Scan barcode
A review by blackferrum
Induk Gajah by Ira Gita Sembiring, Ira Gita Sembiring
emotional
funny
inspiring
lighthearted
reflective
fast-paced
5.0
Sebelum masuk ke bagian reviu, aku mau nyematin kata-kata yang sering banget didengar, dibaca, dan dilihat, tapi juga sering banget dilupain.
"... berhenti menggantungkan nilai diri dari komentar orang lain. Ini cara paling awal agar terbebas dari rasa insecure. Kalau kita hanya hidup dengan pujian orang lain, kita akan mati dengan kritikan atau celaan mereka semua."
Induk Gajah ini semacam autobiografi penulis, tapi lebih fokus menyoroti hubungan penulis dengan ibunya. Induk Gajah selalu kasih Ira berbagai macam tips agar bisa kurus. Enggak peduli mau dikasih minuman yang rasanya nggak keruan atau menjalani program diet herbal yang harganya nggak murah, pokoknya Ira harus nurut. Kurus itu bagi Induk Gajah adalah kunci agar jodoh mendekat. "Kalau gemuk siapa yang mau ngelirik?" Kira-kira begitulah prinsip si Induk Gajah.
Agaknya body shamming nggak pernah menjadi hal yang bisa dilumrahkan. Yah, namanya aja shame, apalagi yang jadi poin tudingannya itu badan. Jelas bukan perkara yang enak buat dibahas. Maunya sih ya hidup-lo-urusan-lo, tapi gimana mau melawan balik atau simpelnya nggak menghiraukan kalau yang jadi pelaku itu justru ibu sendiri?
Di awal buku udah dikasih penjelasan kalau buku ini nggak ada maksud sama sekali buat memojokkan atau menjelekkan Induk Gajah dan poin ini tersampaikan. Emang sih nyebelin lihat cara Induk Gajah ini memaksakan konsep kurus = bakal ada cowok yang suka = jodoh = menikah dengan tenang, tapi di balik usaha-usahanya ini justru bikin pembaca makin aware sama isu beauty image, apalagi menjelaskan konsepnya ke orang paling dekat sama kita.
Bagian paling menarik dan memikat dari buku ini adalah tulisan Kak Ira yang super nyaman dibaca. Beberapa kali baca semi-autobiografi atau biografi kebanyakan masih ada kesan "angkuh", di buku ini justru nggak ada kesan tersebut. SAMA SEKALI. Aku nggak merasa lagi dikasih cerita hidup yang menonjolkan keunggulan tokohnya, justru pengalaman Kak Ira yang nggak mudah juga buat diceritakan ini bikin perasaanku campur aduk. Di satu sisi aku merasa terhibur, di sisi lain juga simpatik. Tapi, lebih banyak perasaan terhiburnya sih, kayak perjalanan memaafkan orang yang paling disayang itu jadi poin yang menonjol.
Suprisingly, buku ini bikin aku makin termotivasi buat melatih tulisan biar bisa sekalem plus sebagus ini. Hahaha jadi salah fokus. Intinya, sangat direkomendasikan buat dibaca!