A review by shanya
The Girl on Paper by Guillaume Musso

5.0

Berpisah dengan Aurore merupakan hal terburuk yang pernah terjadi pada Tom, penulis Trilogie des Anges yang kesuksesannya menyetarai Harry Potter dan Twilight. Dia kehilangan semangatnya untuk hidup—termasuk untuk lanjut menulis buku ketiganya yang sudah lama ditunggu-tunggu oleh jutaan pembacanya. Tom berbulan-bulan mengurung diri di rumah mewahnya di Malibu. Sampai suatu tengah malam di rumahnya, dia bertemu Billie, gadis yang mengaku jatuh dari bukunya yang salah cetak dan berhenti di halaman 266, di sebuah kalimat yang belum selesai:

Billie menyeka matanya yang menghitam oleh lelehan maskara.
“Kumohon, Jack, jangan pergi seperti ini.”
Namun, pemuda itu sudah mengenakan mantelnya. Ia membuka pintu, tanpa sekali pun menatap kekasihnya.
“Kumohon!” seru gadis itu, jatuh…


The Girl on Paper merupakan buku pertama Musso yang kubaca. Aku terpukau. (Walau sedikit terlambat.) Sebenarnya, aku sudah penasaran dengan buku ini sejak tahun lalu. Saat itu, timeline Instagram-ku penuh dengan foto buku ini yang berasal dari event #BacaBareng yang diadakan oleh @readersquad.id.

Melalui sudut pandang yang berbeda-beda, aku dapat merasakan kesan yang memukau saat membaca buku ini. Di awal cerita, kewarasan pembaca juga ikut dipermainkan—apakah Billie sosok yang nyata? Bagi semua orang yang melihat Tom dan Billie, petualangan mereka ke Meksiko untuk mencari Aurore begitu nyata.

Selain fokus pada kisah Tom yang ingin menarik hati mantan kekasihnya kembali, The Girl on Paper juga bercerita tentang masa lalunya di lingkungan MacArthur Park yang kelam, dan juga kedua sahabatnya: Milo yang juga berperan sebagai agennya, dan Carole yang berprofesi sebagai seorang polwan dan detektif LAPD. Milo dan Carole rela melakukan apa pun untuk mengangkat Tom dari masa keterpurukannya, karena adanya Tom-lah, mereka bisa seperti sekarang.

“Aku tidak akan pernah bahagia kalau aku tahu kau tidak bahagia.”


Aku sangat suka dengan buku ini. Selain cerita tentang persahabatan, ada banyak dipaparkan referensi tentang penulis dan buku-buku klasik, lukisan klasik, film-film klasik, dan juga pop culture. Sehebat itu riset yang dilakukan penulis ini! Wow banget! Aku bahkan mencatat beberapa judul yang sepertinya wajib dibaca dan ditonton. Selain itu, pembaca juga disuguhkan oleh kutipan-kutipan yang mengawali setiap bab. Kutipan in berhubungan dengan isi bab itu. Ada kutipan yang dari penulis klasik, mau pun film.

“Pembaca dapat dianggap sebagai tokoh utama novel, sejajar dengan penulis, karena tanpanya, tak ada yang terjadi. — Elsa Triolet.”


Tokoh Tom yang merupakan seorang penulis menjadikan buku ini salah satu favoritku. (Tapi aku benci Tom yang “apa-apa dikit Aurore”.) Selain isi cerita yang menarik, The Girl on Paper memiliki banyak informasi-informasi tentang literasi yang baru kuperoleh.

“Sebuah buku hanya akan hidup kalau dibaca. Para pembacalah yang menyusun potongan-potongan gambar dan menciptakan dunia imajiner tempat para tokohnya hidup. —halaman 290”


Buku yang aslinya berbahasa Prancis ini sangat mudah untuk dipahami. Terjemahannya bagus. Hampir tidak kutemukan typo, tapi ada kutemukan beberapa (sepertinya ada dua) dialog yang tanpa pembuka tanda kutip. (Aku tulis dan tambahkan sendiri di buku dengan pensil.)

Membaca buku ini merupakan sebuah pengalaman yang tak mudah dilupakan. Ada bagian-bagian di mana aku turut merasakan apa yang tokoh itu rasakan, ada saat aku harus berpikir keras, lalu dikecewakan oleh sebuah buku yang berkelana, dan juga kekesalan yang kutahan-tahan agar tidak melempar buku ini ke jendela. Walau pun banyak yang berpendapat bahwa bagian akhir terkesan dipaksakan, tapi menurutku sangat masih bisa diterima. Bahkan, aku sangat suka endingnya!