Scan barcode
A review by blackferrum
Second Chance by Momom_Alili
lighthearted
medium-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? No
- Loveable characters? No
- Diverse cast of characters? No
2.5
Ranti patah hati ketika Dewa memutuskannya begitu saja lewat pesan. Bahkan enam bulan kemudian, tetap tidak ada kejelasan. Yang mana ini aneh karena mereka satu kampus dan punya probabilitas yang besar untuk bertemu. Lalu ketika berjumpa kembali, Dewa memperkenalkan seseorang sebagai kekasihnya. Ranti kembali patah hati.
Nara datang ketika Ranti merasa hopeless dan menawarkan hubungan baru. Tidak ingin menjadikan Nara sebagai pelampiasan, Ranti memutuskan untuk mempertahankan status mereka sebagai teman baik.
Usaha Nara tidak berhenti sampai di sana. Segala cara dilakukan agar Ranti mau menerima hatinya dan menyembuhkan patah hatinya. Sampai kebenaran mengenai kondisi Dewa membuat semua usaha Nara bubrah. Ranti kembali pada Dewa. Sedangkan Nara harus merelakan perasaannya demi sang sahabat.
Judul buku ini menyiratkan dua arti di dua ML yang berbeda. Pertama, kesempatan kedua buat Dewa, lalu kedua untuk Nara. Rasanya agak kurang adil dan terkesan dipaksakan kesempatan kedua untuk Dewa maupun Nara ini, terutama Nara.
Sepanjang membaca, rasanya gregetan terus. Bisa-bisanya Ranti diam aja diputusin lewat pesan. Enam bulan nggak bertindak. Oke, memang Dewa menghindar, tapi yah dunia mereka bukannya di situ-situ aja, ya? Mana waktu Nara ngapelin Ranti dia datang lagi bawain makanan kesukaan Ranti. Kayak, hah? Serius lu, sekarang banget? Kemarin-kemarin ke mana?
Masih soal menghilang itu, Ranti punya sahabat nggak hanya satu. Apalagi si Maya yang terkenal tegas dan galak. Bisa aja, kan, dia maksa nyari Dewa biar jelas alasan Dewa minta putus. Kecuali habis mutusin Dewa pindah ke luar pulau atau luar negeri. Baru, deh.
Kesempatan kedua yang kurang adil berlaku buat Nara. Rasanya kok masokis banget cowok ini, ngejar susah-susah, eh, ternyata ceweknya balik sama mantannya. Belum lagi dia mesti banget lihat proses balikannya. Udah kenapa, bang, mundur aja yang jauh!
Apa tepat kasih kesempatan kedua buat Nara? Tepat-tepat aja, sih, tapi fokus buku ini jadi ke Nara nanti karena tbh aku bingung ini fokus ML-nya siapa. Dewa harusnya nggak perlu dijadikan spotlight lagi, sih, bisa sepintas lalu. Kalau Nara ujungnya beraksi kayaknya mending Nara yang dijadikan ML utama.
Oh, aku ingat salah satu bagian ngenes Nara yang lain, waktu Dewa nunjukin rumah barunya. Di situ dia ngasih permintaan ke Nara yang mana bikin jengkel. Bukannya haru malah kesal. Kok, tega banget Ranti sama Dewa ini, pas manis dilupakan, pas butuh langsung dirangkul Naranya. You deserved better, Nara.
Perasaan Nara ke Ranti ini insta love masuknya dan bukan tipe yang aku suka banget karena bener-bener kilat. Lihat cakep, mendadak aja udah suka. Pokoknya pas lihat wajah Ranti langsung, "Oh, gue mau hidup sama dia!" aja gitu. Hmm, well.
Satu lagi yang bikin gerah, dialognya kayak lagi lihat relay badminton. Jeda narasi ada, tapi maksudku kurang bisa mengimbangi porsi antara narasi dan dialog. Mana kalau ada pertanyaan di satu dialog dibalesnya berderet lagi. Kayak misal, "Oh, kamu baru datang? Kok nggak bareng cowokmu? Di luar masih hujan, ya?" dibalas dengan, "Iya, aku baru datang. Tadi Dewa lagi blablabla. Iya, nih, di luar hujan." (note: ini bukan dialog asli dalam buku, hanya contoh belaka). Dan ini salah satu hal yang bikin aku off sama cerita. Kayak harus banget dijawab semua? Dalam satu kalimat?
