Scan barcode
A review by tsamarah
Perempuan Rok Ungu by Natsuko Imamura
dark
mysterious
reflective
fast-paced
- Plot- or character-driven? Plot
- Strong character development? No
- Loveable characters? No
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? No
3.0
Perempuan Rok Ungu merupakan sebuah karya tulis Natsuko Imamura yang menceritakan tentang sebuah kisah hidup seorang perempuan yang terkenal memakai rok ungu, dari yang semula terlihat urakan dengan pekerjaan tak menentu lalu menjadi seorang perempuan dengan karir yang cukup baik namun kemudian terlibat dalam sebuah skandal yang tidak terduga. Karya tulis ini tidak tebal, hanya sekitar 116 halaman, yang penceritaannya menggunakan sudut pandang orang luar melalui seorang karakter yang dijuluki sebagai Perempuan Kardigan Kuning.
Kisah pendek ini menjelajahi tantangan seorang perempuan di kehidupan masyarakat modern, khususnya mengenai kehati-hatian dalam menjalin sebuah hubungan sosial bagi perempuan. Pembaca dapat melihat bagaimana perkembangan komunikasi dan status sang Perempuan Rok Ungu, namun satu hal yang menjadi ironi yang sepertinya secara intensional ditunjukkan oleh penulis adalah mentalitas sang karakter yang tidak berkembang sama sekali di tengah hidupnya yang terkesan membaikāPerempuan Rok Ungu secara konsisten menampakkan karakter yang baik, tetapi sangat lugu dan mudah percaya dengan orang lain tanpa memikirkan mana yang baik dan buruk.
Jika dilihat, sikap naif sang perempuan mungkin terdengar aneh karena tidak mungkin ada seseorang yang sebegitunya tidak memahami petunjuk sosial. Namun nyatanya, sosok Perempuan Rok Ungu ini juga merupakan refleksi atas manusia-manusia yang memiliki pengalaman atau kepribadian yang serupa dengan sang karakter utama. Oleh karena itu, Imamura seperti ingin menyampaikan pesan bahwa ada pentingnya bagi manusia untuk tetap memiliki kehidupan sosial yang baik, setidaknya untuk menjaga diri sendiri dan membawa pendirian yang teguh di kalangan masyarakat.
Hal yang sama juga terlihat dari bagaimana Perempuan Kardigan Kuning bersikap sebagai narator cerita; posisinya yang terkesan unreliable (tidak dapat dipercaya) dengan kerap kali menunjukkan obsesinya terhadap Perempuan Rok Ungu adalah sebuah contoh seseorang yang juga kurang mampu memahami petunjuk sosial dan membedakan tingkah laku yang benar dan salah. Menariknya, posisi sang narator yang rancu ini mengundang sebuah ketertarikan dan rasa penasaran atas maksud tujuannya dalam "mengobservasi" Perempuan Rok Ungu: apakah Kardigan Kuning memiliki hasrat terpendam bagi si karakter utama, memiliki kekaguman yang berlebih, atau berkeinginan menjadi si karakter?
Sayangnya, walaupun buku tersebut memiliki tema yang kompleks dan relevan, gaya penulisan Imamura kurang mampu mendukung penyampaian tema yang ada. Pengembangan cerita kurang memiliki detil yang jelas sehingga terlihat adanya celah antara satu adegan dengan adegan berikutnya, menjadikan alur cerita tersebut terkesan tergesa-gesa tanpa arah menentu. Hal ini juga memengaruhi bagaimana konklusi cerita dibentukātujuan penulis untuk menutup cerita dalam atmosfer ambigu yang mendorong pembaca menerka keadaan Perempuan Rok Ungu dan posisi Perempuan Kardigan Kuning di akhir cerita tersebut juga tidak terlalu tersampaikan dengan baik.
