Perang kebahagiaan di sosial media menjadi salah satu bahan bakar cerita yg pada saat ini terasa relate dg kita. Apa yg kita tunjukkan ke sosial media adalah hal yg telah kita seleksi terlebih dahulu untuk membangun personality dan citra kita di dunia maya.
Dalam buku ini, Oh Yoo-jin ditemukan tewas dlm apartemen elite-nya setelah mengunggah foto cantik dan bahagia bersama suaminya di instagram. Mi-ho dan Se-kyong yg merupakan sahabatnya curiga akan tewasnya Yoo-jin yg tidak wajar, shg memulai untuk menyelidiki kasusnya.
Diketahui Yoo-jin memiliki teman sesama ibu-ibu TK yg memulai perang kebahagiaan dg cara memamerkan kebahagiaan mereka ke sosial media. Awalnya mereka saling memuji smp pada satu titik mereka mulai melontarkan rasa iri dan sinis serta mulai berani menguak satu per satu aib temannya.
Fenomena ini akan memicu kekacauan yg akan menyerang mental. Mereka akan terus menerus mencari validasi dr orang sekitar untuk mendapatkan reputasi "orang paling bahagia sedunia". Ketika satu aib saja tersebar, maka org tsb bisa jadi akan lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya dg reputasi baik, dibanding tetap bertahan hidup dg reputasi yg terlanjur buruk.
Inilah yg terjadi pd Yoo-jin, ketika keluarganya diterpa gosip miring, ia lebih memilih untuk memusnahkan bukti gosip tsb walaupun nyawa menjadi taruhannya.
Terjemahannya sgt luwes dan bahasanya mudah untuk dipahami shg cerita bisa mengalir halus. Alurnya menggunakan alur maju-mundur dan agak membingungkan perpindahan antara masa kini dan masa lalunya. Tp, masih cukup bisa ditoleransi dan masih cukup seru karena bagian misterinya yg kuat memancing pembaca untuk penasaran. Drama antar ibu-ibu TK yg julid turut ikut andil membuat suasana smkn terasa toxic.
Plot twist di ending cerita sgt tak terduga. Pembaca sudah percaya keseluruhan kejadian yg dikuliti Mi-ho dan Se-kyong, tp tiba-tiba ada satu fakta yg terlewatkan dan membuat pembaca memikirkan kembali di bab awal tentang clue halus yg mungkin sempat diberikan oleh penulis.
Selain isu pamer kebahagian di sosial media, buku ini jg lumayan banyak mengandung isu sensitif seperti pelecehan seksual thd anak di bawah umur, kekerasan domestik, strict parents, pembunuhan, dan kenakalan remaja. Jadi, kalau kalian menghindari topik tsb, lebih baik diskip aja, ya.
The Shark Caller merupakan cerita dg kekuatan memikat tentang persahabatan, keluarga, dan keindahan alam. Sepanjang cerita pembaca tidak bakal bosan dg narasi yg indah mengenai pemandangan alam di laut dan gunung Papua Nugini. Selama membaca kita dg jelas bisa membayangkan betapa indah dan damainya tempat tinggal Blue Wing dan Siringen. Aku sendiri sangat menikmati pengalaman membacaku bersama buku ini, seperti membayangkannya saja sudah mengunggah hati. Aku pikir buku ini bisa dikategorikan sbg healing fiction.
Tak hanya memiliki sumber kekuatan dr narasi yg indah dan lincah, The Shark Caller jg berhasil menyuguhkan kehangatan persahabatan antara Blue Wing dan Maple. Dimana persabahatan mereka justru dimulai dari percekcokan dan perasaan yg tak nyaman di antara keduanya. Tp lambat laun mereka mulai belajar memahami dan terbentuklah ikatan yg kuat da hangat. Melebihi sahabat, mereka seperti saudara.
Sama-sama memiliki pengalaman kehilangan orang tercinta, Blue Wing dan Maple semakin dekat dan mendukung satu sama lainnya. Mereka menciptakan petualangan mereka sendiri dan saling berbagi kisah bahkan rahasia yg tidak pernah mereka ceritakan ke orang lain.
