A review by cindyc3689
Raise the Red Lantern: Three Novellas by Michael S. Duke, Su Tong

3.0

Negeri Tiongkok tahun 1930-an. Era yang menurutku sangat tanggung di negara manapun. Sayap-sayap modernisasi sudah mulai merambah masuk tapi kaki-kaki gaya hidup tradisional masih bercokol kuat dan sulit dihilangkan. Inilah yang menjadi setting waktu novela Raise the Red Lantern. Awalnya novela ini berjudul Wives and Concubines yang benar-benar mencerminkan isinya, seorang Tuan Besar memiliki 4 orang istri dalam satu rumah. Tiap malam ia memilih seorang istri yang akan menemaninya sepanjang malam, dan para pelayan akan menyalakan lampion merah di depan kamar sang istri terpilih (dalam filmnya, adegan menyalakan lampion ini amatlah dramatis sehingga mungkin karena itu judul film adaptasi novela ini mengambil judul tersebut, dan bukunya saat mengekor sukses filmnya terbit di Amerika malah mengadopsi judul film itu).

Songlian (dalam buku diterjemahkan Teratai) adalah perempuan 19 tahun yang ayahnya tertimpa sial dan bangkrut bisnisnya. Sang ayah yang tak ingin menanggung malu berlarut malah bunuh diri dan meninggalkan putrinya tanpa perlindungan apa-apa. Dihadapkan pada pilihan hidup sengsara dan bekerja keras atau menjadi istri kesekian dari seorang kaya, Teratai (dengan sadar dan tanpa paksaan apapun) memilih yang kedua. Masuklah ia dalam rumah tangga Chen Zuoqian sebagai istri ke 4 dan harus menghadapi ketiga istri sebelumnya dalam intrik-intrik yang tak terbayangkan olehnya sebelumnya. Istri pertama yang anggun tapi sok kuasa, istri kedua yang super licik dan istri ketiga yang cantik tapi malah kasmaran dengan seorang dokter. Ada pula seorang pelayan muda sok tahu yang tak segan melakukan apapun untuk bertahan di rumah tersebut.

Lika-liku kehidupan rumah tangga tersebut yang dikuak jelas dalam novela ini. Belum cukup tragis keadaan Teratai, ia juga malah jatuh cinta pada putra pertama Tuan Besar, Tuan Muda Chen Feipu... yang meskipun samar-samar diungkap, adalah seorang homoseksual yang sedang menjalin cinta dengan sahabatnya, Tuan Muda Gu. Aih... malang benar hari-hari yang harus dilalui Teratai.

Endingnya, pahit dan membuat depresi. Hyiii... -_____-


Edisi Bahasa Indonesianya ini, aku tidak terlalu suka dengan gaya penerjemahannya. Mungkin karena diterjemahkan dua kali, bahasa mandarin ke inggris, bahasa inggris ke indonesia, beberapa hal jadi terasa janggal. Misalnya tentang penyebutan tahun, beberapa kali dituliskan "penanggalan komariah"..... eeeehhmmm... ya setting di Cina, tapi pakai sebuatan penanggalan komariah, yaaaa gak salah arti juga sih, tapi mungkin lebih umum memakai nama "kalender lunar" atau apa kek. *waktu baca tadi sempat terpikir beberapa hal lain, tapi sekarang lupaaa*


NB. kayaknya buku terbitan Serambi ini harusnya di-separate dari edisi yang lain, karena buku-buku yang lain di sini berisi anthologi 3 novela jadi satu, bukan hanya Raise the Red Lantern saja. Kenapa Serambi cuma menerjemahkan yang ini ya, kok gak sekalian ketiga-tiganya juga?