A review by febrfebrfebr
Late Chrysanthemum by Lane Dunlop

3.0

Buku ini adalah antologi cerpen dari tujuh pengarang sastra Jepang klasik, yaitu Shiga Naoya, Ozaki Shiro, Yasunari Kawabata, Shimaki Kensaku, Hayashi Fumiko, Osamu Dazai dan Kobo Abe. Dari sini, pembaca diperkenalkan kepada gaya masing-masing pengarang yang bisa jadi khas.

Shiga Naoya memotret perasaan-perasaan tersembunyi tokoh-tokoh utamanya di tengah suatu episode hidup. Ada juga cerpen yang memotret kecerobohan akibat kesabaran yang dibuyarkan oleh penyakit.

Cerpen-cerpen Ozaki Shiro memiliki kecenderungan mengasosiasikan fenomena dalam kehidupan manusia dengan fenomena yang terjadi dalam hubungannya dengan dunia hewan atau alam.

Cerpen-cerpen Yasunari Kawabata memotret adegan-adegan sekilas dalam kehidupan sehari-hari. Cerpen yang dimuat dalam antologi ini termasuk bagian dari Cerita-Cerita Telapak Tangan.

Cerpen-cerpen Shimaki Kensaku lebih merupakan catatan pribadinya selama memulihkan diri dari sebuah penyakit. Penulis terutama mengamati perilaku hewan. Salah satu cerpennya mengangkat pengamatan terhadap satu jenis hewan yang paling kubenci, yaitu kel***** (aku bahkan tidak ingin menulis namanya). Untungnya, cerpen itu hanya terdiri dari lima halaman.

A Late Chrysanthemum sendiri merupakan cerpen karya Hayashi Fumiko yang bercerita tentang seorang geisha yang terus mendamba belaian pria di usianya yang menua. Ia mengenang beberapa pria yang pernah terlibat dengannya, terutama seseorang yang vitalitasnya tak terlupakan. Cerpen ini terdiri dari paragraf-paragraf sangat panjang yang memuat dialog-dialog dengan padat. Cerpen ini adalah satu-satunya cerpen Hayashi Fumiko, satu-satunya pengarang perempuan dalam antologi ini.

Sebagian cerpen-cerpen Osamu Dazai adalah catatan kenangan masa kecil yang tidak bahagia-bahagia amat. Sebagian lainnya adalah cerpen-cerpen dengan tokoh utama perempuan. "Chiyojo" adalah satu dari dua cerpen yang paling berkesan bagiku dalam antologi ini. Chiyojo bercerita tentang seorang gadis yang karangannya dua kali dimuat dalam sebuah majalah sastra. Karangan-karangannya mengundang apresiasi yang sangat luas dari berbagai pihak, sehingga gadis itu dianggap anak berbakat sastra yang menjanjikan. Meskipun demikian, ia merasa karangan itu biasa-biasa saja. Ia pun tidak memiliki keinginan untuk serius menulis. Ia hanya ingin hidup yang biasa-biasa saja dalam ranah domestik. Bisa dibilang, aku memahami sentimennya yang pernah kurasakan pada sekitar masa aku baru lulus kuliah.

Cerpen-cerpen Kobo Abe memiliki gaya surealis yang kontras dengan cerpen-cerpen lainnya dalam antologi ini. Aku paling suka "The Flood", cerpen yang memotret kekacauan ketika semua orang miskin dan termarjinalkan mencair dengan karakteristik cairan yang liar nakal brutal membuat semua orang jadi gempar. Cerpen lainnya, "The Red Cocoon" dan "The Stick" adalah kombinasi kesuraman dan komedi tragis yang juga absurd. Aku paling terkesan dengan penulis ini dan berharap bisa membaca karya-karyanya lagi kelak.

Buku ini memiliki ukuran huruf yang kecil dan spasi yang cukup rapat, sehingga agak sulit dibaca. Beberapa cerpen memiliki paragraf-paragraf panjang, sebagian membentang hingga dua halaman lebih. Bersama format yang demikian, membaca buku ini membutuhkan konsentrasi yang cukup ekstra.