Scan barcode
A review by blackferrum
Lima Penyintas (Five Survive) by Holly Jackson
adventurous
dark
mysterious
tense
slow-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? N/A
- Loveable characters? No
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? Yes
3.5
Bayangannya, enam orang yang kejebak di RV ini bakal adu mulut sampai baku hantam bikin pengakuan masing-masing mengenai dosa di masa lalu. Realitanya? Menahan kesabaran ngalihatin karakter sok dan supersotoy bikin keputusan bodoh.
Dua orang remaja akhir dan empat orang remaja awal menempuh perjalanan ke perkemahan musim semi melalui jalur darat dengan RV. Naas, sinyal mendadak hilang, peta tidak berfungsi dengan baik, dan ban mereka bocor. Ketika berhasil memperbaiki masalah, enam ban RV meletus secara bersamaan. Saat itulah mereka sadar, ban bocor itu bukan karena kecelakaan, melainkan kesengajaan.
Si penembak di luar menginginkan rahasia yang disembunyikan satu orang, lalu kelima yang lain akan bebas. Red punya trauma masa lalu yang terus menempel berupa rasa bersalah atas kematian ibunya. Oliver dan Maddy, kakak beradik yang yakin bahwa mereka adalah target si penembak serta punya kaitan dengan kasus yang ditangani ibu mereka. Reina, pacar Oliver, mahasiswi kedokteran yang punya cerita lain di balik insiden yang menimpannya dan Oliver. Simon, calon aktor berbakat yang pamannya menyewakan RV tanpa bayaran sepeser pun.
Enam orang dalam RV berukuran 9,5 meter mencoba berbagai cara untuk kabur dari sang penembak.
Pertama, setelah baca buku pertama dari seri AGGTM, pikirku buku ini punya "vibes" tulisan yang serupa. Bukan perkara tema yang harus sama, sebaliknya, justru aku berharap menemukan ciri khas dari tulisan HJ. Sayang, terlalu banyak penuturan soal perasaan para karakter, terutama Red, yang sering diulang seolah takut pembaca akan melupakan detailnya.
Kedua, Untuk ukuran thriller 8 jam terjebak di suatu tempat (idk the definition), buku ini agak membosankan. Sebenarnya membosankan. Rasanya kepengin nguap dan beberapa kali harus pakai metode baca cepat karena yah, penjelasannya kadang nggak selalu diperlukan. Kalau dipikir-pikir, malah banyak lubangnya.
Ketiga, what's wrong with Oliver? Okelah, mungkin dia ini NPD atau egonya kebesaran, atau malah machiavellian. Yang bikin heran, itu lima orang nggak ada yang mau ngiket dia atau gimana? Sumpah, jengkel maksimal sama sikapnya yang bossy itu. Duh, jadi paham alasan Reina ngelakuin itu walaupun nggak bisa jadi pembenaran juga.
Katanya karakter yang bikin pembaca merasakan berbagai emosi itu bagus, artinya penulis berhasil menciptakan karakter yang "real". Tapi, bagiku Oliver malah kayak tokoh nggak penting, tapi maksa dipenting-pentingin karena yang lain lempeng-lempeng aja. Serius, aku masih heran, kenapa nggak ada yang dorong dia keluar dari RV.
Red juga, karakter yang astagfirullah, kalau istilah orang yang jatuh cinta sih, bulol. Tapi, Red nggak bucin ke Oliver. Entahlah, mentalnya macam pesuruh yang iya-iya aja, nggak ada keberaniannya sama sekali. Bikin jengkel banget, astaga. Ini kalau mengabaikan sifat Red di akhir, ya. Bener-bener, deh, polos sampai akhir.
Karakter lainnya agak lempeng dan bagiku kalau pov-nya nggak difokuskan ke Red, kayaknya buku ini isinya cuma Oliver, Oliver, dan Oliver.
Lagi-lagi, balik ke selera. Mungkin ini bukan buku HJ favoritku dan Oliver bakal masuk jajaran worst characters this year. Kalau kalian suka No Exit karya Taylor Adams, tapi versi low-key, bisa coba baca ini.
Ini beberapa hal yang bagiku janggal.
1. Kenapa pas Red mengaku soal identitas dirinya sebagai saksi yang disembunyikan itu nggak dikomunikasikan ke walky-talky seperti kasus Reina? Bukannya mereka bisa cek dulu, ya, benar atau enggak itu yang dicari si penembak? Toh, penembak nggak membatasi jumlah tebakan mereka.
2. Identitas si penembak terasa kabur, walaupun di belakang sudah dijelaskan dia siapa, tapi itu nggak cukup kuat karena hanya diucapkan lewat penuturan karakter lain.
3. Pengungkapan si pelaku malah bikin mood drop. Bukannya lega karena ternyata dia pelakunya malah bingung. Mungkin ini ada kaitannya dengan "karakter yang terlalu sempurna". Jadi, nggak ada kesan kaget, puas, atau bahkan lega.
