A review by ossyfirstan
The Case We Met by Flazia

4.0

32-2020
Aku ketiduran membaca ini di 5 halaman pertama. Tapi aku teringat, dua minggu lalu, aku ketiduran di dua puluh menit pertama It's Okay Not To Be Okay, tapi ternyata aku menyukainya tatkala melanjutkannya---setelah mungkin berjuta hari tak pernah nonton drakor lagi. Jadi aku pikir, mari kita lanjutkan. Di seratusan halaman pertama, aku kembali ketiduran. Novel ini baru lancar dan langsung habis ketika aku melanjutkannya di 200an hingga selesai. Mungkin hubunganku dengan novel ini sama dengan tiap aku membaca horor seperti Nightmare series Gagas dulu, atau buku Risa Saraswati, yang bukannya ngeri, tiap beberapa lembar aku tertidur. Sekalipun aku menyukainya, aku akan ketiduran dan menghabiskan berhari-hari untuk menyelesaikannya---karena terus ketiduran.

Aku mengacungi jempol-jempolku---total ada 4 jempol di tubuhku-- untuk riset yang terlihat tidak main-main (meski mungkin penulis menganggapnya mainan). Beberapa hal soal kedokteran dan hukum tak begitu kumengerti, tetapi aku tidak memusingkannya karena beberapa hal lain dijelaskan dengan mudah dicerna. Aku suka karena merah jambunya pelan-pelan dan tidak geradakan. Aku suka bagaimana Red digambarkan sebagai muslimah karena sebenarnya aku tak begitu suka novel berbau agama, tetapi TCWM bisa menghadirkan isu agama tanpa jadi buku hidayah. Kukira itu saja, karena short-term-memory yang agak buruk membuatku mulai lupa, tetapi aku menikmati membacanya.
Sukses untuk penulisnya, kutunggu kisah dokter-dokter dan lainnya. XD