A review by nitaf
On Children by Wu Xiaole

4.0

Menurutku ini buku yang cocok dibaca kalo lagi pengen mencak-mencak.

Awalnya aku nggak sreg sama gimana buku ini dikemas dengan judgy dari pov outsider. Kesan ini aku rasakan sampai di sekitar 50 halaman pertamanya. Ini mengingatkan aku sama Things Left Behind.
Tapi untungnya setelah itu buku ini nyajiin pov dari sudut pandang pertama yang bikin flow-nya membaik dan jadi lebih 'nyaman' dibaca.

Kisah di rumah ketiga, kelima, dan kedelapan menurutku yang paling bikin syok sih.
Ini jauh di luar bayanganku bahwa ada ortu yang 'memaksakan' anaknya agar didiagnosis dengan ADHD agar si ortu bisa lebih tenang, padahal gejala yang dialami anaknya sebenernya nggak menjurus ke sana. Bahkan si anak jadi 'harus' minum obat yang nggak perlu. Mana ortunya juga fine-fine aja sama kondisi anaknya yang malas belajar dan ngandelin 'excuse' 'penyakit buatan' ibunya.

Di rumah kelima dan kedelapan, kisahnya mulai disuguhkan dengan cukup banyak layer, dan aku lihat-lihat emang dua bab ini jadi salah dua yang memiliki halaman terbanyak sih. Rumah kelima ngasih gambaran kisah di generasi yang berbeda, beda dengan model bab lainnya yang lebih banyak hanya membahas kisah dari pov si anak dari masa hidup di sekitar umurnya saat itu. Sedangkan di rumah kedelapan, rumah yang ngasih banyak layer juga, tapi secara mengejutkan ternyata isinya malah plot twist. Aku paling suka sama bab yang ini karena ngasih tamparan juga kalau nggak semua perspektif anak itu bisa ditelan mentah-mentah sebagai 'korban yang paling menderita'.

Membaca On Children ini buatku beberapa kali ngasih kesan nggak nyaman sih, terutama gimana kisah anak perempuan yang disepelekan pendidikannya lumayan bikin nyesek. Dan gimana pembaca bisa 'melihat dirinya sendiri' di kisah anak-anak yang ada di buku ini.

Tapi terlepas dari beberapa hal yang nggak menyenangkan itu, buku ini sebenernya bagus juga dibaca buat merefleksikan hakikat pendidikan buat anak saat ini sih. Kasihan juga karena guru sekolah sekarang seakan dijadiin 'kacung' ortu yang terlalu banyak permintaan sampai menyita waktu guru di luar jam sekolah, juga nggak mertimbangin kondisi anak. Mana guru juga rentan dijadikan kambing hitam kalau anak mereka progres belajarnya lambat.

Aku juga salut sih sama salah satu statement di epilognya, ketika penulis menyoroti bahwa masalah dari parenting terkait pendidikan anak itu juga karena ortu yang kewalahan sama opini publik yang terlalu menekan, sampai mereka 'ikut arus' untuk mendidik anak berdasarkan tuntutan-tuntutan yang sampai nggak masuk akal gitu, bahkan menyamakan metode pendidikannya untuk mencapai hasil yang sama, yang tentunya malah bisa kejadian yang sebaliknya.
Selain itu aku jadi prihatin juga sama peran ibu di buku ini. Apalagi di keluarga Asia, si ayah beneran lepas tangan, jadi lebih mudah menyalahkan sang istri kalau si anak dianggap 'gagal' dididik.