Jujur, agak membosankan bagiku karena plotnya udah ketebak. Bagian Rayne yang dipaksa balik ke TCO juga terkesan maksa. Tapi yaa, karna ini konsepnya acara TV yang suka dipaksa-paksain, relate sih. Tapi twist di tengahnya cukup mengundang penasaran, apalagi pas endingnya TCO.
Diceritakan dari sudut pandang ibu dan anak, buku ini cukup menguras banyak energi terutama ketika bagian sang ibu. Mungkin di awal banyak yang ngerasa sudut pandangnya gak nyambung, tapi makin ke belakang akan saling berhubungan sih.
Ibu dan anak itu kerasa seperti kutub utara dan selatan. Tapi, sang anak gak ada habis-habisnya memberikan kasih sayangnya ke ibunya, yang terlalu sibuk mencoba berdamai dengan dirinya sendiri.
Menceritakan tentang tiga orang santri dan satu gurunya yang mempunyai satu kesamaan, yaitu menyimpan luka di masa belia. Aku suka gaya penceritaan yang disuguhkan penulisnya. Seolah benar-benar dibawa ke masa tersebut dan diceritakan oleh tokohnya langsung. Pembawaan setiap bagian tokohnya bisa beda bangeeet, makanya aku beneran berasa diceritain.
Gak sanggup baca buku ini karena isinya guilty banget. Emang sih karakter Pipit ini masih muda banget, jadi masih labil. Terus aku mulai dnf karena di bab ini ada alur flashback yang mendadak banget, gak ada prelude-nya dan terkesan mengungkit-ungkit lagi beberapa hal yang udah dibahas di depan.
Setiap kali baca buku metropop atau romance aku selalu ngerasa cepet banget. Seperti baca buku ini, nggak kerasa udah beres aja. Hal yang paling aku suka dari buku ini adalah gimana cara Kak Ayu Rianna menceritakan sudut pandang kota China, dengan budaya dan berbagai hal menarik di sana. Aku sampai berasa baca buku terjemahan saking intense-nya kebudayaan China diceritakan di sana. Its cool!
Then, speaking about Huang Lei yang disayang sama banyak pembacanya. I find him as lovable sih emang. Terus aku bersyukur Kak Ayu nggak menggambarkan dia jadi cowok yang sangat dibangga-banggakan atau di puja-puji juga. Ya, its an ordinary Huang Lei aja. Pokoknya aku sukaaa sama buku ini. ♡
Sebagai ibu berdaya, sangat penting untuk memiliki tujuan dan melakukannya selangkah demi selangkah. Dengan buku ini, aku berasa punya support, teman yang menguatkan bahwa menjadi ibu bukan berarti harus menghetikan tujuan hidup. Satu hal yang paling menarik di buku ini adalah ilustrasinya yang sangat memanjakan mata. Selain itu, gaya penyampaian Kak Puty bukan terkesan menggurui, tapi justru seperti teman diskusi. Kak Puty juga memberikan contoh-contoh konkret yang bisa langsung diterapkan. Dilengkapi lembar isian yang juga sangat membantu.
Jujur, baru pertama kali aku baca buku hisfic yang banyak digambarkan dari prespektif penjajah (Belanda). Dari buku ini, aku tahu bahwa mereka, penjajah, juga merasa tertekan, terhimpit tuntutan untuk menjajah Hindia. Ya, nggak semua secara sukarela berapi-api ingin menguasai negara Indonesia. Ini membuka prespektif baru buatku, meskipun beberapa cerpen awal, hampir setengah bagiannya aku kurang relate karena di sana nggak ditunjukkan secara jelas latarnya. Pun, isu yang diangkat terasa baru buatku. Baru pada lima cerpen terakhir, aku mulai ngerasa enjoy. Terutama di cerpen Belenggu Emas, aku suka banget sama topik yang diangkat, budaya patriarki yang ternyata juga mendarah di kalangan Belanda.