Reviews

Brujas de Nueva York by Carolyn MacCullough

jesslynh's review against another edition

Go to review page

4.0

VERY solid YA Urban Fantasy. In the beginning it reminded me of [b:The Enchantment Emporium|8961945|The Enchantment Emporium|Tanya Huff|http://photo.goodreads.com/books/1301885562s/8961945.jpg|5723305], but then developed it's own atmosphere. This is a simple story that I usually characterize as a snack because it was a super fast read--I read it in one sitting while at the park. Despite the fact that it was a fast read, it is also the kind of book that makes you want more and I could have used about 100 more pages.

I love the world and the characters and look forward to more from Carolyn MacCullough.

ashfairie's review against another edition

Go to review page

4.0

I was very worried about this book. After chapter 2 I almost didn't keep reading. Then i read that everyone was loving this book so i stuck with it. Two nights of no sleep later I am completly hooked. I am looking forward to reading book two and finding out what will happen next. All in all a fantastic read.

tmm80's review against another edition

Go to review page

4.0

Good quick read.

bookishblondegirl's review against another edition

Go to review page

3.0

Think I read this around 2010 lol

reddyrat's review against another edition

Go to review page

4.0

Tamsin Green's mother can run at super-sonic speed, her father can control the weather, and her sister can bend people's will by just talking. Tamsin? She can do diddly squat. It's like being a toy poodle in a family of doberman pinschers. Understandably, Tamsin is a little sensitive about being a talentless teen in a powerful witching family. She's happily ensconced in boarding school in Manhattan. But her life becomes intertwined with her family when she pretends to be her sister and agrees to retrieve a clock for a stranger. This little task becomes incredibly complicated and awakens powers Tamsin didn't know she had.

I loved Once A Witch. The story flowed quickly and smoothly. The fantasy element was a unique twist on sorcery and was well-explained. The characters were likeable and believable. They didn't have particularly unique personalities, but they weren't so cardboard that I felt like I could tip them over. The romantic element was there with a cute, slightly over-confident, nice, helpful guy.

Tamsin was a great character. In this book, she goes from being nothing to being something (I don't think it's a spoiler to say this much). Her feelings of inferiority are fully understandable, as is her desire to prove herself. Her fear, anger, and amazement at discovering who she is was also believable. She's not by nature a kick-butt type of girl, but when something needs to be done, she steps up to the plate. These are my favorite kind of girls. I also liked her roommate Agatha. She was your stereotypical kooky best friend, but not so crazy that she became annoying. Gabriel is great. Handsome and self-confident. While he's Talented, his family life is sad enough that he can really relate to Tamsin's life as a Talentless freak. Together they make a great team - their abilities play off one another well. I like that he wasn't the overprotective type. There actually isn't a lot of romance in this book. I could have used a nice kissing scene or two, but the tension was fun. There's potential for lots more!

My only issue with this book was the presence of smoking and drinking. The characters casually drank and smoked. This is nothing new in YA, but usually you see alcohol at parties or as part of a plot device. Here, they just drank for no reason - like a shot of vodka before studying. Similar with the cigarettes. There's nothing really wrong with this...if anything it's reflective of many teens lives, but it stuck out as odd and something not to be encouraged. But that's just me on my goody-two-shoes high horse.

Once a Witch is a fabulous story that sucks you right in. I loved the family element to the novel. I also loved how some of the odd references earlier in the story made a lot more sense later on. The story concludes nicely, but still leaves you ready and waiting for the sequel.

Rating: 4 / 5

yuliyono's review against another edition

Go to review page

4.0

3,5 star...

Kerumitan dunia sihir

Bagian awal novel ini tidak memberikan sensasi kejut yang hampir membuat saya berhenti karena bosan. Apalagi dari segi kalimat per kalimatnya terasa sulit dicerna otak saya yang pas-pasan ini. Entahlah, apakah dari novel aslinya memang sulit ataukah tersebab gaya penerjemahannya. Saya tak tahu. Yang jelas, memang ada sedikit ganjalan ketika menyimak rangkaian kalimatnya. Banyak sekali adegan yang dibuat dengan kata berulang:

...meliuk-liukkan jari-jari tangannya dalam gerakan-gerakan rahasia, berkomat-kamit dalam bahasa yang hanya diketahui olehnya saja.

