Scan barcode
A review by blackferrum
Playing Victim by Eva Sri Rahayu
dark
emotional
informative
mysterious
reflective
tense
medium-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Loveable characters? No
- Diverse cast of characters? Yes
3.75
Bukan hal baru jika media sosial bisa menjadi tempat selain menyenangkan juga mengerikan. Hal-hal yang seharusnya menjadikan orang lain terhibur tiba-tiba berubah menjadi ajang perebutan validasi.
Begitu juga yang dialami Isvara, Calya, dan Afreen. Setelah berita mengenai pingsannya Isvara akibat "kekejaman" guru olahraganya, berujung pemecatan sang guru, viral, ketiganya berlomba membuat diri mereka menjadi terkenal dan mendapat banyak perhatian.
Setelah lulus SMA, pamor mereka kebut-kebutan. Afreen berhasil menjadi selebgram yang menarik banyak perhatian berkat konten-konten membuat musiknya. Calya menjadi selebgram dengan label cewek badass dan tidak jarang memperlihatkan gaya hidup bebas. Sedangkan Isvara, belum menjadi apa-apa.
Kecemburuan muncul ketika yang lain mendapat lebih. Lalu masing-masing mencari cara menjatuhkan satu sama lain. Persahabatan mereka putus dan permasalahan datang satu per satu membuat ketiganya memilih jalan ekstrem untuk mempertahankan eksistensinya di dunia maya.
Hal fana dan maya lama-lama bikin muak. Apalagi setelah melihat usaha tiga sahabat di buku ini. Enggak ada yang lebih gila, semuanya gila. Demi popularitas semu, mereka rela mengorbankan kewarasan juga nyawa.
Jujur kalau ditanya siapa yang paling bikin kesal bingung, sih, karena semuanya gila. Isvara rela kena KDH demi bisa menarik perhatian banyak orang. Bagian dia sampai harus cek HP--utamanya medsos--itu sakit banget. Rasanya kepengin neriakin mereka semua biar tobat. Ampun, deh, udah kecanduan itu, sih.
Calya nggak lebih baik. Imejnya sebagai cewek gorgeous nggak bikin dia "bersih". Usahanya menampilkan imej sebagai cewek sempurna; cantik, punya pacar ganteng, hidup oke, nggak bisa balikin sifat aslinya yang bejat abis! Gaya bossy-nya nyebelin banget. Astaga, kepengin nimpuk kepalanya pas dia nyuruh dua sahabatnya bela dia waktu ada kasus. Eh, bukan menyuruh, sih, maksa itu, mah.
Afreen juga sama aja. Label harus bisa lebih baik dari semua orang dan manusia suci bikin dia lama-lama terobsesi menjurus ke gila. Hanya karena nggak mau kalah dengan selebgram lain sampai membabat batas kewarasannya.
Astaga, kenapa harus kujelasin panjang lebar? Intinya, mereka semua gila.
Penulisnya sukses membuat karakter yang bikin emosi pembaca karena saking gilanya mereka, pemikiran waras kita jadi ikutan terguncang saking stresnya. Berkali-kali membatin, "Kok ada ya, manusia kayak gitu" dan well, meskipun ini fiksi, tapi nggak menutup kemungkinan di dunia nyata memang ada. Oke, mari nggak usah pikirkan itu.
Sebenarnya aku suka dengan gaya berceritanya yang ngalir banget. Pesan tersirat maupun tersurat yang tersampaikan juga nggak terkesan dipaksa. Kayak kegilaan tiga karakternya ngalir gitu aja, bukannya dibuat-buat. Tapi, mungkin cara blend cerita ketiganya kurang smooth. Beberapa bab hanya bahas Calya dan Isvara, lalu Afreen muncul di bab selanjutnya secara terpisah. Seolah konflik ceritanya muncul secara acak gitu. Kayaknya lebih keren kalau permasalahan masing-masing ini punya benang merah yang jelas.
Anyway, plis siapin mental dan kalau bisa jangan baca ini pas puasa karena bakal berpotensi bikin mulut (atau hati) refleks misuh-misuh.
