A review by ruangtitikkoma
INDIVIDUTOPIA: A novel set in a neoliberal dystopia by Joss Sheldon

adventurous challenging informative inspiring lighthearted fast-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? No

3.5

Novel distopia yang sebenarnya punya ide sangat menarik. Menggambarkan bagaimana keadaan dunia yang “tanpa masyarakat”. Dipantik oleh ‘ideologi’ Margaret Thatcher yang sangat membela ekonomi pasar dan kebebasan individu seluas-luasnya dalam mekanisme neoliberalisme, novel ini memberikan gambaran ekstrim jika keadaan yang diangankan oleh Thatcher itu menjadi kenyataan.

Sebagai sebuah alegori politik, novel ini layak mendapat tempat. Dunia di tahun 2084, di mana olegarki sangat menguasai “hajat hidup orang banyak” dalam sebuah negara. Manusia menjadi komoditas, bersifat individual, melakukan setiap hal untuk bertahan hidup demi dirinya sendiri. Tidak perlu peka pada sekitar, tidak perlu memikirkan hal di luar kehidupannya sendiri. Manusia masa itu akan hidup tanpa bisa mempertanyakan sebab-akibat, karena sistem besar yang tak mampu mereka lewati untuk melawan. 

Detil-detil gambaran situasinya dijelaskan oleh Joss Sheldon di buku ini. Misal bagaimana manusia dikelilingi oleh hologram-hologram yang merupakan varian lain dari dirinya. Menciptakan banyak versi untuk menghibur, berinteraksi, bahkan berhubungan seks. Manusia di masa itu juga hidup dalam kungkungan grafik-grafik, angka, peringkat, menunjukkan bahwa semua berada dalam lingkaran kompetisi. Semua dirangking, bahkan untuk kategori-kategori sangat remeh, misal peringkat mendengkur.

So, buku ini sebenarnya adalah kritik dari seorang Joss Sheldon, penulis muda Inggris, atas situasi dunia yang sangat liberal dan bermekanisme pasar kapitalis.

Di perjalanan menuju akhir novel, Joss memberikan gambaran bagaimana ketika para individu hidup dalam sosialisme. Gambaran masyarakat yang hidup bahagia, saling bekerja sama, saling membantu, demi kehidupan baik bersama.

Menarik untuk dipandang dari sudut pandang itu.

Saya suka bagaimana Joss membuat alegori dengan penggambaran dalam distopia ini. Hanya saja, yang belum tampil secara sangat memukau adalah gaya bercerita Joss.

Joss tampil dalam narasi pendek, kalimat-kalimat relatif singkat. Mudah sebenarnya dibaca dan diikuti alurnya. Hanya saja, bagi saya terasa kurang memberi eksplorasi pada emosi. Kalimat-kalimatnya jadi lebih terasa seperti kemarahan seseorang yang ingin dilampiaskan. Kekesalan yang keluar setelah dipendam. Tentu ini bisa jadi agak berlebihan. Tapi bagi saya, tetap ada yang perlu lebih dipoles di karya ini, agar ujungnya memberikan reaksi pembaca merasakan kepedihan lebih besar akibat kehidupan yang benar-benar individual itu. Memberikan penyadaran bahwa masyarakat yang punah sebenarnya adalah jalur bunuh diri massal. Cepat atau lambat.