Liuk-liuk, jari-jari, gerakan-gerakan, komat-kamit...hmm, begitu banyak kata berulang dalam satu baris kalimat saja. Dan, hal tersebut terjadi hampir di banyak bagian novel ini. Saya jadi kepengin mengecek naskah aslinya, apakah adegan tersebut memang berulang. Just curious.

Untunglah, saya tidak jatuh dalam kebosanan yang berkelanjutan. Begitu sampai pada adegan Tamsin, Rowena, dan Alistair dipertemukan dalam satu scene, suasana mencekam dunia sihir kuno mulai menyedot perhatian saya. Dimulai dari situlah, Once a Witch menyihir saya hingga ke lembar halaman terakhirnya. Beruntung, saya memutuskan untuk membeli novel Young Adult yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Ufuk yang harganya dipotong 40% ini di Indonesia Book Fair 2011 beberapa waktu lalu.

Pada saat ini, menemukan cerita Young Adult bertema paranormal atau supranatural dengan taburan tokoh-tokoh dunia dongeng: vampir, werewolf, peri, shifter, menjadi sangat mudah. Namun, menemukan novel paranormal atau supranatural dengan racikan baru lah yang susah. Bagi saya, Carolyn berhasil menemukan ramuan baru dengan membangun sebuah dunia sihir kuno yang suram, mencekam, dan sulit ditebak bagaimana ujungnya. Meskipun tidak terlihat adanya makhluk-makhluk aneh dunia ghaib, namun beberapa unsur fantasy mampu menjaga intensitas ceritanya.

Kisah tentang penyihir ber-Talenta, perjalanan melintas waktu, perjanjian berdarah, pertarungan hidup-mati antara penyihir putih dan penyihir hitam, adalah unsur-unsur fantasy yang cukup untuk membawa imajinasi saya bergentayangan menembus batas-batas logika dan rasionalitas. Meskipun, premisnya tetaplah sama, penyihir putih dijamin menang, namun Carolyn mampu menjaga konfliknya agar ending tidak berakhir dengan mudah. Ia menyelipkan twist di sana-sini yang bikin saya gemes. Dan, saya yang sudah menyadari bahwa buku ini memiliki sekuel tidak lagi merasa canggung begitu ending dibuat menggantung.

Namun, meskipun berhasil membuat ramuan baru, toh sebenarnya hal tersebut bukanlah hal yang sepenuhnya baru. Tapi, saya tak akan menghakiminya. Pada kondisi saat ini, saya cenderung mengabaikan kebaruan cerita. Apabila ketika membaca merasa menemukan sesuatu yang baru ya... “alhamdulillah ya, sesuatu banget..” tapi kalau tidak ada yang baru ya nggak papa, lha penulis dan buku yang terbit saat ini sudah jutaan, wajar saja jika ada satu-dua adegan atau bahkan benang merah yang hampir sama satu dengan yang lain. Asal tidak secara terang-terangan menjiplak saja. Di novel ini, saya kebayang serial Heroes, serial X-Men, Harry Potter, bahkan Vampire Academy. Ya sudahlah, dinikmati saja.

Tokoh Tamsin dengan mudah menarik perhatian. Dia yang diprediksikan oleh sang nenek akan menjadi yang paling kuat di antara keluarganya justru tidak terlihat tanda-tanda bahwa ia memiliki Talenta luar biasa. Di sini, bayangan saya meluncur pada sosok Harry Potter yang baru menyadari bahwa dirinya adalah seorang penyihir ketika disambangi Hagrid dan diundang bersekolah ke Hogwarts. Tamsin, meski dengan jalan yang berbeda, hampir memiliki garis nasib yang sama dengan Harry Potter, bahwa pada akhirnya dia tahu dia juga ber-Talenta. Bahkan, sesuai dengan ramalan, ia memiliki Talenta yang luar biasa yang diincar oleh sang penyihir hitam.

