Take a photo of a barcode or cover
"Allah menilai lebih daripada apa yang manusia seperti kita nampak" - Teme Abdullah, Empayar: Hikayat Putera Tanpa Nama
Empayar merupakan sebuah novel bergenre distopia yang menceritakan keadaan Tanah Melayu pada masa hadapan, di mana Islam kembali agung. Ia mengisahkan tentang sekumpulan pemuda pemudi yang berjaya ditempatkan di sebuah madrasah untuk melatih and membentuk mereka menjadi pendekar negara. Setiap pelatih di madrasah tersebut diberi gelaran nombor bagi menggantikan nama mereka dan mereka tidak dibenarkan menceritakan latar belakang mereka sesama sendiri.
Ia sarat dengan nilai-nilai agama dan persahabatan, dan mesej disampaikan amatlah sesuai dengan situasi masyarakat sekarang
Empayar merupakan sebuah novel bergenre distopia yang menceritakan keadaan Tanah Melayu pada masa hadapan, di mana Islam kembali agung. Ia mengisahkan tentang sekumpulan pemuda pemudi yang berjaya ditempatkan di sebuah madrasah untuk melatih and membentuk mereka menjadi pendekar negara. Setiap pelatih di madrasah tersebut diberi gelaran nombor bagi menggantikan nama mereka dan mereka tidak dibenarkan menceritakan latar belakang mereka sesama sendiri.
Ia sarat dengan nilai-nilai agama dan persahabatan, dan mesej disampaikan amatlah sesuai dengan situasi masyarakat sekarang
Buku tulisan Teme yang kali ini memang lain, tapi pengajarannya tetap sama.
Dalam buku Empayar banyak isu yang dikupas oleh penulis, banyak bermain dengan analogi tentang isu-isu yang sedang berlaku sekarang yang kita boleh relate secara tidak langsung.
Paling best sebab gaya penulisan yang baku (gaya penulisan yang saya suka dalam sesebuah penulisan) nampak aslinya bahasa melayu di situ.
Dan kalau selama ini kita selalu tengok cerita-cerita putera raja (negara lain), mungkin Empayar ini ialah versi untuk kita sendiri.
Dan sudah semestinya saya akan menanti buku seterusnya untuk kesinambungan kisah Putera Tanpa Nama ini.
(Nampak tak pengaruh buku ni, review pun bahasa baku hoho)
Dalam buku Empayar banyak isu yang dikupas oleh penulis, banyak bermain dengan analogi tentang isu-isu yang sedang berlaku sekarang yang kita boleh relate secara tidak langsung.
Paling best sebab gaya penulisan yang baku (gaya penulisan yang saya suka dalam sesebuah penulisan) nampak aslinya bahasa melayu di situ.
Dan kalau selama ini kita selalu tengok cerita-cerita putera raja (negara lain), mungkin Empayar ini ialah versi untuk kita sendiri.
Dan sudah semestinya saya akan menanti buku seterusnya untuk kesinambungan kisah Putera Tanpa Nama ini.
(Nampak tak pengaruh buku ni, review pun bahasa baku hoho)
The books that touch your soul most is always the hardest book to write a review about. Pelatih 8492 has got to be one of my fave fictional character, his maturity and hint of mysteriousness kept me going. I enjoyed his perspectives. The world building is also fairly well done although I would be greedy and wish for more pages regarding the world.
And, I really appreciate how 8492 brought forward the issue of someone's past and how it is irrelevant to the person's worth and piousness. When 8492 proclaimed that he wouldn't mind if his jodoh is a pelacur, I was coined. Not a lot of people nowadays are brave enough to see the truth of that mindset. I really appreciate it seeing this in a Malay novel where fragments of our culture goes against it.
One more issue I really applaud on it coming forth is the "penunggang agama" issue. Penghulu 1645 is the epitome of a penunggang agama and he is written in such a convincing manner that Iw as gritting my teeth hearing his arguments. We feel it in our hearts that he is wrong but we've encountered these tyopes of people who use Al Quran and Hadis flawlessly that it just unnerves us.
Dear Teme, thank you for writing this book.
And, I really appreciate how 8492 brought forward the issue of someone's past and how it is irrelevant to the person's worth and piousness. When 8492 proclaimed that he wouldn't mind if his jodoh is a pelacur, I was coined. Not a lot of people nowadays are brave enough to see the truth of that mindset. I really appreciate it seeing this in a Malay novel where fragments of our culture goes against it.
One more issue I really applaud on it coming forth is the "penunggang agama" issue. Penghulu 1645 is the epitome of a penunggang agama and he is written in such a convincing manner that Iw as gritting my teeth hearing his arguments. We feel it in our hearts that he is wrong but we've encountered these tyopes of people who use Al Quran and Hadis flawlessly that it just unnerves us.
Dear Teme, thank you for writing this book.