You need to sign in or sign up before continuing.

4.36 AVERAGE


Mungkin karena udah biasa baca diksi dari dua buku awal, jadi lebih gampang paham. Ceritanya juga lebih kaya dari dua buku sebelumnya
hemislibrary's profile picture

hemislibrary's review

5.0
adventurous dark funny hopeful inspiring reflective tense medium-paced
Plot or Character Driven: Character
Strong character development: Yes
Loveable characters: Yes
nuansakirana's profile picture

nuansakirana's review

4.75
challenging dark emotional inspiring mysterious medium-paced
baubukubaru's profile picture

baubukubaru's review

5.0
adventurous challenging emotional sad tense

Buku ke-3 dari trilogi ini menggambarkan generasi ke-2 setelah era Rara Mendut. Aku menyukai sisi sejarah buku ini yang sarat dengan isu emansipasi wanita. Jujur setelah membaca 3 buku ini, aku bersyukur banget tidak di lahirkan di jaman Rara Mendut, Genduk Duku dan Lusi Lindri.
Di sini kita akan di suguhi kembali intrik politik kalangan penguasa yang super menjijikan. Beberapa bahkan hanya berawal dari nafsu seks belaka. Agak miris melihat hidup tenang kaum rakyat biasa seperti Lusi dan orang tuanya yang porak poranda karena mereka terseret dalam politik yang memanas di kalangan atas.

Yang unik di sini, batasan golongan rakyat dan priyayi sebenarnya tipis karena seorang rakya jelata pun bisa menjadi priyayi yang di hormati saat mereka masuk istana. Jadi jangan heran kalau tiap tokoh rakyat di sini bisa diurut-urutkan punya nenek moyang priyayi, atau bahkan sebaliknya. Buku ke-3 ini agak liar alurnya, aku berusaha keras memahami alur kejadian sejarah seputar masa kekuasaan Amangkurat I dan semua skandalnya, kedatangan VOC dan persahabatan mereka dari balik kisah-kisah yang diceritakan dalam sastra Jawa yang puitis. Endingnya agak menggantung karena tidak di jelaskan bagaimana nasib Lusi dan suaminya setelah kematian Genduk Duku.