Buku ini mungkin memang bukan cangkirku aja, sih. Hopefully bisa ketemu buku lain dari penulis yang lebih cocok.
Nara datang ketika Ranti merasa hopeless dan menawarkan hubungan baru. Tidak ingin menjadikan Nara sebagai pelampiasan, Ranti memutuskan untuk mempertahankan status mereka sebagai teman baik.
Usaha Nara tidak berhenti sampai di sana. Segala cara dilakukan agar Ranti mau menerima hatinya dan menyembuhkan patah hatinya. Sampai kebenaran mengenai kondisi Dewa membuat semua usaha Nara bubrah. Ranti kembali pada Dewa. Sedangkan Nara harus merelakan perasaannya demi sang sahabat.
Judul buku ini menyiratkan dua arti di dua ML yang berbeda. Pertama, kesempatan kedua buat Dewa, lalu kedua untuk Nara. Rasanya agak kurang adil dan terkesan dipaksakan kesempatan kedua untuk Dewa maupun Nara ini, terutama Nara.
Sepanjang membaca, rasanya gregetan terus. Bisa-bisanya Ranti diam aja diputusin lewat pesan. Enam bulan nggak bertindak. Oke, memang Dewa menghindar, tapi yah dunia mereka bukannya di situ-situ aja, ya? Mana waktu Nara ngapelin Ranti dia datang lagi bawain makanan kesukaan Ranti. Kayak, hah? Serius lu, sekarang banget? Kemarin-kemarin ke mana?
Masih soal menghilang itu, Ranti punya sahabat nggak hanya satu. Apalagi si Maya yang terkenal tegas dan galak. Bisa aja, kan, dia maksa nyari Dewa biar jelas alasan Dewa minta putus. Kecuali habis mutusin Dewa pindah ke luar pulau atau luar negeri. Baru, deh.
Kesempatan kedua yang kurang adil berlaku buat Nara. Rasanya kok masokis banget cowok ini, ngejar susah-susah, eh, ternyata ceweknya balik sama mantannya. Belum lagi dia mesti banget lihat proses balikannya. Udah kenapa, bang, mundur aja yang jauh!
Apa tepat kasih kesempatan kedua buat Nara? Tepat-tepat aja, sih, tapi fokus buku ini jadi ke Nara nanti karena tbh aku bingung ini fokus ML-nya siapa. Dewa harusnya nggak perlu dijadikan spotlight lagi, sih, bisa sepintas lalu. Kalau Nara ujungnya beraksi kayaknya mending Nara yang dijadikan ML utama.
Oh, aku ingat salah satu bagian ngenes Nara yang lain, waktu Dewa nunjukin rumah barunya. Di situ dia ngasih permintaan ke Nara yang mana bikin jengkel. Bukannya haru malah kesal. Kok, tega banget Ranti sama Dewa ini, pas manis dilupakan, pas butuh langsung dirangkul Naranya. You deserved better, Nara.
Perasaan Nara ke Ranti ini insta love masuknya dan bukan tipe yang aku suka banget karena bener-bener kilat. Lihat cakep, mendadak aja udah suka. Pokoknya pas lihat wajah Ranti langsung, "Oh, gue mau hidup sama dia!" aja gitu. Hmm, well.
Satu lagi yang bikin gerah, dialognya kayak lagi lihat relay badminton. Jeda narasi ada, tapi maksudku kurang bisa mengimbangi porsi antara narasi dan dialog. Mana kalau ada pertanyaan di satu dialog dibalesnya berderet lagi. Kayak misal, "Oh, kamu baru datang? Kok nggak bareng cowokmu? Di luar masih hujan, ya?" dibalas dengan, "Iya, aku baru datang. Tadi Dewa lagi blablabla. Iya, nih, di luar hujan." (note: ini bukan dialog asli dalam buku, hanya contoh belaka). Dan ini salah satu hal yang bikin aku off sama cerita. Kayak harus banget dijawab semua? Dalam satu kalimat?
Buku ini mungkin memang bukan cangkirku aja, sih. Hopefully bisa ketemu buku lain dari penulis yang lebih cocok.