A review by febrianikmadusari
Hope Ablaze by Sarah Mughal Rana

Nida selalu dikenal sebagai keponakan Mamou Abdul-Hafeedh, yang dipenjara karena menulis puisi, disebabkan oleh sentimen terhadap muslim setelah 9/11. Bagi Nida, puisi-puisi karyanya adalah hatinya, dan membaginya dengan dunia yang penuh prasangka terhadap agama dan hijabnya bukanlah pilihan yang tepat.
Setelah Nida digeledah secara ilegal pada acara kampanye kandidat senat partai demokrat, dia menulis puisi pedas tentang politisi tersebut, tidak pernah terpikir untuk akan viral setelah pemilu. Puisi Nida menang peringkat satu dalam kontes nasional , kontes yang tidak pernah diikutinya, dan hidupnya tidak pernah sama lagi. 
Aku tidak menduga akan ada unsur magical realism ketika membaca blurb buku ini. Ketika Nida diminta oleh ibunya menulis permintaan maaf kepada kandidat senat yang dimaksud, mulai muncul tali biru yang hanya terlihat oleh Nida, muncul di pergelangan tangan dan tenggorokannya, menghalanginya untuk menulis puisi maupun berbicara.
Buku ini mengangkat tema Islamophobia, khususnya terhadap imigran dari Pakistan (ibu dan paman Nida), menunjukkan kepada audiens bahwa hal ini masih banyak ditemui di Amerika Serikat. Dilengkapi dengan puisi di setiap bab, kurasa penulis membawakan karya debut ini agak berbeda dengabnnovel kebanyakan.
Sayangnya, aku kurang cocok dengan gaya bercerita Sarah disini, walau temanya menarik buatku, Islamophobia. Namun buku ini sangat aman dibaca di bulan Ramadan.