4. Serius, ini lima orang versus satu Oliver nggak ada yang berkutik, kah? Yang jahat Oliver aja, kah, semua punya "hati"? Penulis seolah terlalu sayang karakter lain, jadi menciptakan satu karakter yang keterlaluannya lewat batas biar yang lain nggak jadi "tersangka".
Dua orang remaja akhir dan empat orang remaja awal menempuh perjalanan ke perkemahan musim semi melalui jalur darat dengan RV. Naas, sinyal mendadak hilang, peta tidak berfungsi dengan baik, dan ban mereka bocor. Ketika berhasil memperbaiki masalah, enam ban RV meletus secara bersamaan. Saat itulah mereka sadar, ban bocor itu bukan karena kecelakaan, melainkan kesengajaan.
Si penembak di luar menginginkan rahasia yang disembunyikan satu orang, lalu kelima yang lain akan bebas. Red punya trauma masa lalu yang terus menempel berupa rasa bersalah atas kematian ibunya. Oliver dan Maddy, kakak beradik yang yakin bahwa mereka adalah target si penembak serta punya kaitan dengan kasus yang ditangani ibu mereka. Reina, pacar Oliver, mahasiswi kedokteran yang punya cerita lain di balik insiden yang menimpannya dan Oliver. Simon, calon aktor berbakat yang pamannya menyewakan RV tanpa bayaran sepeser pun.
Enam orang dalam RV berukuran 9,5 meter mencoba berbagai cara untuk kabur dari sang penembak.
Pertama, setelah baca buku pertama dari seri AGGTM, pikirku buku ini punya "vibes" tulisan yang serupa. Bukan perkara tema yang harus sama, sebaliknya, justru aku berharap menemukan ciri khas dari tulisan HJ. Sayang, terlalu banyak penuturan soal perasaan para karakter, terutama Red, yang sering diulang seolah takut pembaca akan melupakan detailnya.
Kedua, Untuk ukuran thriller 8 jam terjebak di suatu tempat (idk the definition), buku ini agak membosankan. Sebenarnya membosankan. Rasanya kepengin nguap dan beberapa kali harus pakai metode baca cepat karena yah, penjelasannya kadang nggak selalu diperlukan. Kalau dipikir-pikir, malah banyak lubangnya.
Ketiga, what's wrong with Oliver? Okelah, mungkin dia ini NPD atau egonya kebesaran, atau malah machiavellian. Yang bikin heran, itu lima orang nggak ada yang mau ngiket dia atau gimana? Sumpah, jengkel maksimal sama sikapnya yang bossy itu. Duh, jadi paham alasan Reina ngelakuin itu walaupun nggak bisa jadi pembenaran juga.
Katanya karakter yang bikin pembaca merasakan berbagai emosi itu bagus, artinya penulis berhasil menciptakan karakter yang "real". Tapi, bagiku Oliver malah kayak tokoh nggak penting, tapi maksa dipenting-pentingin karena yang lain lempeng-lempeng aja. Serius, aku masih heran, kenapa nggak ada yang dorong dia keluar dari RV.
Red juga, karakter yang astagfirullah, kalau istilah orang yang jatuh cinta sih, bulol. Tapi, Red nggak bucin ke Oliver. Entahlah, mentalnya macam pesuruh yang iya-iya aja, nggak ada keberaniannya sama sekali. Bikin jengkel banget, astaga. Ini kalau mengabaikan sifat Red di akhir, ya. Bener-bener, deh, polos sampai akhir.
Karakter lainnya agak lempeng dan bagiku kalau pov-nya nggak difokuskan ke Red, kayaknya buku ini isinya cuma Oliver, Oliver, dan Oliver.
Lagi-lagi, balik ke selera. Mungkin ini bukan buku HJ favoritku dan Oliver bakal masuk jajaran worst characters this year. Kalau kalian suka No Exit karya Taylor Adams, tapi versi low-key, bisa coba baca ini.
1. Kenapa pas Red mengaku soal identitas dirinya sebagai saksi yang disembunyikan itu nggak dikomunikasikan ke walky-talky seperti kasus Reina? Bukannya mereka bisa cek dulu, ya, benar atau enggak itu yang dicari si penembak? Toh, penembak nggak membatasi jumlah tebakan mereka.
2. Identitas si penembak terasa kabur, walaupun di belakang sudah dijelaskan dia siapa, tapi itu nggak cukup kuat karena hanya diucapkan lewat penuturan karakter lain.
3. Pengungkapan si pelaku malah bikin mood drop. Bukannya lega karena ternyata dia pelakunya malah bingung. Mungkin ini ada kaitannya dengan "karakter yang terlalu sempurna". Jadi, nggak ada kesan kaget, puas, atau bahkan lega.
4. Serius, ini lima orang versus satu Oliver nggak ada yang berkutik, kah? Yang jahat Oliver aja, kah, semua punya "hati"? Penulis seolah terlalu sayang karakter lain, jadi menciptakan satu karakter yang keterlaluannya lewat batas biar yang lain nggak jadi "tersangka".