A review by clodiodi
Saman by Ayu Utami

4.0

Saman merupakan karya kedua Ayu Utami yang saya baca setelah sebelumnya mencicipi Manjali dan Cakrabirawa di awal tahun.

Masih dengan gaya penulisan Ayu Utami yang khas, Saman ditulis dengan berani dan mampu mengangkat isu sosial, politik, keagamaan, dan seksualitas dengan terang-terangan dan menjadikan hal yang tabu terasa normal untuk dibicarakan.

Kisah dalam buku Saman ini sendiri berpusat pada kehidupan empat sahabat karib dan pembimbing rohani mereka saat SD, seorang pastor muda bernama Saman.

Bagian pertama dimulai dengan kisah Laila, salah satu sahabat, yang terlibat dalam kisah asmara pelik dengan seorang pria beristri. Kisah asmara mereka dilatarbelakangi oleh kasus kecelekaan kerja yang terjadi di sebuah pertambangan offshore. Kasus ini membawa Laila bertemu kembali dengan cinta lamanya, Saman.

Bagian kedua mengenalkan kita pada Saman, sebelumnya dikenal dengan nama Wisanggeni, seorang pastor muda yang memiliki ikatan dengan apa yang terjadi di masa kecilnya. Merasa membutuhkan jawaban atas sosok yang selalu menghantuinya, Wis kembali ke kampung halamannya dan memtuskan melayani di sana. Perjalanannya mencari jawaban justru mebawanya pada sebuah panggilan hidup yang tidak pernah ia duga, panggilang yang membuat dia memaknai kembali arti dari kasih serta keterlibatan antar manusia. Keterlibatan tersebut membuat dia terseret dalam peperangan dengan penguasa dan mengharuskan dia mengganti namanya.

Selanjutnya, kita dibawa kembali pada kisah Laila yang diambil dari sudut pandang Shakuntala, sahabat lainnya. Melalui shakuntala kita juga dibawa pada masa kecil serta remaja keempat sahabat dan bagaimana mereka saling merekat satu sama lain hingga dewasa.

Bagian terakhir kita diperkenalkan dengan tokoh Yasmin, salah satu dari 4 sahabat, meskipun narasi diceritakan dalam bentuk surat-menyurat antara Saman dan Yasmin. Melalui percakapan mereka, kita mengetahui apa yang terjadi setelah Saman terlibat konflik dengan penguasa.

Secara keseluruhan buku ini sangat saya nikmati. Bagi beberapa pembaca, mungkin penulisan Ayu Utami terlalu vulgar atau mengusik sisi kenyamanan kita terhadap norma dan nilai yang ada, namun itulah kehidupan. Banyak hal yang secara berani dituliskan oleh Ayu yang juga menjadi bentuk kritik terhadap hal-hal diskriminatif baik terhadap masyarakat marginal maupun perempuan. Bahkan secara keagamaan, sebagai seorang kristen, saya merasakan banyak hal relevan dari gejolak yang dialami Wis sebagai pastor muda terhadap kehadiran Tuhan (yang tentu saja dirasa akan sangat sensitif bagi sebagian orang). Meskipun secara alur bisa terasa memingungkan karena fokus terus berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya, namun secara keseluruhan Saman masih bisa dinikmati secara utuh.

Selesai membaca buku ini masih banyak hal yang menggantung dan terasa belum selesai, seakan belum mendapat kesimpulan atas banyak hal yang terjadi. Mungkin hal tersebut akan segera terjawab di buku selanjutnya, Larung.

4/5⭐️