A review by clavishorti
Paraban Tuah by Elok Teja Suminar

adventurous challenging dark emotional informative mysterious reflective sad tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? It's complicated
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? It's complicated

5.0

Buku Paraban Tuah karya Elok Teja Suminar adalah sebuah sajian kebijaksanaan yang merangkum kehidupan perempuan-perempuan Madura dalam sebelas cerita penuh warna. Dengan sari kata yang mempesona, Elok Teja Suminar menyidik rasa gelisah dan kegerunan jiwa tokoh-tokoh yang terperangkap dalam belenggu tradisi dan kaidah yang berakar dalam adat istiadat. Mereka berdiri di hadapan gelombang, ingin meraih ruang yang setara untuk memancarkan gagasan dan kehendak mereka. Akan tetapi, seperti angin yang menghantam layar di tengah lautan, berbagai halangan dan rintangan menghambat langkah-langkah mereka menuju kemerdekaan. Dari reruntuhan tradisi hingga aturan-aturan sosial yang menakutkan, menjebak para tokoh dalam labirin yang rumit dan tidak berujung.

Mulai dari kisah “Orok”, terbentang kisah pilu seorang perempuan yang terperangkap dalam cengkeraman sang bapak, diaraknya seperti pion dalam pertunjukan kehendaknya. Mulai dari paksaan menikah hingga diperbudak sebagai sarana pemenuhan hawa nafsunya yang tak terbendung. Lalu, dari halaman “Kawin”, muncul tragedi memilukan seorang gadis muda yang hamil tanpa pengertian, dipaksa menikah untuk alasan ‘memperbaiki’ masa depan yang tak dimengertinya.

Berlanjut dengan “Semut”, di mana rasa takut akan sesuatu yang kecil menjadi cerminan dari ketakutan yang lebih besar, yang meluap dalam kekosongan hati. Dan “Mitun”, yang menyuguhkan kisah kepiluan seorang gadis yang kehilangan segalanya saat ibunya meninggal, menggiringnya pada pertarungan yang tak berkesudahan dengan diri dan takdirnya sendiri.

“Sarung Emak” mempersembahkan perjalanan Midah, seorang wanita tangguh yang menghadapi pengkhianatan suaminya dengan penuh keberanian. Dalam keteguhan hatinya, ia menolak menjadi korban dari permainan takdir yang kejam. Ketika suaminya memilih untuk menikahi wanita lain sebagai pengganti dirinya, Midah memutuskan untuk menapaki jalan kesendirian daripada menelan racun yang pahit. Dalam langkahnya yang teguh, ia membangun benteng kekuatan di dalam dirinya, menolak menjadi alat bagi ketidakadilan.

Sementara itu, “Kambing” membawa kita menyusuri lorong gelap kemanusiaan yang tersembunyi, di mana kejahatan sering dijadikan jalan keluar dari kebutuhan yang tak terpenuhi. Dalam hiruk-pikuk kehidupan yang penuh dengan keinginan dan kebutuhan, harga yang harus dibayar adalah kehilangan jiwa dan akal.

“Bhubuen” mengilustrasikan narasi kelam keputusasaan yang memuncak serta dendam yang menggelegak dalam putaran roda tak berujung. Sementara itu, “Paraban Tuah” mengungkapkan kelemahan manusia yang tersembunyi di balik tirai kesibukan, di mana pengabdian seorang anak menjadi sinar terang bagi mata hati yang terlanjur buta.

Cerita terakhir, “Setelah Kabur”, merentangkan jalinan jiwa yang diliputi oleh rindu dan penuh dengan tanya. Melalui lorong gelap pencarian identitas, kita diseret pada perjalanan yang tak terduga. Dalam setiap lembaran, terhampar garis tipis yang memisahkan antara cahaya dan bayang, harapan dan putus asa, memukau pembaca untuk terus mengintip halaman demi halaman.


Setelah merenung di antara lembar-lembar kisah yang membelit hati, gambaran tentang kehidupan manusia pun terbentuk, melintasi kompleksitas dan ketidakpastian. Liku dan jurang yang dalam membentuk panggung perjuangan, di mana tokoh-tokoh di dalamnya terhempas dalam arus yang mencekik, menghadapi tantangan yang berliku, melalui koridor gelap yang tak berujung.

Dalam buku ini, penderitaan perempuan-perempuan yang kerap kali menjadi korban dari jerat-jerat masyarakat dijelaskan secara detail. Mereka terperangkap dalam peran-peran yang tercipta, terkurung tanpa suara atau hak untuk mengukir takdir sendiri. Kisah-kisah ini, dengan berani, membongkar kedalaman rahasia yang menyelimuti kehidupan perempuan Madura, mengungkapkan kepedihan yang terpendam di balik tabir.

Namun di antara semua cerita, satu kisah yang mencuri perhatian saya adalah “Kambing”. Dengan penuh kekuatan dan kejutan, kisah ini merentangkan tragedi yang tak terlupakan, memotret penderitaan yang meresap dalam hati. Dengan tiap helai kata yang terjalin, “Kambing” berhasil menarik saya ke dalam dunianya yang gelap namun memikat.

Dengan demikian, Paraban Tuah karya Elok Teja Suminar bukan hanya sekadar sekumpulan cerita, melainkan sebuah jendela yang terbuka luas untuk memahami dan merasakan nuansa kaya dari kehidupan di Madura. Cocok bagi mereka yang haus akan kisah-kisah perjuangan perempuan yang memikat dengan aroma khas Madura yang kental, buku ini akan memenuhi dahaga akan petualangan jiwa yang mendalam dan penuh warna.

Expand filter menu Content Warnings