Take a photo of a barcode or cover
dyra 's review for:
Thérèse Raquin
by Émile Zola
There is no hope, just tragedy.
Di awal-awal bab kita diperlihatkan pada bagaimana Therese—yang merupakan seorang anak yatim piatu penurut—menjalani hidupnya dengan penuh monoton. Hidupnya yang sudah sedari kecil diatur oleh sang bibi, Mme Raquin, membuatnya menjadi pribadi yang sangat tertutup. Hingga suatu hari, pertemuannya dengan Laurent membangkitkan suatu gejolak di dalam dirinya. Pria itu adalah kebalikan dari sang suami yang sakit-sakitan, tidak butuh waktu lama bagi Therese merasa terpikat akan pesonanya.
Laurent, di lain sisi adalah orang miskin yang pemalas—orang yang menginginkan banyak hal tanpa mau bersusah payah. Ketika melihat kesempatan hidup mudah datang melalui Therese, ia tanpa ragu bergegas meraihnya.
Didorong oleh nafsu serta keinginan membuncah untuk saling memiliki tanpa bermain kucing-kucingan, dengan nekat mereka akhirnya melakukan sesuatu hal yang amat sangat keji. Yang tanpa mereka sadari akan menjadi bumerang di kemudian hari nanti.
Pembunuhan yang telah terjadi di sungai Seine menjadi titik balik kehidupan keduanya. Rasa bersalah menghantui Therese dan Laurent sehingga mereka mengalami halusinasi, merasa melihat Camille di mana-mana. Dulu, mereka berasumsi bahwa kematian si penyakitan itu akan memudahkan hubungan mereka, namun ternyata, kini mereka justru tidak dapat memejamkan mata tanpa dibayang-bayangi wajah lelaki itu. Dan seakan dunia ikut mencemooh, perasaan cinta yang mereka miliki pun telah kandas seiring luruhnya tubuh Camille di dasar sungai Seine setahun silam.
Buku klasik yang cukup berat buat saya, namun juga bagus. Pembaca dibawa menelusuri berbagai temperamen tokoh-tokoh di dalam buku ini dengan cara yang apik. Melalui buku ini sekali lagi saya diingatkan bahwa, ketamakan, dapat menghancurkan kita secara perlahan. Seperti halnya Therese dan Laurent, yang sampai penghujung hayat pun masih saling menghancurkan.
Di awal-awal bab kita diperlihatkan pada bagaimana Therese—yang merupakan seorang anak yatim piatu penurut—menjalani hidupnya dengan penuh monoton. Hidupnya yang sudah sedari kecil diatur oleh sang bibi, Mme Raquin, membuatnya menjadi pribadi yang sangat tertutup. Hingga suatu hari, pertemuannya dengan Laurent membangkitkan suatu gejolak di dalam dirinya. Pria itu adalah kebalikan dari sang suami yang sakit-sakitan, tidak butuh waktu lama bagi Therese merasa terpikat akan pesonanya.
Laurent, di lain sisi adalah orang miskin yang pemalas—orang yang menginginkan banyak hal tanpa mau bersusah payah. Ketika melihat kesempatan hidup mudah datang melalui Therese, ia tanpa ragu bergegas meraihnya.
Didorong oleh nafsu serta keinginan membuncah untuk saling memiliki tanpa bermain kucing-kucingan, dengan nekat mereka akhirnya melakukan sesuatu hal yang amat sangat keji. Yang tanpa mereka sadari akan menjadi bumerang di kemudian hari nanti.
Pembunuhan yang telah terjadi di sungai Seine menjadi titik balik kehidupan keduanya. Rasa bersalah menghantui Therese dan Laurent sehingga mereka mengalami halusinasi, merasa melihat Camille di mana-mana. Dulu, mereka berasumsi bahwa kematian si penyakitan itu akan memudahkan hubungan mereka, namun ternyata, kini mereka justru tidak dapat memejamkan mata tanpa dibayang-bayangi wajah lelaki itu. Dan seakan dunia ikut mencemooh, perasaan cinta yang mereka miliki pun telah kandas seiring luruhnya tubuh Camille di dasar sungai Seine setahun silam.
Buku klasik yang cukup berat buat saya, namun juga bagus. Pembaca dibawa menelusuri berbagai temperamen tokoh-tokoh di dalam buku ini dengan cara yang apik. Melalui buku ini sekali lagi saya diingatkan bahwa, ketamakan, dapat menghancurkan kita secara perlahan. Seperti halnya Therese dan Laurent, yang sampai penghujung hayat pun masih saling menghancurkan.