Scan barcode
A review by aynsrtn
Aib dan Nasib by Minanto
dark
emotional
sad
tense
medium-paced
4.0
Membaca ini cukup satu kali seumur hidup. After taste-nya membuat tertegun. Jika di blurp dituliskan bahwa gambaran apa yang terjadi di Tegalurung—nama desa di novel ini—membuyarkan gambaran masyarakat pedesaan, justru buatku ini malah sangat dekat dan nyata dari intrik dan polemik masyarakat desa.
Peringatan pemicu: mengandung kekerasan, adegan pemerkosaan, pembunuhan, kekerasan seksual, dan adegan eksplisit.
Novel ini sangat unik. Berisikan 5 bab yang di dalamnya terdapat fragmentasi episodik yang pendek-pendek dengan alur maju-mundur. Awal-awal mungkin akan merasa bingung dengan perpindahan adegan, tokoh, serta garis waktu yang berbeda, tapi makin menuju akhir, semua benang merah bersatu.
Meskipun tokohnya sangat amat banyak. Namun, ada 4 pusaran konflik di novel ini, yaitu:
1. Keluarga Marlina
Tentang Marlina yang harus menghidupi ayah dan 3 adiknya, selepas ibunya meninggal. Bahkan setelah Marlina menikah dengan Eni, ia pun tetap harus bertanggung jawab penuh soal adik-adiknya. Eni pun ikut kecipratan. Kadang ia diperlakukan sinis oleh mertuanya, Nurumubin, ayah Marlina dan Pang Randu serta Gondo Gunda, adik-adik Marlina. Eni pun sampai pergi ke Singapura untuk menjadi TKI demi ekonomi keluarga dan kesehatan pernikahan mereka. Sepertinya Marlina mengalami Impotensi.
2. Keluarga Mang Sota
Dari 4 pusaran konflik, aku merasa keluarga ini yang paling miris dan menyedihkan. Terutama apa yang dialami oleh Uripah, anak perempuan Mang Sota. Jujur, emang nggak ada satu pun tokoh yang "baik" di novel ini. Tetapi, jika harus memilih tokoh mana yang paling ku "benci" adalah Mang Sota. Pria ini sungguh melakukan kesalahan lebih-lebih dari keledai. Keledai tak akan jatuh ke lubang ya sama kan menurut pepatah? Tapi, Mang Sota malah lanjut part dua dan part tiga. Mungkin memang ada orang yang sudah nasibnya jadi pecundang—dan tak mau mengubah nasib itu. Ya, dia adalah Mang Sota. Sungguh, Uripah deserved better.
3. Gulabia dan deritanya
Gulabia sebenarnya anak yang cerdas, namun sayang seribu sayang. Sudah jatuh tertimpa tangga masuk sumur, seolah sial dan derita selalu melingkupinya. Ia terkena revenge porn, terpaksa DO dari sekolah, hamil di luar nikah, dinikahkan dengan seorang supir angkot yang sudah punya 2 istri, tidak dianggap lagi oleh keluarganya karena hanya menjadi aib, mendapatkan kekerasan seksual dan kekerasan rumah tangga dari suaminya. Gulabia oh Gulabia.
4. Boled Boneng vs Bagong Badrudin
Dua orang ini kalau masuk neraka bisa sekalian barengan dengan Susanto. Apalagi Susanto dan Bagong, ini dua orang yang jahatnya sudah mengakar bahkan sejak dini. Boled Boneng sebenarnya masih bisa "selamat", namun sayang, dia salah pengasuhan. Dia dan Uripah deserved better.
Penyelesaian konfliknya anti-klimaks, tapi justru sangat realistis. Seakan pilihan solusi untuk orang yang tinggal di pedesaan dengan tingkat pendidikan rendah dan kemiskinan struktural adalah kabur jadi TKI, mati, atau hanya bisa menerima nasib.
Peringatan pemicu: mengandung kekerasan, adegan pemerkosaan, pembunuhan, kekerasan seksual, dan adegan eksplisit.
Novel ini sangat unik. Berisikan 5 bab yang di dalamnya terdapat fragmentasi episodik yang pendek-pendek dengan alur maju-mundur. Awal-awal mungkin akan merasa bingung dengan perpindahan adegan, tokoh, serta garis waktu yang berbeda, tapi makin menuju akhir, semua benang merah bersatu.
Meskipun tokohnya sangat amat banyak. Namun, ada 4 pusaran konflik di novel ini, yaitu:
1. Keluarga Marlina
Tentang Marlina yang harus menghidupi ayah dan 3 adiknya, selepas ibunya meninggal. Bahkan setelah Marlina menikah dengan Eni, ia pun tetap harus bertanggung jawab penuh soal adik-adiknya. Eni pun ikut kecipratan. Kadang ia diperlakukan sinis oleh mertuanya, Nurumubin, ayah Marlina dan Pang Randu serta Gondo Gunda, adik-adik Marlina. Eni pun sampai pergi ke Singapura untuk menjadi TKI demi ekonomi keluarga dan kesehatan pernikahan mereka. Sepertinya Marlina mengalami Impotensi.
2. Keluarga Mang Sota
Dari 4 pusaran konflik, aku merasa keluarga ini yang paling miris dan menyedihkan. Terutama apa yang dialami oleh Uripah, anak perempuan Mang Sota. Jujur, emang nggak ada satu pun tokoh yang "baik" di novel ini. Tetapi, jika harus memilih tokoh mana yang paling ku "benci" adalah Mang Sota. Pria ini sungguh melakukan kesalahan lebih-lebih dari keledai. Keledai tak akan jatuh ke lubang ya sama kan menurut pepatah? Tapi, Mang Sota malah lanjut part dua dan part tiga. Mungkin memang ada orang yang sudah nasibnya jadi pecundang—dan tak mau mengubah nasib itu. Ya, dia adalah Mang Sota. Sungguh, Uripah deserved better.
3. Gulabia dan deritanya
Gulabia sebenarnya anak yang cerdas, namun sayang seribu sayang. Sudah jatuh tertimpa tangga masuk sumur, seolah sial dan derita selalu melingkupinya. Ia terkena revenge porn, terpaksa DO dari sekolah, hamil di luar nikah, dinikahkan dengan seorang supir angkot yang sudah punya 2 istri, tidak dianggap lagi oleh keluarganya karena hanya menjadi aib, mendapatkan kekerasan seksual dan kekerasan rumah tangga dari suaminya. Gulabia oh Gulabia.
4. Boled Boneng vs Bagong Badrudin
Dua orang ini kalau masuk neraka bisa sekalian barengan dengan Susanto. Apalagi Susanto dan Bagong, ini dua orang yang jahatnya sudah mengakar bahkan sejak dini. Boled Boneng sebenarnya masih bisa "selamat", namun sayang, dia salah pengasuhan. Dia dan Uripah deserved better.
Penyelesaian konfliknya anti-klimaks, tapi justru sangat realistis. Seakan pilihan solusi untuk orang yang tinggal di pedesaan dengan tingkat pendidikan rendah dan kemiskinan struktural adalah kabur jadi TKI, mati, atau hanya bisa menerima nasib.
Graphic: Sexual content, Sexual violence, Violence, Murder, and Sexual harassment