Scan barcode
A review by ruangtitikkoma
Grass by Keum Suk Gendry-Kim
adventurous
challenging
dark
emotional
hopeful
informative
sad
tense
fast-paced
4.0
Huaaaa! Getirrr, pilu, sedih, kesal, marah. Ini cerita tentang kisah para perempuan Korea yang dijadikan budak seks oleh para tentara Jepang.
Ambisi Jepang dalam perang memang mengerikan. Mereka semacam monster yang tidak bisa berhenti, tak punya pikiran selain bagaimana cara memenangkan perang.
Para perempuan ini dijebak, dijanjikan pekerjaan, tapi ternyata dijual dan akhirnya terperangkap dalam kamp yang tak tahu bagaimana meloloskan diri. Nasib kemudian bisa ditebak. Mereka dijadikan komoditas untuk mendapatkan uang dari tuan “manajer” yang mempekerjakan mereka.
Ditulis berdasar kisah nyata, ini adalah hasil wawancara dari seorang pejuang perempuan yang lolos dari maut (meski mungkin merasa lebih baik mati). Mereka dan para perempuan senasib ini sampai sekarang masih menuntut hak dan pertanggung jawaban pemerintah Jepang. Mereka menolak kebijakan pemerintah Korsel yang menyetujui kesepakatan “damai” pengakuan kesalahan Jepang atas kesalahan di masa lalu.
Trauma dan perampasan hak hidup pada perempuan hingga tiada lagi sisa bahagia ini akan menjadi sebuah pertanggung jawaban moral dan teramat besar yang akan terus dicatat sejarah manusia. Bukti kengerian perang dan dampak kerusakannya adalah nyata pada kemanusiaan. Dan Jepang, tetap menjadi salah satu di antara yang paling bisa diingat sebagai pelaku kejahatan peran paling buruk.
Ambisi Jepang dalam perang memang mengerikan. Mereka semacam monster yang tidak bisa berhenti, tak punya pikiran selain bagaimana cara memenangkan perang.
Para perempuan ini dijebak, dijanjikan pekerjaan, tapi ternyata dijual dan akhirnya terperangkap dalam kamp yang tak tahu bagaimana meloloskan diri. Nasib kemudian bisa ditebak. Mereka dijadikan komoditas untuk mendapatkan uang dari tuan “manajer” yang mempekerjakan mereka.
Ditulis berdasar kisah nyata, ini adalah hasil wawancara dari seorang pejuang perempuan yang lolos dari maut (meski mungkin merasa lebih baik mati). Mereka dan para perempuan senasib ini sampai sekarang masih menuntut hak dan pertanggung jawaban pemerintah Jepang. Mereka menolak kebijakan pemerintah Korsel yang menyetujui kesepakatan “damai” pengakuan kesalahan Jepang atas kesalahan di masa lalu.
Trauma dan perampasan hak hidup pada perempuan hingga tiada lagi sisa bahagia ini akan menjadi sebuah pertanggung jawaban moral dan teramat besar yang akan terus dicatat sejarah manusia. Bukti kengerian perang dan dampak kerusakannya adalah nyata pada kemanusiaan. Dan Jepang, tetap menjadi salah satu di antara yang paling bisa diingat sebagai pelaku kejahatan peran paling buruk.