A review by nikolinaza
A Curse for True Love by Stephanie Garber

1.0

Ini salah satu buku yang paling aku tunggu-tunggu setelah build-up ceritanya di dua buku sebelumnya, dan... jujur, aku agak kecewa.

Pada dua puluh halaman pertama, aku sudah dapat feeling kalau di awal-awal, plotnya akan terasa flat, dan aku tidak salah. Dari bagian awal hingga menuju pertengahan terasa sangat repetitif, di mana Evangeline bertanya-tanya apa saja yang dia lupakan, kenapa dia bisa kehilangan memorinya untuk satu tahun ke belakang, dan apakah Apollo benar-benar suami yang baik buatnya (he's giving me the BIGGEST ICK EVER, to be honest), tanpa ada usaha yang benar-benar berarti untuk mendapatkan ingatannya kembali. Baru ketika si sosok misterius bernama Archer muncul, plotnya mulai naik, tapi hanya sedikit. Selanjutnya, masih tetap flat.

Penokohannya juga jadi tidak konsisten dengan dua buku sebelumnya. Evangeline, yang memang dari awal rada-rada nyebelin kayak Scarlett (meski agak mendingan si Eva juga sebetulnya), justru makin nyebelin dengan segala keplinplanannya. Extremely wishy washy, apalagi di awal-awal. Plus, dia juga makin gullible di sini, mudah aja percaya sama orang. I know you've been, to be quite harshly, brainwashed, but come on... have some sense of self-security!!!
SpoilerAda adegan di mana Archer (meski belum baca buku ketiga ini, seharusnya pembaca buku satu dan dua tahu sejatinya siapa orang ini) ngajarin Evangeline beladiri, tapi ujung-ujungnya mereka berdua justru cari-cari alasan buat grepe-grepe satu sama lain. PLIS DEH. Romens ya romens, tapi enggak gitu jugaaaaa!


Jacks juga begitu. Kalau di buku sebelumnya dia kelihatan banget angkuh, smug, cheeky, sassy, dan ngeselin, sekarang dia malah galau-galau lemes nggak jelas macam orang mabuk ciu. MAS, KAMU ITU SALAH SEORANG TAKDIR YANG BERKUASA. WHY DON'T YOU DO SOMETHING ACTUALLY USEFUL RATHER THAN JUST MOPE AROUND LIKE AN INEXPERIENCED TEENAGER!!!

Lalu, konflik yang amat sangat mudah terselesaikan hanya dalam beberapa halaman di akhir. Tokoh-tokoh yang punya peranan penting untuk memantik konflik macam Luc sama Marisol malah menghilang entah kemana. Dan ada satu pertanyaan yang menggangguku sejak buku pertama: seriusan Scarlett sama Donatella enggak tau huru-hara yang terjadi sama salah satu warga yang mereka kirim sebagai duta ke Utara Agung? Aku tahu ini buku tentang Evangeline, fokusnya juga ke Evangeline dan Jacks, but I mean, apa yang terjadi sama Evangeline di Utara Agung itu heboh banget, loh, melibatkan pernikahan dengan seorang pangeran yang tentu saja bukan orang nggak terkenal. Masa iya Scarlett selaku Maharani dan Tella nggak dapat kabar sama sekali (minimal dapat undangan atau pemberitahuan formalitas lah ya), dan nggak bisa membantu sama sekali? Kesannya kayak Evangeline memang sengaja dibuang ke Utara Agung (wkwkwk jahat ya). Padahal ini potensial banget. Kemunculan keduanya, terlebih Tella, bisa menambah konflik antara Evangeline-Jacks-Apollo.

Para tokoh antagonis juga sangat mudah dikalahkan, dan tokoh mereka terkesan one-dimensional aja, seolah-olah memang tujuan mereka cuma buat memisahkan pasangan utama kita. Kayak... sayang aja, gitu, padahal mereka semua punya potensi buat dijadikan lebih dari sekadar karakter pelengkap yang flat.

Satu lagi, magic yang sebelumnya ada di dua prekuel malah terasa hilang di buku ini. Nothing too memorable about the whole story, to be honest. Terjemahannya juga nggak semulus di dua buku sebelumnya. Tetap bagus dan enak-enak aja dibaca, cuma ada sesuatu yang kurang.

Dan dengan alasan-alasan di atas, tentu saja, A Curse For True Love tidak bisa memenuhi ekspektasi dari build-up di dua buku sebelumnya. Quel dommage. Padahal, kalau penulis mau mengeksplorasi tiap-tiap konflik yang ada secara lebih mendalam alih-alih keburu menyelesaikannya dalam tempo sesingkat-singkatnya, ada kemungkinan OUABH ini jadi tetralogi yang lebih mantap dan menarik untuk diikuti.