Take a photo of a barcode or cover
A review by greatangerine
Cigarette Girl by Ratih Kumala
emotional
informative
inspiring
sad
tense
medium-paced
- Plot- or character-driven? Plot
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? It's complicated
5.0
Ini dia cerita yang aku butuhkan sekarang hahahahahah. Cerita yang lain dari biasanya yang aku baca, sukses membawa angin segar. Menyampaikan sejarah melalui konsep yang berbeda, di mana menitikberatkan pada hubungan romansa antar karakternya, tapi berhasil menjabarkan informasi yang tetap dibutuhkan oleh pembaca. Awalnya mungkin agak skeptis dan takut membosankan, tapi ternyata nggak sama sekali. Plotnya pelan-pelan mengantarkan aku, si pembaca, ikut masuk ke dalam sebuah ikatan dan latar suasana yang dideskripsikan secara padat, tapi nggak mengabaikan detail yang ada.
Aku paling suka bagaimana narasi dan dialognya nggak bertele-tele, menyampaikan maksud dari pemikiran karakter-karakternya secara lugas. Bagaimana Idroes Moeria yang sangat berdedikasi terhadap kecintaannya, Roemaisa, dan keinginannya untuk merubah nasib lewat kretek yang ia racik sendiri meski banyaknya terpaan menghadang, hingga berhasil mengantarkannya pada sebuah moment besar bagi dirinya, keluarga, dan keturunan-keturunannnya, terutama anak pertamanya, Dasiyah atau yang biasa dipanggil Jeng Yah I. Kemudian lahirnya Kretek Djagad Raja yang turut menjadi bukti dan saksi betapa panjangnya perjalanan dan pengorbanan yang sudah keluarga Idroes Moeria alami. Tak hanya soal kreteknya, buku ini juga menyebut salah satu sejarah penting seperti keadaan di Kota M ketika G 30 S PKI terjadi dan melampirkan ilustrasi etiket dari tiap kretek yang ada pada saat itu.
Gaya penulisan menggunakan sudut pandang orang ke-satu dan ke-tiga. Alurnya maju-mundur, serta terdapat kosakata menggunakan bahasa Jawa mengingat latar tempatnya berada di Pulau Jawa, namun tetap dilengkapi terjemahan bahasa Indonesia sehingga pembaca tidak akan kebingungan.
Aku paling suka bagaimana narasi dan dialognya nggak bertele-tele, menyampaikan maksud dari pemikiran karakter-karakternya secara lugas. Bagaimana Idroes Moeria yang sangat berdedikasi terhadap kecintaannya, Roemaisa, dan keinginannya untuk merubah nasib lewat kretek yang ia racik sendiri meski banyaknya terpaan menghadang, hingga berhasil mengantarkannya pada sebuah moment besar bagi dirinya, keluarga, dan keturunan-keturunannnya, terutama anak pertamanya, Dasiyah atau yang biasa dipanggil Jeng Yah I. Kemudian lahirnya Kretek Djagad Raja yang turut menjadi bukti dan saksi betapa panjangnya perjalanan dan pengorbanan yang sudah keluarga Idroes Moeria alami. Tak hanya soal kreteknya, buku ini juga menyebut salah satu sejarah penting seperti keadaan di Kota M ketika G 30 S PKI terjadi dan melampirkan ilustrasi etiket dari tiap kretek yang ada pada saat itu.
Gaya penulisan menggunakan sudut pandang orang ke-satu dan ke-tiga. Alurnya maju-mundur, serta terdapat kosakata menggunakan bahasa Jawa mengingat latar tempatnya berada di Pulau Jawa, namun tetap dilengkapi terjemahan bahasa Indonesia sehingga pembaca tidak akan kebingungan.
Graphic: Death, Violence