Penulis jg secara halus menegaskan bahwa hubungan manusia dg alam sama pentingnya untuk dijaga. Dijaga kelestariannya, bahkan jika harus menghentikan tradisi yg melukai makhluk hidup lainnya. Jika dulu tradisi memanggil hiu bertujuan untuk dibunuh dan dikonsumsi, skrg berubah menjadi hiburan saja. Sembari mengagumi kegagahan hiu, bisa jg memberikan ikan keperakan kesukaannya.
Oiya, ada sedikit kejutan di bagian akhir buku ini, yaitu kejutan dr karakter Blue Wing. Aku sedikit banyak sudah bisa menebak di awal, krn penulis memberikan clue-clue yg cukup tegas di awal-awal bab. Sambil terus penasaran dan mengernyitkan dahi serta bertanya-tanya manusia macam apa sih Blue Wing ini, membuat aku semakin terpacu untuk mengupas kisah kelam dan rahasia di balik wajah ceria Blue Wing. Dan untuk bacaan anak-anak, buku ini sangat bisa dinikmati untuk orang dewasa. Banyak sekali nasihat baik dan bijak dr Siringen maupun yg keluar dr karaker anak-anak seperti Blue Wing dan Maple. A whole story is a perfection only. Sangat manis.
Tapi hati-hati, menuju akhir ceritanya sedikit mengandung bawang 🤧
Watersong menceritakan ttg Shouji yg diramal akan bertemu dg 3 wanita dg nama yg memiliki unsur air. Dimana salah satunya bisa jadi belahan jiwanya, tapi bisa juga menjadi penyebab kematiannya. Ketiga wanita ini entah bagaiman bisa memiliki hubungan dan saling terkait dg Shouji.
Di prolog kita akan menemui sebuah premis yg dibangun secara menarik. Eksekusinya jg menarik, sama sekali tidak mengecewakan. Selama membaca, aku bahkan tidak tahu kejutan apa lagi yg akan disuguhkan di bab selanjutnya. Alurnya tidak tertebak yg membuat buku ini page turner dan unputdownable.
Cara penulis menghubungkan antar tokohnya sangat halus, tidak terkesan mengada-ada dan masuk akal. Dan yg aku suka dg hal lainnya adalah universe Akakawa yg selalu berhasil dideskripsikan dg matang, tenang, dan detail di setiap halamannya. Membaca buku ini, hawa Jepang akan terasa sgt kental diperkaya dg deskripsi tempat, makanan hingga transportasi yg digunakan membuat pembaca dg mudah membayangkan seluruh tempat yg dihinggapi Shouji.
Misteri di buku ini dikupas secara perlahan dan pembaca diharap bersabar untuk mengetahui benang merah di antara tokoh-tokohnya yg ternyata jg menyimpan banyak rahasia. Kemudian di bab terakhir, cerita memiliki tempo yg lebih cepat dan diakhir dg open ending. Tp aku masih bisa positive thinking, karena penulis memberi clue yg cukup tegas di halaman terakhir buku ini. "Ya, semuanya akan baik-baik saja."
Menurutku, Watersong merupakan gabungan dr Rainbirds (bagian open ending) dan The Perfect World of Miwako Sumida (misteri terjawab dan dikupas perlahan). Watersong masih membawa ciri khas Akakawa yg sunyi dan damai serta membawa karakter dr buku-buku sebelumnya. Secara personal, Watersong meninggalkan sesak plg berat di dada. Karena aku sedikit merasa relate dan mengerti hubungan Shouji dan Youko yg rumit.
Snow and Rose karya dari Emily Winfield Martin merupakan cerita retelling fairy tale dari Snow White and Rose Red. Garis besarnya tentu hampir sama, tp detail cerita di Snow and Rose is truly heartwarming. Dan otomatis masuk dlm buku middle grade fantasy favoritku ❤️
Karena udah lama bgt gak ketemu buku fantasy yg sesuai dg ekspektasiku, nemu buku Snow and Rose ini serasa dapat harta karun. Aku tau covernya terlebih dulu di Pinterest. Dari covernya yg cantik, aku lgsg tertarik buat baca sinopsisnya dan ternyata menarik! Aku putuskan buat lgsg pinjam bukunya untuk memuaskan dahagaku akan genre fantasy.
