A review by bungadinding
Call Me by Your Name by Andrรฉ Aciman

4.0

Sebagian diri saya pengen sebel sama Elio karena dia bucin banget dan horny mulu yaelah ๐Ÿ™„๐Ÿ˜‘ Di sisi lain, suka sama tulisannya Andre Aciman. Beliau mahir banget menangkap momen-momen emosi besar, kecil, naik, turun, senang, cemas, takut, bergairah, malu, cemburu, semua campur aduk yang seseorang rasakan saat tertarik kepada orang lain.

Agak susah jadinya mau betul-betul sebel sama Elio karena saya pun merasa terhubung dengan sebagian besar emosinya. Terutama waktu dia masih memendam sendiri perasaannya ke Oliver, nggak mengungkapkan ke siapa-siapa, takut ketahuan. Saya bisa relate karena *uhuk* most of the time saya kalau naksir orang mah kurang lebih sama juga, gak pede, malu, jadi seringnya pendem sendiri aja jadi pengagum rahasia dari jauh ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚ Meskipun nggak ada yang ucapan yang terlontar, jangan salahโ€”emosi dalam hati ini, beuh, siapa bilang tidak intens. Buktinya sampai menghabiskan sepertiga bagian awal buku ini buat mendeskripsikan rasa terpendamnya Elio ๐ŸŽธ๐ŸŽถ

Saya kurang bisa relate-nya sama perasaan saat emosi itu berbalas, berhubung *uhuk* saya mah seringnya bertepuk sebelah tangan (UDAHAN MBAK CURCOLNYA). Bagian akhir saat di Roma surprisingly jadi bagian favorit saya: refreshing dan plot developmentnya nggak terduga aja. Sumpah jadi pengen juga ngerasain dateng ke book party abis itu gila-gilaan ngabisin malam di kota romantis dan bersejarah di Eropa. But ya it's a BOOK party, more precisely a POETRY BOOK party, jadi isinya baca puisi, ngomongin seni, makan, ngomongin seni, trus pindah minum-minum, ngomongin seni, trus pindah tempat lagi buat ngopi, hahaha dengan kumpulan orang-orang yang berbudaya dan berselera tinggi.

Di kehidupan nyata sih belum tentu juga saya cocok datang ke acara semacam itu. But for this one just let me dream~

Di bagian akhir saya kembali setengah-setengah antara mau iri atau sebel sama Elio. Relatable dengan emosinya saat heart-broken, and then letting go, and then regretting a bunch of what ifs. Tidak relatable saat Elio ternyata tidak sepenuhnya move on bertahun-tahun, because drawing from my experiences, I think I always move on from a broken heart? The process is indeed not easy; painful, long, but eventually, in the end I always let go. Di sisi lain mungkin emang saya yang belum pernah merasa jatuh cinta sekuat dan sedalam Elio. Jadi iri sama Elio karena dapat privilege merasakan jatuh cinta semacam itu :")

Yup, ini review penuh kebaperan dari saya. Sorry for wasting your time reading it ๐Ÿ˜‚๐Ÿ˜‚