A review by nikolinaza
RD LIGHT by Ruth Priscilia Angelina

5.0

Trigger warnings: death(s), accident, suicide, depression (mentioned), drug usage, domestic violence.

Tawaran menjadi stylist pribadi RD LIGHT, sebuah grup band rock asal Jepang yang popularitasnya mendunia menjadi kunci pembuka jalan bagi Rika Wiyasa untuk meninggalkan tempat kelahirannya yang penuh duka dan memulai hidup baru di negara yang selalu diimpikannya. Mulanya, dia mampu bersikap profesional seperti biasanya. Namun, tinggal bersama empat personel RD LIGHT rupanya lebih dari cukup untuk memporak-porandakan segala yang telah dia tata sedemikian rupa.

Aku selalu suka dengan buku yang menceritakan kisah tentang artis. Jadi, ketika algoritma Instagram (yang secara mengerikan selalu tahu apa yang aku mau) merekomendasikan buku ini (ditambah dengan gambar keempat personel yang tampak berbahaya), aku terdorong untuk ikutan prapesannya meski aku belum pernah baca karya Kak Ruth sebelumnya.

Tidak seperti kebanyakan novel Metropop yang berfokus pada percintaan saja, buku ini mengulas dengan cukup lengkap bagaimana seorang stylist bekerja sehari-harinya. Mungkin kebanyakan fans grup band K-Pop atau grup band lainnya bakalan iri melihat bagaimana stylist bisa dengan mudah menyentuh-nyentuh artis favorit mereka, tetapi sebetulnya pekerjaan mereka enggak semudah itu. Menghadapi kepribadian personel band yang tentu saja berbeda-beda tentu bukan pekerjaan gampang, ditambah lagi mereka masih harus memikirkan segala tetek bengek riasan dan wardrobe sang artis. Belum lagi di sini Rika juga memegang jabatan sebagai asisten manajer. Mungkin kalau aku yang jadi Rika dan harus berhadapan dengan Isao dan Shigeru, bukan enggak mungkin novel ini berubah haluan ke genre action thriller.

Selain itu, Kak Ruth juga banyak menjabarkan kehidupan para artis di belakang panggung, berbagai rutinitas keseharian, juga proses mereka bekerja. Di sela-selanya, barulah konflik disisipkan dengan rapi dan cermat. Meski trope percintaannya sudah umum digunakan di mana-mana, tetapi Kak Ruth mengeksekusinya dengan sangat baik sehingga tidak terasa monoton.

Alurnya tertata dengan pas sehingga tidak ada bagian yang terlalu cepat atau terlalu dipanjang-panjangkan. Begitu pula dengan konfliknya. Satu hal yang mungkin kelihatan kecil rupanya memegang peranan penting dalam cerita dan membuka lapis demi lapis permasalahan lainnya. Porsi para tokoh juga seimbang, bahkan tokoh-tokoh tritagonis yang seringkali hanya digunakan untuk filler semata pun punya bagian pentingnya sendiri-sendiri. Hal-hal di atas, ditambah dengan diksinya yang mengalir lancar layaknya air di pipa Wavin membuat buku ini sangat page-turning.

Meski endingnya tidak seindah kisah Barbie Princess, tetapi entah kenapa aku lega banget membacanya. Mungkin memang itu yang terbaik, kan?

Semoga penantianku terhadap sekuel buku ini enggak terlalu lama, karena aku bakalan kangen berat sama anak-anak (dih, ngaku-ngaku).

P.S. Ryou boleh sama aku aja kali, ya?

P.S.S. Kok bisa sih ada orang sebeban Yukiko?