A review by senandunglaut
Tokyo & Perayaan Kesedihan by Ruth Priscilia Angelina

emotional sad medium-paced
  • Plot- or character-driven? Character
  • Loveable characters? No
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? Yes

3.0

Awalnya sempat kaget karena disambut gaya penulisan yang kurang aku gemari. Ada beberapa ketidakkonsistenan penulisan yang membuat agak skeptis tentang buku ini, dan beberapa kalimat terkesan terlalu mendadak. Oh iya, ada beberapa istilah dalam bahasa jepang yang tidak dijelaskan dalam catatan kaki di sini. Alangkah baiknya jika nanti ada cetakan kedua, ditambahkan catatan untuk menjelaskan masing-masing istilah.

Karakter Shira seperti digambarkan dengan penuh kebencian. Semua hal baik yang dilontarkan kepadanya selalu menjadi bara api panas yang menusuk-nusuk ujung kepala dan menumpuk menjadi abu setelahnya. I know dealing with depression isn't an easy task, everything feels too confusing and sometimes you just want to be angry at people for no reason. Tapi selalu ada kalimat yang aku ingat, ini mungkin untuk aku dan orang lain yang sedang mengalami hal yang sama pula, "apakah kamu mempersilahkan orang lain untuk membantumu?". Menurutku, ini yang belum Shira temui. Kepribadiannya yang defensif dan selalu merasa dikekang oleh orang tua dan teman-temannya ini yang membuat dia merasa suntuk dengan segala hal. Tapi, apakah Shira sudah berusaha untuk menjelaskan apa yang dia rasakan kepada orang-orang tersebut? Kamu boleh merasa suntuk, tapi kamu tidak boleh menyalahkan orang lain terlebih jikalau kamu tidak mau membicarakan tentang apa yang kamu rasakan. Agak kasar, memang. Tapi di satu titik di hidupmu, kamu juga harus membiarkan orang lain mengerti tentang kamu, dan kamu juga harus mengerti tentang emosi dalam dirimu.

Pada babak kedua, kita menemui Josh yang akhirnya kalang kabut mencari Shira. Kemudian, kita menemukan karakter Bea yang tidak dijelaskan asal muasalnya dan siapakah orang ini (or maybe I'm missing something?). Sayang sekali karena menurutku jadinya Bea ini seperti.. orang serba tahu yang tiba-tiba muncul. Shira sendiri tidak pernah menyinggung Bea dalam surat-surat yang ingin dia kirimkan.

Terlepas dari itu, dalam buku ini kita disajikan dua sisi berbeda karena pada penceritaan karakter Josh, kita dipaksa untuk berfikir bahwa "hidup dijalani saja" setelah dihujani oleh ketidakpercayaan Shira terhadap haknya untuk hidup. Ini merupakan hal bagus karena dalam babak Josh kita bisa melihat secercah harapan dari hal-hal kecil dan kenangan manis. (kudos to Rio Hasegawa!) Aku sangat lega mengetahui bahwa Shira memutuskan untuk kembali berjuang untuk hidupnya. Sebuah bukti bahwa hal kecil dapat membawamu ke jalan yang lebih cerah. Jadi, untuk semua yang sedang berjuang juga, aku harap kamu bertemu dengan hal kecil tersebut yang bisa membawamu ke jalan-jalan baik di suatu hari nanti.

Expand filter menu Content Warnings