Take a photo of a barcode or cover
ramdhanhabib 's review for:
Ronggeng Dukuh Paruk
by Ahmad Tohari
Saya membaca buku ini menggunakan platform digital, bukan beli tapi meminjam di e-library milik Kementerian Keuangan.
Jelas, saya membaca buku ini karena banyak sekali review positif dari banyak bookfluencer setelah melahap bacaan ini. Hingga akhirnya saya berhasil menemukan buku ini free to read di platform digital itu.
Saya sudah kena spill kalau gaya penulisan Ahmad Tohari itu sungguh detil dalam menggambarkan latar suatu cerita. Dan Ronggeng Dukuh Paruk dibuka dengan paragraf yang begitu indah. Menggambarkan bagaimana kondisi Dukuh Paruk yang masih asri dengan segala kemelaratannya dan alam yang menaunginya.
Ahmad Tohari benar-benar seperti menulis puisi dalam setiap paragrafnya. Beberapa kali memang terkesan bertele-tele tapi seringnya itu justru memperkuat saya sebagai pembaca untuk menyelami dan diajak untuk ikut merasakan pergulatan batin para tokohnya.
Ronggeng Dukuh Paruk juga ikut menceritakan bagaimana efek samping yang luar biasa pasca kejadian "geger komunis 1965" bagi seorang bekas tahanan dan struktur kemasyarakatan.
Buku ini diakhiri dengan kondisi yang sungguh tragis dan memilukan. Bagaimana seorang yang dulunya jaya bisa menjadi gila karena harapan yang begitu tinggi dihempas begitu saja menghujam ke dalam bumi.
"Bahwa zaman berjalan sambil mengayun ke kiri dan ke kanan. Setelah Dukuh Paruk mencapai puncak kebanggaan, kini zaman mengayunkannya ke kurun yang membawa serta kebalikannya.”
Jelas, saya membaca buku ini karena banyak sekali review positif dari banyak bookfluencer setelah melahap bacaan ini. Hingga akhirnya saya berhasil menemukan buku ini free to read di platform digital itu.
Saya sudah kena spill kalau gaya penulisan Ahmad Tohari itu sungguh detil dalam menggambarkan latar suatu cerita. Dan Ronggeng Dukuh Paruk dibuka dengan paragraf yang begitu indah. Menggambarkan bagaimana kondisi Dukuh Paruk yang masih asri dengan segala kemelaratannya dan alam yang menaunginya.
Ahmad Tohari benar-benar seperti menulis puisi dalam setiap paragrafnya. Beberapa kali memang terkesan bertele-tele tapi seringnya itu justru memperkuat saya sebagai pembaca untuk menyelami dan diajak untuk ikut merasakan pergulatan batin para tokohnya.
Ronggeng Dukuh Paruk juga ikut menceritakan bagaimana efek samping yang luar biasa pasca kejadian "geger komunis 1965" bagi seorang bekas tahanan dan struktur kemasyarakatan.
Buku ini diakhiri dengan kondisi yang sungguh tragis dan memilukan. Bagaimana seorang yang dulunya jaya bisa menjadi gila karena harapan yang begitu tinggi dihempas begitu saja menghujam ke dalam bumi.
"Bahwa zaman berjalan sambil mengayun ke kiri dan ke kanan. Setelah Dukuh Paruk mencapai puncak kebanggaan, kini zaman mengayunkannya ke kurun yang membawa serta kebalikannya.”