Btw, epilog-nya bikin bingung. I mean, kayak tiba-tiba banget dibikin begitu. Yang awalnya udah tenang, malah jadi bingung maksudnya apa. Clue-nya udah tersebar, kah? Dunno, mungkin aku memang ngelewatin clue-nya atau murni nggak ngeuh, tapi merusak suasana banget sih, epilognya.
Begitu juga yang dialami Isvara, Calya, dan Afreen. Setelah berita mengenai pingsannya Isvara akibat "kekejaman" guru olahraganya, berujung pemecatan sang guru, viral, ketiganya berlomba membuat diri mereka menjadi terkenal dan mendapat banyak perhatian.
Setelah lulus SMA, pamor mereka kebut-kebutan. Afreen berhasil menjadi selebgram yang menarik banyak perhatian berkat konten-konten membuat musiknya. Calya menjadi selebgram dengan label cewek badass dan tidak jarang memperlihatkan gaya hidup bebas. Sedangkan Isvara, belum menjadi apa-apa.
Kecemburuan muncul ketika yang lain mendapat lebih. Lalu masing-masing mencari cara menjatuhkan satu sama lain. Persahabatan mereka putus dan permasalahan datang satu per satu membuat ketiganya memilih jalan ekstrem untuk mempertahankan eksistensinya di dunia maya.
Hal fana dan maya lama-lama bikin muak. Apalagi setelah melihat usaha tiga sahabat di buku ini. Enggak ada yang lebih gila, semuanya gila. Demi popularitas semu, mereka rela mengorbankan kewarasan juga nyawa.
Jujur kalau ditanya siapa yang paling bikin kesal bingung, sih, karena semuanya gila. Isvara rela kena KDH demi bisa menarik perhatian banyak orang. Bagian dia sampai harus cek HP--utamanya medsos--itu sakit banget. Rasanya kepengin neriakin mereka semua biar tobat. Ampun, deh, udah kecanduan itu, sih.
Calya nggak lebih baik. Imejnya sebagai cewek gorgeous nggak bikin dia "bersih". Usahanya menampilkan imej sebagai cewek sempurna; cantik, punya pacar ganteng, hidup oke, nggak bisa balikin sifat aslinya yang bejat abis! Gaya bossy-nya nyebelin banget. Astaga, kepengin nimpuk kepalanya pas dia nyuruh dua sahabatnya bela dia waktu ada kasus. Eh, bukan menyuruh, sih, maksa itu, mah.
Afreen juga sama aja. Label harus bisa lebih baik dari semua orang dan manusia suci bikin dia lama-lama terobsesi menjurus ke gila. Hanya karena nggak mau kalah dengan selebgram lain sampai membabat batas kewarasannya.
Astaga, kenapa harus kujelasin panjang lebar? Intinya, mereka semua gila.
Penulisnya sukses membuat karakter yang bikin emosi pembaca karena saking gilanya mereka, pemikiran waras kita jadi ikutan terguncang saking stresnya. Berkali-kali membatin, "Kok ada ya, manusia kayak gitu" dan well, meskipun ini fiksi, tapi nggak menutup kemungkinan di dunia nyata memang ada. Oke, mari nggak usah pikirkan itu.
Sebenarnya aku suka dengan gaya berceritanya yang ngalir banget. Pesan tersirat maupun tersurat yang tersampaikan juga nggak terkesan dipaksa. Kayak kegilaan tiga karakternya ngalir gitu aja, bukannya dibuat-buat. Tapi, mungkin cara blend cerita ketiganya kurang smooth. Beberapa bab hanya bahas Calya dan Isvara, lalu Afreen muncul di bab selanjutnya secara terpisah. Seolah konflik ceritanya muncul secara acak gitu. Kayaknya lebih keren kalau permasalahan masing-masing ini punya benang merah yang jelas.
Anyway, plis siapin mental dan kalau bisa jangan baca ini pas puasa karena bakal berpotensi bikin mulut (atau hati) refleks misuh-misuh.