sebagai yang pernah ikut klub jurnalistik, aku sangat tertarik ada buku yang latarnya seputar jurnalistik!
aku suka sih sama gaya penulisannya. menurutku plotnya juga rapi banget. saking serunya, aku gak sadar udah selesai baca bukunya dalam sekali duduk. kisahnya mayra sungguh menyayat hati. bahkan aku sampai ikut nangis ketika mayra bilang dia merasa jadi beban untuk orang-orang ðŸ˜
ceritanya kompleks dan konfliknya bisa dibilang cukup menggambarkan struggle yang dihadapi remaja. secara logika mungkin yang dilakuin mayra kayak berlebihan, tapi kalau memosisikan diri sebagai remaja seumuran dia dan dengan cobaan hidup demikian, paham sih kenapa dia sampai begitu. terus mayra ini tipe strong character yang sangat gigih mengusahakan apa yang ingin dia capai. aku suka sekali karakter yang kayak gini.
di awal agak sedikit bosan, mungkin karena polanya sama kayak buku the broadcasting series sebelumnya. tapi setelah beberapa bab jadi seru! berhasil dibikin khawatir sama keygan dan keyandra, karena kuberharap mereka gak mengkhianati satu sama lain.
bacaan ringan untuk sekali duduk yang super lucu dan menghibur. no drama-drama, buku ini pure menceritakan kisah menik yang mencoba menemukan cita-cita yang dia inginkan, sekaligus kisah dua anak remaja yang baru banget jatuh cinta, kisah cinta yang masih polos-polosnya, belum mikirin berbagai terpaan hidup. 🥲
pertama kali baca cerita ini waktu masih on-going di wattpad. i enjoyed it, but not to the extent that it's the greatest book i've ever read. aku berharapnya sih plotnya bakal banyak tense-nya (pengalaman baca karya kak nella yang lain) tapi rupanya nggak, hehe. malah dia cenderung banyak refleksi dan realisasi. awalnya sedikit susah buat masuk ke ceritanya, tapi masih enjoyable sih bagiku.
just like the first book, i like it! however, i still think the first book is so much better. but what i'm amazed about the most is the fact that there are some repeated actions and dialogues in each stories, almost like routines, but i didn't get bored reading each of them.
i almost dnfed this but i decided to give it a chance anyway. it doesn't spark that much interest in me like with other slice of life books like marigold mind laundry or the kamogawa food detectives. there are some parts that are a bit boring while some others get really exciting like hoya's appearance (the cat) and how it ended up living with jungmin. there's a bit that i'm sure most daughters would resonate: finding out your mom used to have a hobby that she had to forget just to raise the family.
aku sedikit bisa bernapas lega di cerita ini kalo dibandingkan sama KPHI, haha. soalnya di sini lebih banyak porsi petualangannya, dan as usual, banyak unserious wordplays yang dijadiin nama-nama tokoh dan tempat. tapi tetep aja, sedih karena ketika ada anak yang bebas satu, nanti hilang satu lagi </3 aku juga suka deh di sini ada kayak kritik terselubung terhadap society kita (at least that was how i perceive it), misal kayak dalam kutipan ini:
sekarang mereka menggunakan kata 'sinting' sebagai kata ganti 'sakit jiwa'—maksudnya untuk menghinaku, tapi aku tidak merasa terhina karena itu bukan namaku dan karena sakit jiwa bukan keadaan terhina—mereka hanya membuatnya kedengaran seperti itu.
atau seperti ini:
tahukah kamu, bahwa orang tua sering bilang 'anak pintar, nggak nangis' supaya anak-anak mengalami kesulitan menangis .... tidak menangis tidak membuat anak menjaadi pintar .... karena aku tahu kalau menangis itu perlu.
atau secara subtle bahwa "orang tua tidak punya banyak waktu karena waktu yang dimiliki orang tua harus dipakai untuk mencari uang," dan "uang di ranting pohon diambil oleh pengusaha kayu yang jahat."well ... #ytta
actually, i expected better since i've read other works from the author on wattpad before this and i liked them. but for this one, i don't know, the writing and the diction felt bland, like it was written by someone who just got into writing novels. some conversations would've been better if omitted or written differently. the chemistry between the characters felt too shallow. also the plot twist didn't feel plot twist-ing, rather it made me feel deceived. but maybe that's just me.
well, i like this idea of truth or dare game that is respectful and beneficial, not just some careless, unnecessary question or order. maybe that's the strength of the story. and maybe, because it's a light story about friendship with no overly complicated conflict and mystery, i was able finish this quickly.
Ibu pernah berkata bahwa jeruk-jeruk yang kita beli di pasar swalayan dipetik ketika jeruk itu masih hijau, lalu dibiarkan matang sendiri selama tahap distribusi. Sedangkan jeruk-jeruk ini terus mendapatkan gizi dari pohon dan matahari sampai akhir.
Buku ini mengisahkan dinamika empat orang sahabat, So-ran, Da-yun, Hae-in, dan Eun-ji yang memiliki latar belakang dan sifat yang berbeda-beda. Tiap dari mereka punya porsi ceritanya sendiri, mulai dari masalah keluarga, finansial, perundungan, dan perpisahan dengan teman masa kecil. Nah, suatu hari, mereka bikin kesepakatan untuk masuk ke SMA yang sama.
Penyajian dalam buku ini termasuk ringan, konfliknya seputar pertemanan remaja jadi nggak terlalu complicated dan nggak menegangkan. Masalah pertemanan utama mereka kurasa cukup sering kita jumpai. Salah satu dari mereka merasa tersisihkan dan yang lainnya merasa iri sama temannya. Inilah yang bikin ceritanya terasa dekat dan apa adanya, dengan sikap-sikap remaja yang masih berproses menuju kedewasaan. Kayaknya ini juga alasan buku ini diberi judul Tangerine Green; terkadang buah yang belum masak dipetik duluan dan dibiarkan matang sendiri sedangkan yang lain terus dibiarkan matang di pohonnya, menggambarkan proses pendewasaan.
Aku nggak merasa ini buku yang wah, tapi menurutku buku ini cocok untuk dibaca kalau kita lagi pengin baca yang ringan-ringan.