Cerita diawali dengan hidup bahagia Snow dan Rose di rumah yg besar dan memiliki taman yg cantik dan megah. Mereka hidup bersama orangtua mereka, Ibu dan Ayah yg sangat menyayangi mereka. Sampai suatu saat, Ayah mereka yg senang berkelana menghilang di tengah hutan hanya menyisakan kuda yg kembali sendiri ke rumah mereka. Lalu, sejak saat itu kuasa rumah mereka dipindahkan, dan mereka memulai hidup baru di sebuah pondok kecil di tengah hutan.
Awalnya sulit bagi mereka memulai segala sesuatunya di sana, tapi Snow dan Rose kemudian mulai menemukan keajaiban di tengah hutan. Mereka senang berkeliaran di hutan, menemukan petualangan barunya, bertemu dg orang-orang yg baik dan unik. Mereka jg berteman dg Ivo, si pakar jamur. Pertemanan ketiganya sangat hangat, pembaca bisa merasakan pancaran ketulusan di dalamnya. Mereka jg menemukan perpustakaan unik, isinya bukan hamparan buku, melainkan benda-benda yg di dalamnya memiliki cerita tersendiri dan cerita tsb akan dialami oleh sang peminjamnya. Cerita-cerita unik dan petualangan yg mereka temukan di kemudian hari.
The little man jg tak kalah menarik perhatian. Pertemuannya dg Snow dan Rose selalu menimbulkan petaka dan pertanyaan. Misteri demi misteri mereka temukan dan mereka jg berusaha mencari jawaban akan misteri tsb. Sekaligus menggali jawaban dr orang-orang yg menghilang di tengah hutan.
Narasi buku ini sangat sangat enjoyable dan dialog serta interaksi tiap karakternya jg dikemas dg menarik dan lucu 😙👌 Apalagi ada karakter Ivo yg membuat suasana semakin terasa hangat, akrab, dan manis. Jadi, aku jamin pembaca gak bakal bosan! Kejanggalan demi kejanggalan cerita dilepaskan dg hati-hati seiring berjalannya cerita, membuat pembaca ikut mempertanyakan dan menebak-nebak siapa dalang kejahatannya dan apa yg sebenarnya disembunyikan di balik pepohonan hutan.
Misterinya ditulis dg rapi dan petualangan Snow dan Rose menggugah rasa serta membangkitkan imajinasi pembaca. Dan satu lagi, narasi deskripsi hutan, pondok, suasananya dan ilustrasinya ditulis dan digambar dg cantik dan halus. AAAAA INTINYA INI BUKU BAGUUUSS!! It's worth it every second of your time. Happy reading!
Hidup tak pernah seberat yg dialami Miwako Sumida. Jadi, ketika semua rahasianya ia ceritakan, hampir tak bisa dibayangkan betapa kuatnya Miwako menghadapi semua tanpa mengatakannya kepada siapapun sampai akhir hidupnya.
Dari penampilannya yg kaku dan sikapnya yg dingin, pembaca pasti sudah menebak-nebak ada yg keliru dg kehidupannya. Dan semua itu terjawab di akhir cerita, kenapa ia selalu berusaha menyembunyikan setiap luka dan takut membangun hubungan dg Ryusei.
Di prolog, kita sudah dipancing dg percapakan Ryusei dan Chie mengenai dugaan tenpat bunuh dirinya Miwako. Misteri buku ini dibangun dg rapi dan berhasil membuat pembaca penasaran. Potongan-potongan clue dikumpulkan dg menekuri kisah dr ketiga sudut pandang karakter yg dekat dg Miwako, yaitu Ryusei, Chie, dan Fumi. Tidak seperti di buku pertamanya (Rainbirds), Clarissa Goenawan menutup ending secara pasti dr pengakuan Miwako sendiri. Jadi, pertanyaan-pertanyaan dan segala sesuatu yg mengganjal sebelumnya terjawab sudah di sini. Tuntas!
Kejutan-kejutan di akhir cerita (POV Fumi) dan beberapa yg sudah dipaparkan sedikit melalui POV Ryusei dan Chie terasa sangat memuaskan rasa penasaran dan masuk akal mengingat sikap Miwako yg sebegitu dinginnya.
