Take a photo of a barcode or cover
A review by celinafaramitha
Larung by Ayu Utami
4.0
Semakin tidak mengerti arah buku ini ke mana. Terlalu.... hmmmm merekah.
Di buku yang pertama saya sudah sedikit kecewa karena gak ngerti masalah utama dan topiknya apa.
Dibilang tentang eksil prareformasi enggak, dibilang roman juga enggak. Gak jelas deh pokoknya.
Di buku yang kedua ini saya merasa nyaman membaca, tapi bukunya makin aneh.
Shakun menjadi androgini dan akhirnya tidur bersama Laila.
Yasmin sayang Saman.
Cok suka Larung.
Larung dan Saman mati di tangan ABRI.
Tetot. Buku apaan nih. Jangan khawatir, saya selamatkan karena detil dan kisah yag menawan. Sudut pandang yang asik, sayang sekali nggak bisa kasih nilai sempurna.
***
Seperti biasa, kutipan asik merubah hidup Anda
"Ketika orang menjadi tua maka ia haya menjadi mata. Dan hanya mata. Tak ada lagi saya. Hanya mereka."
-Simbah Adnjani, hlm. 19-
"Kelak akan kukalahkan tubuhku sebelum uzur mengambil harga diriku. Kelak akan kukalahkan segala rasa sakit sebelum ia mencampakkanku pada sia-sia. Hidup buka menunda kematian melainkan memutuskannya. Akan kuputuskan kematianku bila sampai pada waktunya."
-Larung, hlm. 55-
"Jika sebuah rezim memalsukan sejarah kecil, maka ia memalsukan sejarah secara besar pula. Jika sebuah rezim menyelewengkan sejarah secara besar, tentu parahlah kesalahan yang hendak ia menangkan. Maka, rezim ini menumpas dan mendengki komunisme, niscaya benarlah komunisme itu."
-Ketut Alit/Nyoman Togog, hlm. 237-
"Ia biasa bilang: aku tidak suka merenung ketika mengunyah, tapi suka mengunyah ketika merenung. Ia bukan orang yang rakus pemikiran, dan tak pernah berlagak filsafati. Baginya keadilan adalah perkara nurani dan kerja. Ia percaya rasa keadilan sesungguhnya nyata pada hati setiap orang sebagaimana pada hatinya dan kita tak membutuhkan buku untuk itu. Persoalannya sederhana: ada makhluk-makhluk yang tamak dan gila kekuasaan."
-Bilung, hlm. 256-
Sekiaaaaaaan, bagus tapi tidak bisa buat rekomendasi ke teman-teman.
N.b. Makasih Sari untuk pinjaman novelnya.
Di buku yang pertama saya sudah sedikit kecewa karena gak ngerti masalah utama dan topiknya apa.
Dibilang tentang eksil prareformasi enggak, dibilang roman juga enggak. Gak jelas deh pokoknya.
Di buku yang kedua ini saya merasa nyaman membaca, tapi bukunya makin aneh.
Shakun menjadi androgini dan akhirnya tidur bersama Laila.
Yasmin sayang Saman.
Cok suka Larung.
Larung dan Saman mati di tangan ABRI.
Tetot. Buku apaan nih. Jangan khawatir, saya selamatkan karena detil dan kisah yag menawan. Sudut pandang yang asik, sayang sekali nggak bisa kasih nilai sempurna.
***
Seperti biasa, kutipan asik merubah hidup Anda
"Ketika orang menjadi tua maka ia haya menjadi mata. Dan hanya mata. Tak ada lagi saya. Hanya mereka."
-Simbah Adnjani, hlm. 19-
"Kelak akan kukalahkan tubuhku sebelum uzur mengambil harga diriku. Kelak akan kukalahkan segala rasa sakit sebelum ia mencampakkanku pada sia-sia. Hidup buka menunda kematian melainkan memutuskannya. Akan kuputuskan kematianku bila sampai pada waktunya."
-Larung, hlm. 55-
"Jika sebuah rezim memalsukan sejarah kecil, maka ia memalsukan sejarah secara besar pula. Jika sebuah rezim menyelewengkan sejarah secara besar, tentu parahlah kesalahan yang hendak ia menangkan. Maka, rezim ini menumpas dan mendengki komunisme, niscaya benarlah komunisme itu."
-Ketut Alit/Nyoman Togog, hlm. 237-
"Ia biasa bilang: aku tidak suka merenung ketika mengunyah, tapi suka mengunyah ketika merenung. Ia bukan orang yang rakus pemikiran, dan tak pernah berlagak filsafati. Baginya keadilan adalah perkara nurani dan kerja. Ia percaya rasa keadilan sesungguhnya nyata pada hati setiap orang sebagaimana pada hatinya dan kita tak membutuhkan buku untuk itu. Persoalannya sederhana: ada makhluk-makhluk yang tamak dan gila kekuasaan."
-Bilung, hlm. 256-
Sekiaaaaaaan, bagus tapi tidak bisa buat rekomendasi ke teman-teman.
N.b. Makasih Sari untuk pinjaman novelnya.