Scan barcode
A review by blackferrum
Istana Merah (The Red Palace) by June Hur
dark
emotional
lighthearted
mysterious
tense
medium-paced
- Plot- or character-driven? Plot
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? Yes
5.0
Setelah Deep Rooted Tree, rasanya masih sama. Korean hisfic never fails me. Selama ini agak menghindari baca k-lit karena berasa kayak nonton drama yang mana mending langsung aja nonton karena udah jadi kebiasaan. Visualisasinya lebih ngena drama, that's why.
The Red Palace ternyata mengambil beberapa bagian dari cerita Pangeran Jangheon atau juga dikenal sebagai Pangeran Sado. Kegemparan melanda ibu kota setelah penemuan sejumlah mayat yang diduga dibantai dengan kejam di Hyeminseo. Hyeon, perawat istana, mau tidak mau harus terlibat karena mentornya menjadi tersangka.
Berbagai petunjuk muncul satu per satu, mengarah pada Sang Pangeran. Namun, menuduh keluarga kerajaan adalah kejahatan tak termaafkan, bahkan dapat diganjar hukum mati. Bersama inspektur termuda kepolisian, Eojin, Hyeon berusaha mengikuti petunjuk lebih jauh untuk membuktikan keterlibatan Pangeran Jangheon atau justru ada pelaku lain yang masih berkeliaran bebas.
Seperti biasa, kena sindrom bintang lima jadi nggak bisa berpikir jernih a.k.a bingung harus nulis reviu yang proper. Buku ini memenuhi beberapa ekspektasiku, termasuk di antaranya pengelolaan hasil riset dan penjelasan mengenai suatu istilah yang sama sekali nggak bikin mutar mata karena bosan. Plus, romansanya (seperti kata penulis) cuma pegang porsi sekitar 20%, tapi membekas banget!
Oke, bahas soal karakter, aku suka sama Hyeon. 3D, punya background bagus, dan sisi emosinya nyantol sampai akhir. Label anak haram yang disematkan justru menempel terus sepanjang alur, berpengaruh juga. Beberapa bagian waktu penyelidikan sempat hampir tersandung karena statusnya ini. Kejam banget bisa dibilang label ini. I mean, anak haram memangnya nggak butuh hidup? Apalagi cewek. Perempuan pada masa itu kayak nggak ada harganya, ya, even dia permaisuri.
Karakter-karakter di sini "hidup" semua by the way. Berasa nonton drama langsung, padahal belum ada drama betulannya (semoga diadaptasi wkwk).
Unsur sejarahnya yang aku suka. Kalau nggak begini nggak akan tahu atau mencari tahu, sih. Jadi, TRP jadi trigger buat baca lagi kisah Pangeran Sado. Enggak bisa komen lebih banyak soal ini selain ikut pedih sama kisah hidupnya. I wish, dokter kejiwaan muncul pada era itu, walaupun agak sangsi masalah mental bakal jadi perhatian utama, mengingat era ini aja pergi ke psikolog masih dianggap gila.
Seneng banget bisa nemu buku yang bakal kukasih bintang 5 di akhir tahun begini, mengingat biasanya mood bacaku hancur-hancuran menjelang akhir tahun. Terjemahannya oke juga. Ada typo yang cukup kentara di satu bagian dialog--salah penempatan tanda kutip, jadi rancu itu kalimat langsung atau bukan--tapi isokey, semoga kalau cetak ulang bisa diperbaiki.
Ini salah satu hisfic yang wajib dibaca sekali seumur hidup.
The Red Palace ternyata mengambil beberapa bagian dari cerita Pangeran Jangheon atau juga dikenal sebagai Pangeran Sado. Kegemparan melanda ibu kota setelah penemuan sejumlah mayat yang diduga dibantai dengan kejam di Hyeminseo. Hyeon, perawat istana, mau tidak mau harus terlibat karena mentornya menjadi tersangka.
Berbagai petunjuk muncul satu per satu, mengarah pada Sang Pangeran. Namun, menuduh keluarga kerajaan adalah kejahatan tak termaafkan, bahkan dapat diganjar hukum mati. Bersama inspektur termuda kepolisian, Eojin, Hyeon berusaha mengikuti petunjuk lebih jauh untuk membuktikan keterlibatan Pangeran Jangheon atau justru ada pelaku lain yang masih berkeliaran bebas.
Seperti biasa, kena sindrom bintang lima jadi nggak bisa berpikir jernih a.k.a bingung harus nulis reviu yang proper. Buku ini memenuhi beberapa ekspektasiku, termasuk di antaranya pengelolaan hasil riset dan penjelasan mengenai suatu istilah yang sama sekali nggak bikin mutar mata karena bosan. Plus, romansanya (seperti kata penulis) cuma pegang porsi sekitar 20%, tapi membekas banget!
Oke, bahas soal karakter, aku suka sama Hyeon. 3D, punya background bagus, dan sisi emosinya nyantol sampai akhir. Label anak haram yang disematkan justru menempel terus sepanjang alur, berpengaruh juga. Beberapa bagian waktu penyelidikan sempat hampir tersandung karena statusnya ini. Kejam banget bisa dibilang label ini. I mean, anak haram memangnya nggak butuh hidup? Apalagi cewek. Perempuan pada masa itu kayak nggak ada harganya, ya, even dia permaisuri.
Karakter-karakter di sini "hidup" semua by the way. Berasa nonton drama langsung, padahal belum ada drama betulannya (semoga diadaptasi wkwk).
Unsur sejarahnya yang aku suka. Kalau nggak begini nggak akan tahu atau mencari tahu, sih. Jadi, TRP jadi trigger buat baca lagi kisah Pangeran Sado. Enggak bisa komen lebih banyak soal ini selain ikut pedih sama kisah hidupnya. I wish, dokter kejiwaan muncul pada era itu, walaupun agak sangsi masalah mental bakal jadi perhatian utama, mengingat era ini aja pergi ke psikolog masih dianggap gila.
Seneng banget bisa nemu buku yang bakal kukasih bintang 5 di akhir tahun begini, mengingat biasanya mood bacaku hancur-hancuran menjelang akhir tahun. Terjemahannya oke juga. Ada typo yang cukup kentara di satu bagian dialog--salah penempatan tanda kutip, jadi rancu itu kalimat langsung atau bukan--tapi isokey, semoga kalau cetak ulang bisa diperbaiki.
Ini salah satu hisfic yang wajib dibaca sekali seumur hidup.