A review by nvtpages
Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam by Dian Purnomo

dark emotional informative inspiring sad medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Strong character development? Yes
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

5.0

Buku ini sepertinya akan menjadi salah satu bacaan terbaikku tahun ini!

Mengangkat kisah perlawanan terhadap adat kawin tangkap (Yappa Mawine) dimana seorang laki-laki akan menculik paksa wanita yang ingin dinikahinya demi mempercepat prosesi adat perkawinan, tentu hal ini merupakan hal yang tidak dibenarkan, mengingat dapat merenggut hak asasi dan harga diri kaum wanita.

Ka Dian Purnomo, sebagai penulis sangat detil dalam menggambarkan keadaan di sana. Menggunakan dialog dengan bahasa daerah, ilustrasi foto, narasi yang lengkap, membuatku bisa dengan mudah masuk dan seperti melihat sendiri apa yang terjadi di sana.
Kita juga bisa mendapat banyak pengetahuan tentang adat istiadat dan budaya di Sumba lewat buku ini.

Karakter masing-masing tokoh digambarkan dengan sangat baik.
Aku bisa merasakan rasa kagum, trenyuh, bangga terhadap kegilaan Magi Diela Talo untuk memperjuangkan haknya, emosi Dangu Toda yang membuncah, rasa bahagia dengan bantuan para tokoh dari Gema Perempuan, hingga kemarahan dan kekesalan terhadap tokoh-tokoh yang kuanggap tidak manusiawi.

Endingnya sangat realistis, mengingat praktik Yappa Mawine dan segala adat yang memberatkan kaum wanita masih berlangsung di sana.
Di akhir halaman, penulis menegaskan bahwa buku ini adalah bentuk perlawanan agar praktik Yappa Mawine tidak akan pernah terjadi lagi. Salut banget!

Aku rekomendasikan buku ini jika kamu ingin membaca kisah perlawanan kaum wanita terhadap laki-laki dan adat istiadat yang membelenggu kaum wanita. Perjuangan Magi Diela patut untuk diketahui dan dijadikan inspirasi!

Mengapa perbuatannya menyelamatkan sahabat sendiri dianggap dosa sementara perlakuan bejat Leba Ali dianngap memuliakan adat?
Hal. 121

Seharusnya kamu tidak lagi berpikir bahwa perempuan dan laki-laki itu berbeda. Apa yang bisa dilakukan laki-laki, bisa dilakukan perempuan, begitu juga sebaliknya. Hanya satu yang kami tidak bisa, melahirkan dan menyusui
Hal. 185

Setidaknya sekarang dia bisa merasa bahwa yang dilakukannya tidak sia-sia. Meski baru perubahan-perubahan kecil yang terjadi, Magi yakin perjuangannya sudah diawali dengan langkat tepat.
Hal. 252

Tangisnya kepada bulan hitam adalah tangis perempuan yang tubuhnya masih menjadi properti laki-laki. Kisah perempuan lain masih mungkin akan diukir dengan tinta darah, selama pendewaan terhadap adat mengalahkan logika dan kemanusiaan.
Hal. 312