Scan barcode
A review by aynsrtn
Raga, Rasa, Elora by Stanza Alquisha
emotional
hopeful
lighthearted
reflective
relaxing
fast-paced
- Plot- or character-driven? Character
4.5
Membaca buku ini serasa mengikuti perjalanan Raga, sang protagonis, dalam mencari jati diri, menggapai cita, berdamai dengan luka dan masa lalu, serta memilih cinta.
Premisnya unik dan apik. Tentang Raga yang bisa mengecap rasa kata atau disebut dengan Sinestesia. Hal itu membuat Raga bisa "merasakan" nama dan kata. Ada yang membuatnya meringis, mual, lezat, tapi ada satu nama yang mengingatkannya akan teh melati buatan Enin—mendiang Neneknya—yaitu nama Elora. Nama seorang gadis tomboi yang jago basket di SMA-nya yang membuat Raga pertama kali ingin mengecap rasanya jatuh cinta.
Dalam 70% cerita mengisahkan Raga dan fase coming of age-nya. Jujur saat awal aku membaca buku ini, aku merasa seperti Raga—penceritaannya menggunakan sudut pandang "aku" yaitu Raga—sedang mengenang masa lalunya; dari dia kecil atau tepatnya SD. Dan iya, kesananya diajak mengenal Raga dan segala dinamikanya. Dari masa lalu, masa kini, sampai masa depannya Raga.
Biasanya kalau masa remaja pasti ada aja yang ngeselinnya, nah sama kayak sifatnya Raga pas masa SMA. Namun anehnya, aku merasa cukup memahami akan apa yang dilakukan Raga waktu remaja. Justifikasinya jelas mengapa Raga "mencoba" jadi rebel atau kata lagu zaman sekarang, "disitulah kau mulai terbawa arus". Tapi, untungnya, hanya coba-coba, ya. Masa remaja adalah masa trial and error. So, it's understandable.
Dinamika Raga dan Andrian sebagai bestie duo bener-bener klop banget. Ada fase Raga yang lebih akrab ke temen-temen yang lain, tapi ujungnya tetap balik lagi ke Andrian. Levelnya sahabat rasa keluarga. Konflik dan polemik Raga dan Ibunya feat. Om Ikan Tongkol [ku ketawa tiap Raga julukin ayah tirinya ikan tongkol karena rasa namanya mirip ikan tongkol, haha]—membawa Raga ke proses penerimaan dan pendewasaan. Tapi, momen yang hangat di dada bagiku adalah hubungan Raga dengan Enin, Neneknya. Jadi mengingatkanku ke mendiang Nenekku :""
Lalu, bagaimana dengan urusan cinta Raga? Nah, ini poin penting dari buku ini. Awalnya aku kesal juga sama si Raga, ini anak bucin banget sama si Elora yang menurutku agak red flag. Heran, kan? Biasanya cowok red flag menghiasi novel romansa, ceweknya yang green flag. Di sini kebalikannya. Raga, kamu terlalu baik untuk Elora—tapi di fase kedua ternyata hampir [atau malah udah] red flag juga nih si Raga. Untuk urusan asmara, aku komentarnya segitu saja karena nanti keterusan dan takut jadi spoiler. Pokoknya GONG-nya ada di situ, hehe.
Aku sempet takut sama ending-nya. Sampai di chapter 36—chapter terakhir—ku bacanya pelan-pelan sambil berucap, "please ... banget ... please ..." dan akhirnya ending-nya sesuai yang ku harapkan. Sungguh sangat realistis! Thank you, author! *chef kiss*
Satu hal lagi yang ku suka adalah penulisannya rapi. Tidak ada plot yang dragging, tidak ada tulisan yang typo [selama aku baca kayaknya aku nggak nemu yang typo], cara berceritanya pelan tapi jelas, apalagi pas bahas soal teh. Kebetulan aku juga suka minum teh, hehe. Pokoknya suka semuanya deh! *chef kiss lagi*
Akhir kata, buku dengan paket komplit tentang keluarga, persahabatan, berjuang akan hidup, meraih cita dan cinta dari seorang cowok Bandung yang dapat merasa kata.