Selain menyoroti tentang kisah di balik sosok Miwako Sumida dan karakter lainnya, buku ini jg menyoroti bagaimana cara berdamai dg kematian orang yg disayangi. Cara yg ditempuh Ryusei dan Chie untuk mengikhlaskan kepergian Miwako hampir sama seperti di buku Rainbirds, yakni dg mengunjungi desa terakhir yg ditinggali oleh Miwako untuk menekuri kegiatan selama hidupnya. Sampai akhirnya Ryusei mampu menerima segala kenyataan yg ada dan berdamai dengannya.
Banyak baca buku child-lit adalah salah satu upayaku untuk memulihkan pikiran yg keruh. Dan ternyata berhasil 😆
Banyak buku child-lit yg membawa ketenangan dan that magical word truly can fix your messy mind. Melewati banyak cerita dg karakter anak-anak dg pikiran yg lugu dan perasaannya yg tulus benar-benar membawa positive energy bagi pembacanya.
My first day bercerita ttg anak laki-laki dr Vietnam yg hidup di atas sungai Mekong dan perjalanan luar biasanya menuju hari pertama bersekolah. Ia menaiki perahu sendirian dan menghadapi semua kemungkinan yg tidak mengenakkan di sepanjang sungai sendirian. Semuanya berhasil ia hadapi, walaupun sempat muncul rasa takut, ragu, dan enggan, tp akhirnya ia bisa melewati semuanya.
Narasi yg dibawakan penulisnya sangat rapi dan puitis, walaupun hanya terdiri dari satu-dua kalimat. Dan hal lain yg menjadi favoritku adalah ilustrasinya yg sangaat cantik. Mungkin, kalian juga pernah melihatnya seliweran di Pinterest, karena aku pernah melihat bbrp halaman buku ini di sana. Bahagia rasanya menemukan buku ini secara tidak sengaja dan bisa membaca cerita dan melihat seluruh ilustrasinya secara penuh.
Siapa pula yg tak mengenal Alice? Salah satu karakter ciptaan Lewis Caroll yg senantiasa melekat dan populer dari aku kecil. Dulu aku berkenalan dg Alice melalui filmnya dg judul yg sama. Tapi, kali ini aku mulai mencoba bertemu dengannya melalui buku. Dan ternyata umur Alice lebih kecil di sini dan terpancar jelas dari tingkah laku dan pikirannya. Aku jg suka keberaniannya. Ia bisa mengatur emosi di tengah-tengah situasi yg belum tentu orang dewasa bisa mengatasinya.
Berubah-ubah ukuran badan, menemui hewan yg bisa bicara, makhluk aneh yg jg bisa bicara, manusia dg proporsi tidak biasa, orang dewasa bisa gila melewati itu semua. Tapi, nyatanya Alice sangat menikmati waktunya di sana. Tapi....tunggu sebentar, bukankah di sana memang tempat orang-orang gila? Ya, si kucing Chesire yg mengatakannya 🙂. Tapi, menurutku Alice masih cukup waras dan aku suka membuntutinya mengarungi masalah satu ke masalah lainnya.
Plotnya sungguh tidak tertebak. Setiap kejadian benar-benar acak tanpa pembaca tahu apa yg akan terjadi selanjutnya. Itulah mengapa, buku ini menjadi page turner. Karena pembaca selalu dipancing rasa penasaran, tanpa mengetahui peluang kejadian berikutnya barang sepersen pun.
Aku jg takjub dg makhluk-makhluk tak biasa di sana. Terinspirasi dr sebuah kartu dg peran yg berbeda-beda. Percakapannya antar tokohnya jg sangat menggelitik dan terkadang jg sangat sulit dicerna, terutama kata-kata Sang Duchess. Kebiasaan dan perilaku di Wonderland sangat kacau, aku bisa merasakan keheranan Alice ketika ia menyaksikan perilaku semua orang yg ditemuinya. Tapi, sekali lagi, bukankah Wonderland memang tempat orang-orang yg tidak waras? Maka, wajar jika semuanya kacau dan jauh dr kata normal 🙂