Scan barcode
A review by ruangtitikkoma
Boulder by Eva Baltasar
adventurous
challenging
dark
emotional
informative
inspiring
sad
medium-paced
- Plot- or character-driven? A mix
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? Yes
4.0
Novel singkat yang kuat. Naratornya adalah seorang perempuan yang mencintai kesendirian, kesunyian, dan kebebasan. Dalam usahanya menggapai itu, mendaftar sebagai juru masak di kapal. Ia menikmati kehidupan barunya, hingga lalu jatuh cinta pada perempuan yang bertemu tanpa sengaja, Samsa.
Samsa yang memberikan nama Boulder untuk narator. Terlibat dalam cinta panas yang menggairahkan, suatu hari Boulder setuju akhirnya menetap untuk bisa bersama Samsa.
Kehidupan berubah ketika Samsa memutuskan memiliki anak. Rasa takut kehilangan, membuat Boulder tidak melakukan penolakan, meski ia tahu ia tidak ingin ada kehadiran anak di tengah mereka.
Namun Samsa berbeda. Akhirnya lahirlah Tinna. Mereka hidup bertiga, dan Boulder merasakan keasingan, keanehan dalam hidup baru mereka. Di sisi lain, Tinna yang polos secara pelan membuat Boulder merasakan ikatan keluarga. Boulder juga terasa mulai menyayangi Tinna. Meski ada penolakan dalam dirinya sendiri. Di sisi lain, kecemburuan melanda Boulder. Ia merasa sekarang menjadi orang asing untuk Samsa.
Eva, dengan narasinya yang menghentak, seolah sedang berteriak sekaligus tertekan, tapi disampaikan dalam sunyi. Dunia yang bergerak di kehidupan nyata tokoh utama berlawanan dengan apa yang ia pikirkan. Suara yang tertahan karena kekhawatiran merusak tatanan, ketakutan akan kehilangan, sekaligus tanpa bisa menyanggah ada juga muncul penerimaan atas bentuk ikatan yang tidak bisa dienyahkan.
Ada bagian yang menarik juga, ketika Eva memberikan gambaran bagaimana situasi tubuh perempuan yang hamil dan akan melahirkan. Bagaimana perubahannya, pengaruh hormonnya. Pembaca di sisi lain jadi bisa membayangkan bagaimana seorang perempuan yang tidak berada sepenuhnya dalam kendali untuk memiliki tubuhnya. Tidak mudah bagi yang menjalani, juga orang-orang di sekitarnya. Namun, ketika sudah melahirkan, seolah-olah semua “penderitaan” itu terlupakan. Kehadiran anak, menggantikan penuh menjadi kebahagiaan.
Dari sini juga terpikir : ada garis pemisah antara orientasi seks dan naluri wanita sebagai seorang ibu. Adalah dua hal yang berbeda. Samsa seorang lesbian, tapi ia punya keinginan menjadi ibu. Dan ketika menjadi ibu, ia seperti pada umumnya. Ketertarikan secara seksual tetap pada perempuan. Pun bagi Boulder, seorang lesbian, tidak ingin menjadi ibu. Tapi naluri pengasihan, perawatan, kelembutan, tetap mengalir tanpa ia sendiri menyadarinya.
Dalam cerita singkat, gagasan; suara-suara kecil yang diabaikan atas realitas ini sepertinya cukup tersampaikan lewat Eva dalam “Boulder”.
Samsa yang memberikan nama Boulder untuk narator. Terlibat dalam cinta panas yang menggairahkan, suatu hari Boulder setuju akhirnya menetap untuk bisa bersama Samsa.
Kehidupan berubah ketika Samsa memutuskan memiliki anak. Rasa takut kehilangan, membuat Boulder tidak melakukan penolakan, meski ia tahu ia tidak ingin ada kehadiran anak di tengah mereka.
Namun Samsa berbeda. Akhirnya lahirlah Tinna. Mereka hidup bertiga, dan Boulder merasakan keasingan, keanehan dalam hidup baru mereka. Di sisi lain, Tinna yang polos secara pelan membuat Boulder merasakan ikatan keluarga. Boulder juga terasa mulai menyayangi Tinna. Meski ada penolakan dalam dirinya sendiri. Di sisi lain, kecemburuan melanda Boulder. Ia merasa sekarang menjadi orang asing untuk Samsa.
Eva, dengan narasinya yang menghentak, seolah sedang berteriak sekaligus tertekan, tapi disampaikan dalam sunyi. Dunia yang bergerak di kehidupan nyata tokoh utama berlawanan dengan apa yang ia pikirkan. Suara yang tertahan karena kekhawatiran merusak tatanan, ketakutan akan kehilangan, sekaligus tanpa bisa menyanggah ada juga muncul penerimaan atas bentuk ikatan yang tidak bisa dienyahkan.
Ada bagian yang menarik juga, ketika Eva memberikan gambaran bagaimana situasi tubuh perempuan yang hamil dan akan melahirkan. Bagaimana perubahannya, pengaruh hormonnya. Pembaca di sisi lain jadi bisa membayangkan bagaimana seorang perempuan yang tidak berada sepenuhnya dalam kendali untuk memiliki tubuhnya. Tidak mudah bagi yang menjalani, juga orang-orang di sekitarnya. Namun, ketika sudah melahirkan, seolah-olah semua “penderitaan” itu terlupakan. Kehadiran anak, menggantikan penuh menjadi kebahagiaan.
Dari sini juga terpikir : ada garis pemisah antara orientasi seks dan naluri wanita sebagai seorang ibu. Adalah dua hal yang berbeda. Samsa seorang lesbian, tapi ia punya keinginan menjadi ibu. Dan ketika menjadi ibu, ia seperti pada umumnya. Ketertarikan secara seksual tetap pada perempuan. Pun bagi Boulder, seorang lesbian, tidak ingin menjadi ibu. Tapi naluri pengasihan, perawatan, kelembutan, tetap mengalir tanpa ia sendiri menyadarinya.
Dalam cerita singkat, gagasan; suara-suara kecil yang diabaikan atas realitas ini sepertinya cukup tersampaikan lewat Eva dalam “Boulder”.