A review by renpuspita
The Fellowship of the Ring: Sembilan Pembawa Cincin by J.R.R. Tolkien

adventurous lighthearted tense slow-paced
  • Plot- or character-driven? Plot
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? No

4.0

 4 bintang

BUKU PERTAMA YANG GUE SELESAI BACA DI TAHUN 2024!!

Review mengandung beberapa spoiler karena ada perbandingan dengan versi filmnya XD. Silakan klik "view spoiler" jika berkenan ;3

Gue mungkin termasuk yang telat baca buku LOTR despite already watch the trilogy (extended version ofc) for many times. Waktu LOTR dulu pertama tayang, itu di akhir tahun 2001 dimana gue masih  kelas 3 SMP dan lebih milih nonton Harry Potter. Kek, ya gue sebagai anak SMP waktu itu emang ga banyak baca buku fantasy dan lebih milih Harpot yang secara umur ga jauh beda ma gue kan. Bahkan gue anggap LOTR waktu itu "wah apa nich mau nyaingin HP yah??".

How wrong I am, lel.

Gue akuin untuk Fellowship of the Ring ini baik buku maupun filmnya, sama - sama boring pada awalnya XD. Untuk film, Fellowship memang my least favorite from LOTR trilogy sedangkan untuk buku pendapat gue belum final karena gue belum baca Two Towers dan Return of the King. Gue sendiri nonton filmnya untuk versi extended baru di tahun 2010an, itu juga dapat bajakan (tahun segitu ya gaes, yang streaming resmi2 belum banyak. Gomennasai, wkwk). Nonton extended emang bikin gue jatuh cinta dan nyesel kenapa dulu pas LOTR pertama diputer gue ga nonton di bioskop ya? Meski setelahnya tahu ada bukunya, gue juga ga baca2 bukunya, sampai akhirnya kawan - kawan BBI menghadiahkan gue boxset terjemahan Lord of the Rings (plus The Hobbit) untuk hadiah pernikahan gue di 2013 (MAKASIH YA GAES. GUE TERHARU, HUHUHU).

Sayangnya, bahkan dengan usaha gue di 2013 untuk baca Fellowship itu gagal karena gue ngerasa "kok..bosen yah?". Tiap tahun gue bikin resolusi baca, pokoknya minimal harus selesai baca trilogy LOTR dan sekian tahun berlalu pun masih ga kesampaian. Lucunya lagi, gue tuh baca The Silmarillion DULUAN. Kacau ga tuh? Harusnya baca LOTR dulu, ini malah baca compendiumnya, wkwkwk. Akhirnya di penghujung 2023 lalu, gue bener - bener maksain diri buat baca Fellowship of the Ring dan sesuai dugaan gue.. iyah BOSEN BANGET. Gue sempat berhenti sampai 1,5 bulan sebelum lanjut baca di awal Januari 2024 and finally, I DID IT!

Panjang bener ini curhatan dan intermezzonya, reviewnya mana Ren?

SABAAR XD

Ga berlebihan rasanya kalau gue bilang awal - awal Fellowship itu sangat membosankan dan kering kerontang. Disini gue mengagumi Peter Jackson yang dengan segala upaya berusaha memampatkan kisah Frodo dkk di buku pertama menjadi film 3 jam dan tetap patuh sama bukunya meski ya BANYAK SEKALI penyesuaiannya karena kendala durasi film. Beberapa hal - hal yang beda antara film dan bukunya ada disini:

