Take a photo of a barcode or cover
hzboy 's review for:
Imaginary City
by Rain Chudori
This book is written in English but this review is in Bahasa Indonesia
Imaginary City bisa dikatakan sebagai salah satu yang cukup menggoda. Desain sampulnya yang cantik serita sinopsis yang disuguhkan makin mendorong rasa penasaran untuk menelusurinya lebih jauh. Nama Rain Chudori sudah tidak lagi asing. Apalagi jika terbiasa dengan tulisan-tulisannya di media massa, membaca Imaginary City bak sebuah pertemuan yang unik nan menarik.
Namun, jika baru berkenalan dengan Rain Chudori dari buku Monsoon Tiger, rasanya Imaginary City memberikan sedikit perbedaan dalam nuansa yang menjadi latar belakang cerita. Mood-nya menarik untuk diikuti, meskipun agak sendu.
Imaginary City berkisah tentang seorang perempuan yang bertemu (lagi) dengan seorang laki-laki. Dalam sebuah keadaan, mereka saling membahas masa lalu dan pandangan hidup. Perantaranya adalah beragam tempat, sebuah media penyampaian yang merangkai setiap peristiwa menjadi sebuah cerita.
Rain Chudori tentu memberikan tatakan pertamanya, mengenai hidup si tokoh perempuan. Dari situ, tokoh perempuan tersebut beranjak memperkenalkan tempat-tempat yang berkesan baginya. Rangkaian cerita pun dimulai. Tokoh laki-laki merespon, menantang pernyataan tokoh perempuan dengan pertanyaan yang terkadang bersifat fundamental.
Membaca Imaginary City menimbulkan sebuah perasaan yang tidak terduga. Awalnya, ketika Rain Chudori menyuguhkan setting awal, rasanya agak membosankan. Seakan latar belakang tersebut memang sudah sering menjadi bumbu-bumbu dalam kisah romansa. Tapi ternyata, semakin dibaca, semakin ingin tahu kelanjutan ceritanya. Tidak terduga bahwa nuansa dan emosi yang diberikan bisa mendorong supaya membaca hingga akhir.
Yang menarik lagi dari Imaginary City ialah Rain Chudori yang tidak hanya "menempelkan" tempat-tempat tersebut sebagai sekedar setting pendukung cerita. Malah, tempat-tempat itulah yang menjadi tokoh utama dalam buku. Setiap bab diawali dengan sebuah tempat. Dibuka dengan paragraf perkenalan singkat baru dilanjutkan dengan kisah sepasang manusia. Plus dilengkapi dengan sebuah booklet yang berisi peta dan keterangan singkatnya.
Memang agak sulit bagiku untuk membaca Imaginary City. Bagian awal cukup membosankan dan merasa bahwa buku tidak akan selesai aku baca. Kenyataannya malah sebaliknya. Buku ini cukup menarik dan semakin lama membuatku semakin ingin tahu nasib si tokoh perempuan. Berhasil, Imaginary City aku tamatkan dalam sekali perjalanan pulang dari Solo ke Jakarta menggunakan pesawat terbang.
Aku mengenal Imaginary City karena 2 orang kawan memberikan rating yang cukup bagus. Meskipun harga menjadi penghambat utama mengapa aku baru membacanya.
Imaginary City memang masih bersentuhan dengan kisah cinta bernuansa sendu. Akan tetapi, ada hal lain yang ditawarkan dan menjadi keunikan tersendiri untuk para pembacanya.
Imaginary City bisa dikatakan sebagai salah satu yang cukup menggoda. Desain sampulnya yang cantik serita sinopsis yang disuguhkan makin mendorong rasa penasaran untuk menelusurinya lebih jauh. Nama Rain Chudori sudah tidak lagi asing. Apalagi jika terbiasa dengan tulisan-tulisannya di media massa, membaca Imaginary City bak sebuah pertemuan yang unik nan menarik.
Namun, jika baru berkenalan dengan Rain Chudori dari buku Monsoon Tiger, rasanya Imaginary City memberikan sedikit perbedaan dalam nuansa yang menjadi latar belakang cerita. Mood-nya menarik untuk diikuti, meskipun agak sendu.
Imaginary City berkisah tentang seorang perempuan yang bertemu (lagi) dengan seorang laki-laki. Dalam sebuah keadaan, mereka saling membahas masa lalu dan pandangan hidup. Perantaranya adalah beragam tempat, sebuah media penyampaian yang merangkai setiap peristiwa menjadi sebuah cerita.
Rain Chudori tentu memberikan tatakan pertamanya, mengenai hidup si tokoh perempuan. Dari situ, tokoh perempuan tersebut beranjak memperkenalkan tempat-tempat yang berkesan baginya. Rangkaian cerita pun dimulai. Tokoh laki-laki merespon, menantang pernyataan tokoh perempuan dengan pertanyaan yang terkadang bersifat fundamental.
Membaca Imaginary City menimbulkan sebuah perasaan yang tidak terduga. Awalnya, ketika Rain Chudori menyuguhkan setting awal, rasanya agak membosankan. Seakan latar belakang tersebut memang sudah sering menjadi bumbu-bumbu dalam kisah romansa. Tapi ternyata, semakin dibaca, semakin ingin tahu kelanjutan ceritanya. Tidak terduga bahwa nuansa dan emosi yang diberikan bisa mendorong supaya membaca hingga akhir.
Yang menarik lagi dari Imaginary City ialah Rain Chudori yang tidak hanya "menempelkan" tempat-tempat tersebut sebagai sekedar setting pendukung cerita. Malah, tempat-tempat itulah yang menjadi tokoh utama dalam buku. Setiap bab diawali dengan sebuah tempat. Dibuka dengan paragraf perkenalan singkat baru dilanjutkan dengan kisah sepasang manusia. Plus dilengkapi dengan sebuah booklet yang berisi peta dan keterangan singkatnya.
Memang agak sulit bagiku untuk membaca Imaginary City. Bagian awal cukup membosankan dan merasa bahwa buku tidak akan selesai aku baca. Kenyataannya malah sebaliknya. Buku ini cukup menarik dan semakin lama membuatku semakin ingin tahu nasib si tokoh perempuan. Berhasil, Imaginary City aku tamatkan dalam sekali perjalanan pulang dari Solo ke Jakarta menggunakan pesawat terbang.
Aku mengenal Imaginary City karena 2 orang kawan memberikan rating yang cukup bagus. Meskipun harga menjadi penghambat utama mengapa aku baru membacanya.
Imaginary City memang masih bersentuhan dengan kisah cinta bernuansa sendu. Akan tetapi, ada hal lain yang ditawarkan dan menjadi keunikan tersendiri untuk para pembacanya.