A review by blackferrum
Skeleton 13 by Meda

dark informative mysterious tense medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? N/A
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? Yes
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.75

Actual rating: 3,8

The whole story ... nggak bisa dibilang bagus banget, tapi real bikin merinding!

Bayangkan, ada kasus pembunuhan berantai yang diduga muncul lagi setelah lebih dari 20 tahun. Habis itu mayatnya ditemukan dengan kondisi yang mengenaskan. Kadang malah nggak lengkap. Polisi cuma punya satu petunjuk, sedangkan kemungkinan besar korban lain akan muncul.

Bagian yang bikin greget itu di action-nya. Penulis pandai menulis deskripsi yang nggak membosankan, justru malah bikin tegang. Proses penyelidikannya juga berhasil bikin nahan napas beberapa detik karena beberapa kali pelaku hampir selalu bersinggungan dengan pihak berwajib. Petunjuk di buku ini nggak asal sebut, ada asal-muasalnya.

Karena baca ini barengan sama teman, ada beberapa insight tambahan yang mungkin bisa jadi pertimbangan bagi yang akan/lagi baca bukunya terus nemu reviu ini. Skeleton 13 banyak bahas soal sejarah beberapa patung di Jakarta. Aku pribadi merasa puas dan nggak ada kesan lewah di bagian penjelasan mengenai sejarah tersebut. Greget malah karena sambil nebak juga apa benar lokasi patung selanjutnya adalah TKP, atau malah sebaliknya.

Seperti yang aku sebutkan di atas, buku ini nggak bisa dibilang bagus banget karena memang ada kekurangan, terutama di bagian ending. Aku bakal tandai sebagai spoiler karena khawatir nggak sengaja sebut satu-dua petunjuk. So, be wise sebelum klik link-nya.
- Pertama, ending-nya nggak banget. I mean, nanggung gitu, lho. Nggak ada yang salah kok semisal pelakunya bakal begitu, tapi kenapa dipilihnya harus begitu? Kayak nggak adil banget. Asli, waktu kelar baca rasanya malah kosong. Masih nggak terima beberapa hari kemudian.
- Kedua, lagi-lagi aku dapat insight dari buddy read yang mention soal karakter Aksa dan Dama. Aksa digambarkan sebagai polisi yang cerdas dan hasil kerjanya bagus. Bisa jadi pertanyaan, apakah dia dicap bagus karena nggak menyebut kontribusi Dama atau ini hanya dijadikan pemanis hidangan saja, tanpa ada kejelasan pada tindakan Aksa di kemudian hari kalau dia memang benar-benar berbakat.
- Masih soal karakter, agak jengkel sebenarnya dengan Dama karena perilaku dia yang sok abis. Tapi, aku nggak bisa protes karena bagaimanapun, Dama memang karakter yang digambar begitu sejak awal oleh penulis. Sayangnya, kenapa profesinya sebagai hacker (?) tidak dikaitkan dengan pekerjaan sampingannya membantu investigasi kepolisian? Awalnya aku pikir profesi Dama bakal berpengaruh ke jalannya penyelidikan ke depan, tapi sampai akhir nggak disebutkan atau dikaitkan korelasi antara kasus yang berjalan dengan profesi dia. Nggak ada keuntungannya jadi hacker dengan menyelesaikan kasus. Sangat amat disayangkan.
- Love-line di sini emang setipis kawat, sih, makanya nggak heran dan nggak bisa dibilang kecewa. Tapi, walaupun tipis, tetap harus ada emosi. Nah, sayangnya aku nggak nemu itu di karakter-karakter yang terkait.


Bagian yang bikin aku suka lagi pemilihan latar tempatnya yang spesifik Jakarta, bukan Jabodetabek. Bukan hal besar memang, tapi nggak tahu, rasanya kayak bikin senang aja. Sama ilustrasi sampulnya cakep!!!

Expand filter menu Content Warnings