A review by archeve
Laut Bercerita by Leila S. Chudori

dark emotional sad medium-paced
  • Plot- or character-driven? A mix
  • Strong character development? It's complicated
  • Loveable characters? Yes
  • Diverse cast of characters? No
  • Flaws of characters a main focus? No

4.5

A short note before I start reviewing this book: I’ll write this review in Bahasa Indonesia, but I can summarize whatever I write next in one English sentence. I think this book, which is translated to The Sea Speaks His Name, is a necessary read to anyone who’s interested to learn more about an important part of Indonesia history that’s often intentionally forgotten. 

“Matilah engkau mati. Engkau akan lahir berkali-kali.”

Sudah beberapa tahun aku tidak membaca novel Bahasa Indonesia, dan jujur aku merasa tertampar oleh buku ini, karena aku malu atas betapa tidak pekanya aku terhadap kejadian yang pernah dialami oleh negara ini. Selama ini, aku hanya tahu bahwa tahun 1998 adalah tahun yang kelam, tetapi tidak pernah terlintas dalam benakku untuk menggali tentang apa yang pernah terjadi secara lebih lanjut. Menghilangnya para aktivis bagai suatu tabu di lingkungan sekitarku. Masa yang kelam itu telah berlalu, tetapi orang-orang di sekitarku masih tidak ingin terlalu banyak membahas tentang periode itu. Sebagian dari mereka bahkan tidak dapat membahas apa pun karena tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengedukasi diri mengenai apa yang sesungguhnya pernah terjadi. Alhasil, aku tidak pernah mempertanyakan mengapa para aktivis bisa hilang begitu saja, juga tidak pernah memikirkan apa yang terjadi pada mereka setelah mereka dinyatakan hilang. Mungkin pula aku sedang berada dalam penyangkalan. Mungkin aku ingin terus hidup dalam pretensi bahwa para aktivis itu baik-baik saja. Kisah perjuangan Biru Laut dan teman-temannya sungguh menyayat hati. Aku tidak dapat membayangkan betapa sukarnya untuk terus berpegang teguh pada apa yang mereka anggap benar di saat pihak yang lebih berkuasa mengerahkan segala upaya untuk menghambat usaha mereka, juga tidak dapat membayangkan betapa pilunya hati mereka saat sekali demi sekali dikecewakan oleh pihak yang seharusnya turut berusaha memajukan negara bersama rakyat. Hal yang membuatku merasa makin tertekan adalah ini bukan kisah fiksi belaka, melainkan adalah hal yang benar-benar pernah terjadi pada orang-orang yang berusaha ingin memperbaiki kerusakan yang ingin ditutupi oleh pihak yang lebih berwenang. 

Satu-satunya alasan mengapa aku tidak memberi buku ini 5 stars rating hanya karena aku merasa kurang cocok dengan interpretasi kisah cinta dalam cerita ini. Akan tetapi, ini hanyalah masalah preferensi pribadi.