Pada akhirnya, jika ditanyakan apakah Perempuan Rok Ungu dapat direkomendasikan? Saya sendiri tidak bisa menentukan jawaban yang konkret; di sisi lain, saya akan merekomendasikan novel ini bagi penggemar karya penulis Jepang, terutama penulis perempuan atau cerita yang memiliki kehidupan perempuan sebagai topik utama. Tapi di sisi lain, saya merasa novel ini kurang direkomendasikan atas dasar penulisan yang tidak terlalu kukuh. Untuk novella ini, saya kembalikan lagi ke rasa ketertarikan pembaca masing-masing.
Kisah pendek ini menjelajahi tantangan seorang perempuan di kehidupan masyarakat modern, khususnya mengenai kehati-hatian dalam menjalin sebuah hubungan sosial bagi perempuan. Pembaca dapat melihat bagaimana perkembangan komunikasi dan status sang Perempuan Rok Ungu, namun satu hal yang menjadi ironi yang sepertinya secara intensional ditunjukkan oleh penulis adalah mentalitas sang karakter yang tidak berkembang sama sekali di tengah hidupnya yang terkesan membaikāPerempuan Rok Ungu secara konsisten menampakkan karakter yang baik, tetapi sangat lugu dan mudah percaya dengan orang lain tanpa memikirkan mana yang baik dan buruk.
Jika dilihat, sikap naif sang perempuan mungkin terdengar aneh karena tidak mungkin ada seseorang yang sebegitunya tidak memahami petunjuk sosial. Namun nyatanya, sosok Perempuan Rok Ungu ini juga merupakan refleksi atas manusia-manusia yang memiliki pengalaman atau kepribadian yang serupa dengan sang karakter utama. Oleh karena itu, Imamura seperti ingin menyampaikan pesan bahwa ada pentingnya bagi manusia untuk tetap memiliki kehidupan sosial yang baik, setidaknya untuk menjaga diri sendiri dan membawa pendirian yang teguh di kalangan masyarakat.
Hal yang sama juga terlihat dari bagaimana Perempuan Kardigan Kuning bersikap sebagai narator cerita; posisinya yang terkesan unreliable (tidak dapat dipercaya) dengan kerap kali menunjukkan obsesinya terhadap Perempuan Rok Ungu adalah sebuah contoh seseorang yang juga kurang mampu memahami petunjuk sosial dan membedakan tingkah laku yang benar dan salah. Menariknya, posisi sang narator yang rancu ini mengundang sebuah ketertarikan dan rasa penasaran atas maksud tujuannya dalam "mengobservasi" Perempuan Rok Ungu: apakah Kardigan Kuning memiliki hasrat terpendam bagi si karakter utama, memiliki kekaguman yang berlebih, atau berkeinginan menjadi si karakter?
Sayangnya, walaupun buku tersebut memiliki tema yang kompleks dan relevan, gaya penulisan Imamura kurang mampu mendukung penyampaian tema yang ada. Pengembangan cerita kurang memiliki detil yang jelas sehingga terlihat adanya celah antara satu adegan dengan adegan berikutnya, menjadikan alur cerita tersebut terkesan tergesa-gesa tanpa arah menentu. Hal ini juga memengaruhi bagaimana konklusi cerita dibentukātujuan penulis untuk menutup cerita dalam atmosfer ambigu yang mendorong pembaca menerka keadaan Perempuan Rok Ungu dan posisi Perempuan Kardigan Kuning di akhir cerita tersebut juga tidak terlalu tersampaikan dengan baik.
Pada akhirnya, jika ditanyakan apakah Perempuan Rok Ungu dapat direkomendasikan? Saya sendiri tidak bisa menentukan jawaban yang konkret; di sisi lain, saya akan merekomendasikan novel ini bagi penggemar karya penulis Jepang, terutama penulis perempuan atau cerita yang memiliki kehidupan perempuan sebagai topik utama. Tapi di sisi lain, saya merasa novel ini kurang direkomendasikan atas dasar penulisan yang tidak terlalu kukuh. Untuk novella ini, saya kembalikan lagi ke rasa ketertarikan pembaca masing-masing.
Graphic: Violence, Stalking, and Sexual harassment