Ps. dan juga membuktikan bahwa cowok Bandung bisa juga tidak berlaku cap ✨️playboy doclang✨️ [mungkin hanya di buku ini, haha]
Suka! 💐
Premisnya unik dan apik. Tentang Raga yang bisa mengecap rasa kata atau disebut dengan Sinestesia. Hal itu membuat Raga bisa "merasakan" nama dan kata. Ada yang membuatnya meringis, mual, lezat, tapi ada satu nama yang mengingatkannya akan teh melati buatan Enin—mendiang Neneknya—yaitu nama Elora. Nama seorang gadis tomboi yang jago basket di SMA-nya yang membuat Raga pertama kali ingin mengecap rasanya jatuh cinta.
Dalam 70% cerita mengisahkan Raga dan fase coming of age-nya. Jujur saat awal aku membaca buku ini, aku merasa seperti Raga—penceritaannya menggunakan sudut pandang "aku" yaitu Raga—sedang mengenang masa lalunya; dari dia kecil atau tepatnya SD. Dan iya, kesananya diajak mengenal Raga dan segala dinamikanya. Dari masa lalu, masa kini, sampai masa depannya Raga.
Biasanya kalau masa remaja pasti ada aja yang ngeselinnya, nah sama kayak sifatnya Raga pas masa SMA. Namun anehnya, aku merasa cukup memahami akan apa yang dilakukan Raga waktu remaja. Justifikasinya jelas mengapa Raga "mencoba" jadi rebel atau kata lagu zaman sekarang, "disitulah kau mulai terbawa arus". Tapi, untungnya, hanya coba-coba, ya. Masa remaja adalah masa trial and error. So, it's understandable.
Dinamika Raga dan Andrian sebagai bestie duo bener-bener klop banget. Ada fase Raga yang lebih akrab ke temen-temen yang lain, tapi ujungnya tetap balik lagi ke Andrian. Levelnya sahabat rasa keluarga. Konflik dan polemik Raga dan Ibunya feat. Om Ikan Tongkol [ku ketawa tiap Raga julukin ayah tirinya ikan tongkol karena rasa namanya mirip ikan tongkol, haha]—membawa Raga ke proses penerimaan dan pendewasaan. Tapi, momen yang hangat di dada bagiku adalah hubungan Raga dengan Enin, Neneknya. Jadi mengingatkanku ke mendiang Nenekku :""
Lalu, bagaimana dengan urusan cinta Raga? Nah, ini poin penting dari buku ini. Awalnya aku kesal juga sama si Raga, ini anak bucin banget sama si Elora yang menurutku agak red flag. Heran, kan? Biasanya cowok red flag menghiasi novel romansa, ceweknya yang green flag. Di sini kebalikannya. Raga, kamu terlalu baik untuk Elora—tapi di fase kedua ternyata hampir [atau malah udah] red flag juga nih si Raga. Untuk urusan asmara, aku komentarnya segitu saja karena nanti keterusan dan takut jadi spoiler. Pokoknya GONG-nya ada di situ, hehe.
Aku sempet takut sama ending-nya. Sampai di chapter 36—chapter terakhir—ku bacanya pelan-pelan sambil berucap, "please ... banget ... please ..." dan akhirnya ending-nya sesuai yang ku harapkan. Sungguh sangat realistis! Thank you, author! *chef kiss*
Satu hal lagi yang ku suka adalah penulisannya rapi. Tidak ada plot yang dragging, tidak ada tulisan yang typo [selama aku baca kayaknya aku nggak nemu yang typo], cara berceritanya pelan tapi jelas, apalagi pas bahas soal teh. Kebetulan aku juga suka minum teh, hehe. Pokoknya suka semuanya deh! *chef kiss lagi*
Akhir kata, buku dengan paket komplit tentang keluarga, persahabatan, berjuang akan hidup, meraih cita dan cinta dari seorang cowok Bandung yang dapat merasa kata.
Ps. dan juga membuktikan bahwa cowok Bandung bisa juga tidak berlaku cap ✨️playboy doclang✨️ [mungkin hanya di buku ini, haha]
Suka! 💐
Minor: Bullying