan yang layak. Ada banyak mimpi dan angan yang dibatasi negara, dicampur-campuri, sehingga rakyat jadi layaknya bonek. Mudah terprovokasi dan percaya isu hoaks.
Buku yang konsisten penulisannya tanpa huruf ‘e,’ akhirnya melahirkan gaya bahasa dan keunikan tersendiri yang buat aku jadi semangat dan tidak bosan saat membacanya.
Sangat ku rekomendasikan!