A review by sinsky
Resilience: Remi's Rebellion by Nellaneva

emotional hopeful informative inspiring sad medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

5.0

Menceritakan tentang seorang remaja yang overthinking dengan masa tuanya karena dia tidak memiliki teman dan takut akan mati sendirian. Karena satu insiden di sekolahnya, Remi mendapat jawaban atas masalahnya melalui ketua kelasnya yang bernama Kino. Remi meminta Kino mengajarinya cara berteman, alasannya karena Kino itu supel, friendly, pinter, dan bukan tipikal judgemental. 

Kino menyanggupi permintaan Remi dan  mengusahakannya hingga Remi yang tadinya anti sosial, perlahan berani berinteraksi dan masuk organisasi/klub Bahasa.

Namun, persahabatan mereka ini toxic karena Remi terlalu menggantungkan dirinya terhadap Kino. Puncaknya saat Kino akan kuliah di USA tanpa cerita dengan Remi, padahal Remi sudah mempersiapkan diri kuliah di univ yang sama dengan Kino. Remi yang terlalu menggantungkan dirinya kepada Kino akhirnya kecewa dan merasa nggak dianggap.

25 Januari 2017 

Remi survive di tengah “Kesehatan mentalnya” dan selalu berjuang untuk kuliah di USA. Demi apa? Demi bisa bareng Kino. Aku bangga banget sama Remi karena diam mau berusaha dan bertahan, tapi ada momen buat kita agak kesel. Dia menggantungkan kebahagiannya ketika harapan dan keinginannya itu terkabul. Jika tidak, dia akan rendah diri, merasa tidak berguna, dan down. Padahal jika dilihat dari latar belakang pendidikan dan pengalamannya tuh keren BANGET. 
 Di versi dewasa ini Remi bertemu Emir, laki-laki yang berani terang-terangan nge-judge cara berpikir Remi, tapi justru karena itu mereka jadi banyak bertukar pikiran dan menemukan kecocokan. 

Dari segi karakter, Remi ini rumit. Masalah internal yang dia alami berdampak ke cara berpikirnya dan cara dia melihat dunia beserta isinya. Kalau ketemu orang tipikal Remi di dunia nyata jujur aja sedikit ngeselin hehe, karena dia bakal terang-terangan nge-judge sesuatu yang nggak sesuai cara pandangnya.

Kino itu cowok yang asik, seru, punya banyak cara membahagiakan diri sendiri dan orang lain, tapi nggak peka.
Emir ibarat kulkas 1000 watt. Cara berpikirnya serumit cara berpikir Remi. 

Eksekusi ceritanya udah nggak diragukan lagi. Perkembangan karakternya juga realistis dan sewajarnya. Pembawaan ceritanya mudah dimengerti dan disampaikan dengan santai meskipun yang dibahas itu berat. Kita yang baca pun jadi enjoy dan nggak sadar udah ratusan halaman aja. 

Novel ini menyampaikan akan pentingnya kepedulian kita terhadap mental illness, hak untuk berharap akan sesuatu dan mengusahakannya, dan hak untuk hidup dan bahagia. Membaca novel ini membuatku termotivasi untuk terus belajar hal baru, mencoba hal baru, dan peduli dengan sesama, sekaligus mempertanyakan keadaanku sendiri—sudahkah aku berusaha, sudahkah aku bersyukur, dan apa kabar aku?

Dan yeah, people come and go nggak bisa dihindari.

Apakah recommended? 1000% YA. Jika kamu mencari bacaan yang berkaitan dg mental illness, perjuangan hidup, sudut pandang baru mengenai kehidupan, novel ini boleh jadi pilihan.