1. Pippin dan Merry nyolong kembang api di Pesta Bilbo itu cuma ada di film aja. Gue merasa karakterisasi Pippin dan Merry lebih kocak dan playful di film, karena di buku kayak biasa banget
2. Selang dari Pesta Bilbo sampai Frodo berangkat perjalanan itu kalau di buku sampai belasan tahun! Jadi waktu pesta ultah Bilbo, Frodo masih 30an dan saat berangkat dia udah mau 50an. Eniwei, untuk ukuran hobbit, umur 50an ini masih jelang dewasa ya. Karena umur mereka emang termasuk panjang.
3. Kalau di film, terasa banget kan buru - burunya Frodo sama Sam pergi dari Shire. Nah, di buku tuh Frodo aja masih sempat jual rumahnya! XD Seriusan, pace bukunya se-slow itu. Frodo bahkan masih sempat ketemu elf yang nantinya akan melindungi mereka dari kejaran ringwraith untuk sementara. Adegan yang menurut gue sayang dihilangkan di film karena adegan ini nunjukin kalau Frodo sangat paham bahasa Elf dan berteman baik dengan mereka.
4. Pippin dan Merry ga memergoki Frodo di ladang Farmer Maggot kayak di film tapi mereka ikut dengan sukarela dan udah siap banget. Frodo aja masih sempat minum teh di rumah Farmer Maggot. Meski udah kerasa mulai intense, vibe perjalanan Frodo dkk berasa kayak piknik aja. Bahkan naik ferry ke Bree aja dianterin, bukannya dikejar - kejar Ringwraith
5. Ada beberapa bab yang dipangkas sama Peter Jackson dan semua bab ini ada hubungannya dengan Tom Bombadil. Gue ga terlalu paham kenapa sampai 4 bab ga diceritain di film, mungkin dirasa ga ada tokoh Tom pun gapapa karena ternyata di animasi versinya Ralph Bakhsi pun si Tom ini juga ga ada. Padahal Tom Bombadil sendiri menarik karena dia dianggap entitas terpisah dari semua makhluk di Middle Earth. Sampe gue ngira mungkin Tom ini salah satu personifikasinya Eru Iluvatar, penciptanya Middle Earth. Bisa jadi tokoh Tom tidak ada supaya fokus cerita di film ga kepecah kemana - mana
6. Berbeda dengan film dimana pecahan pedang Narsil (pedangnya Isildur) ditaruh di Rivendell, di bukunya Aragorn malah bawa kemana - mana si Narsil ini. Bahkan pedangnya ditempa kembali dan dinamai Anduril itu ya sejak buku 1, bukannya kayak di film baru dikasih ke Aragorn pas malem sebelum perang lawan Sauron di Pelenor Fields. Karakter dan sifat Aragorn emang bedanya mayan antara film dan buku. Kalau di film, Aragorn itu terasa seperti karakter yang ragu untuk jadi Raja Gondor, sementara di buku udah pede aja meski kadang juga agak ragu (tapi ga separah di film). Walau aura suramnya masih tetep sama, tapi gue merasa Aragorn versi film (kyaa, Viggo Mortensen, kyaaa XD) itu agak lebih lembut ketimbang versi bukunya yang lebih kasar dan tegas
7. Yang membawa Frodo ke Rivendell naik kuda bernama Asfaloth tuh bukan Arwen, tapi Glorfindel!! Yup, ini salah satu bagian yang kalau gue baca2 di forum dan wiki banyak yang protes juga. Di buku, Frodo naik Asfaloth sendirian walau tetep didampingi Glorfindel di sampingnya.
8. Jangan berharap ada kisah romansa Arwen dan Aragorn yang melankoli di filmnya itu ada juga di bukunya, karena di buku cuma dibahas sekilas. Bahkan penampilan Arwen aja juga cuma 1-2 kalimat XD. Arwen di buku kebanyakan emang diceritakan dari sudut pandang orang lain, seperti Aragorn atau Galadriel. Plus kalung Evenstar yang dipakai Aragorn tuh ga dikasihkan sama Arwen kalau di bukunya, tapi oleh Galadriel. Gue merasa di film mungkin supaya berasa romantis, sementara kalau di buku lebih ke arah Galadriel memberikan restunya sama Aragorn selain jadi Raja Gondor juga jadi pendampingnya Arwen mengingat Galadriel tuh neneknya Arwen juga.
9. Adegan Dewan Penasihat Elrond jauh lebih intense di filmnya. Kalau di buku ya kayak rapat biasa aja plus banyak trivia tentang sejarah Middle Earth yang bakal jelas kalau abis selese trilogynya, lanjut the Silmarillion. Jadi di buku ga ada tuh adegan "One doesn't simply walk to Mordor" atau "You have my sword/bow/axe", hehehe. Bahkan walau Dwarf dan Elf emang ga akur, tapi ga kelihatan rasa permusuhan antara Gimli dan Legolas, ga kayak di film yang kelihatan banget.
10. Dari cerita Gandalf pas dia ditawan Saruman, ternyata Gandalf masih sempat ke Rohan dan bahkan dikasih kuda yang dinamain Shadowfax. Di film Fellowship emang ga ada dan kalau dah nonton Two Tower langsung dibilang kalau Shadowfax itu Mearas, salah satu kuda sihir. Aslinya kalau di buku ya, emang Mearas sih, tapi kudanya ternyata dikasih sama Theoden bukan tahu - tahu ada XD
11. Kalau di film habis adegan Dewan Elrond, Frodo bersama Sam, Pippin, Merry terus Gandalf, Aragorn, Gimli, Legolas dan Boromir ditahbiskan sama Elrond jadi Fellowship of the Ring dan langsung buru - buru pergi jalan ke Mount Doom; nah di buku tidak begitu ya bestie. Frodo masih sempat bermukim di Rivendell sampai dua bulan sambil nungguin Aragorn balik dari perjalanan bareng kakaknya Arwen (Elohir & Elladan) buat mata - matain pergerakan musuh. Santai banget ga sih? XD
12. Adegan - adegan selanjutnya lewat Caradhras, tambang Moria,  Gandalf gugur ngelawan Balrog dan akhirnya rombongan pergi ke Lothlorien itu hampir sama antara buku dan film meski dengan beberapa penyesuaian. Ada beda yang cukup menarik karena di buku Frodo ga sendirian pas melihat ke cerminnya Galadriel karena ada Sam juga. Tapi ini cuma perubahan kecil aja dan ga terlalu ngefek juga ke cerita secara keseluruhan. Karena toh adegan Galadriel yang nolak godaan Cincin itu masih ada dan bahkan jauh lebih bagus diadaptasi di filmnya.
13. Ending film dan buku BEDA BANGET SEBEDA - BEDANYAAAA. Kalau di film kan diakhiri dengan kematian Boromir, nah di buku tuh Boromir tuh masih hidup. Bahkan ga ada istilah Uruk-hai di buku ini. Gue curiga kematian Boromir dan kemunculan Uruk hai tuh aslinya ada di buku Two Towers tapi biar filmnya berakhir dengan lebih dramatis lagi maka adegan kematian Boromir ini dicepetin.


Panjang ya spoiler buat bandingin film dan bukunya, and maybe I will repeat it again for Two Towers and Return of the King XD. Gue merasa baik film maupun buku punya daya tariknya masing - masing. Terlepas dengan begitu banyaknya perbedaan antara buku dan film, gue bersyukur buat nonton filmnya dulu baru baca bukunya sehingga ngedumelnya ga separah waktu dulu baca The Hobbit terus nonton filmnya (Huh, Tauriel? Siapa tuh Tauriel??). Meski boring dan kering pada awalnya, pace ceritanya mulai seru setelah Frodo sampai di Rivendell dan mulai perjalanan untuk menghancurkan cincin. Jadi setengah bagian pertama buku emang bikin ngantuk sampai gue aja berhenti baca 1,5 bulan, tapi bagian keduanya seru sampai gue baca tiap hari (sambil update reading thread juga sih). Prof Tolkien emang kalau nulis deskripsinya astaga panjang bener dan mampir kesana - kemari, tapi gue dapatin gue juga sebenarnya menikmati baca karena banyak hal - hal di buku yang ga ada di film. Prof Tolkien juga banyak memasukkan unsur puisi dan lagu - lagu, yang membuat aura magis LOTR semakin kental dan kaya. Karena layaknya fantasy jaman dulu, tradisi penceritaan masih banyak dari mulut ke mulut. Untuk terjemahannya bagus dan minimal mudah diikuti. Bahkan gue kagum sama terjemahan puisi dan lagunya yang bisa banget berima, walau gue juga penasaran sama versi aslinya kayak gimana. Yang gue perhatikan untuk dialog emang banyak tanda seru dan kata "Aduh! Ternyata bla bla bla", yang malah jadi lucu waktu dibaca, apa mungkin kecenderungan orang jaman dulu yang dramatis XD.

Salah satu buku fantasy yang menurut gue masuk dalam daftar buku yang minimal dibaca sekali dalam seumur hidup, apalagi kalau kamu ngakunya fans genre fantasy :D. Mana yang lebih baik, apakah nonton filmnya dulu atau baca bukunya? Kalau gue, emang mending nonton filmnya dulu baru baca bukunya, karena bedanya cukup jauh. Plus, perlakukan keduanya sebagai media yang berbeda, karena filmnya bagus (and majestic af!) tapi bukunya juga bagus dan kalau kamu penyuka buku yg world buildingnya detail plus deskriptif, you will enjoy the book more. Tentunya agak sabar pas baca bagian pertamanya yang emang agak bosenin itu, karena setelahnya ceritanya baru mulai menarik!

Expand filter menu Content Warnings