Karakter Gabriel sangat cocok disandingkan dengan Tamsin. Gelenyar asmara di antara mereka berhasil membumbui alur maju mundur yang disusun oleh Carolyn sehingga tak jarang menerbitkan sesimpul senyum di bibir dan keinginan untuk bilang, “ohhh...co cwittt...” dengan gaya Fitrop.

Pada akhirnya, ending menggantung memang bikin nanggung. Saya terpaksa harus menunggu buku keduanya untuk mengetahui kelanjutan kisah ini. Apakah akan semakin suram ataukah akan ada banyak sisi cerah yang dihadirkan oleh Carolyn. Dan, by the way, ini akan jadi berapa seri? Trilogi? Tetralogi? Apa banyak-logi? Semoga cukup beberapa seri saja.

Kelemahan mendasar dari novel ini, bagi saya, adalah kerumitan kalimat-kalimatnya. Termasuk gaya pengulangannya sebagaimana yang saya sebutkan sebelumnya. Nanti saya coba bandingkan dengan edisi bahasa Inggrisnya deh.

Konflik utama baru menyentuh beberapa karakter saja, padahal konflik tersebut berpotensi menjadi sangat besar, sebesar ancaman Voldemort bagi dunia sihir Harry Potter. Di novel ini, ancaman itu masih terbatas pada keluarga Tamsin dan beberapa karakter selingan di lingkungan mereka. Saya berharap konflik berkembang secara signifikan di buku berikutnya.

Saya sudah menyiapkan diri untuk menemukan typo ketika membaca novel ini, berdasar pengalaman membaca novel produksi penerbit ini, tapi saya tetap saja terkejut dengan jumlah temuan saya, satu strip post-it penanda typo saya habiskan untuk novel ini. Berikut adalah beberapa temuan typo tersebut:

(hlm 9, 90, 220) tanda baca titik (.) tidak ada
(hlm 16) ras = rasa
(hlm 30) menggeluyur = mengeluyur (berkeliaran = kata dasar keluyur?)
(hlm 40) terselip tanda baca (?) yang tidak perlu
(hlm 42) ...cokelat. “kesukaanmu,” kata Silda.... huruf k pada kata kesukaanmu harusnya kapital
(hlm 64) Mendadak, ibuku mendadak muncul.... redundansi kata “mendadak”
(hlm 68) seksama = saksama
(hlm 90) pertam = pertama
(hlm 121, 127) konsistensi penulisan frekuensi ke dua dan kedua (belum tahu juga sih, beda penggunaan di antara keduanya)
(hlm 126) Bagaimana kalau kita benar-benar, benar-benar hati-hati? ...redundansi kata benar-benar.
(hlm 132) Tidak, dialah mendekat dan mengajakku menarikan dansa itu. ....lebih enak terdengar jika diselipkan kata “yang” di antara kata “dialah” dan “mendekat”.
(hlm 141) bebisik = berbisik
(hlm 157) gosokkan = gosokan
(hlm 158) ...hampir terlompat keluar dari kulitku saat sesuatu berbisik di lenganku... #eh? Berbisik itu bukannya kategori indera pendengaran ya? Berbisik di kulit? Maksudnya apa?
(hlm 169) ...keberatan untuk untuk naik kereta, tapi ibuku... redundansi kata “untuk”.
(hlm 195) dipenuh = dipenuhi
(hlm 239) ...yang marah muncul ke di lengannya. ....redundansi kata “ke”.
(hlm 242) “Toh aku tidak sedang sedang menggunakan... redundansi kata sedang.
(hlm 260) mantra itu jangkauan tidak terlalu jauh. ...sebaiknya ditambahkan “nya” pada kata “jangkauan”.
(hlm 264) menengggelamkan = menenggelamkan
(hlm 280) merubah = mengubah
(hlm 292) menganggantungkannya = menggantungkannya
(hlm 302) Tam, aku ada bar di Lion’s Head. ...melihat konteks kalimat yang tidak merujuk pada kepemilikan bar tersebut, maka sebaiknya diberikan tambahan kata “di” di depan kata “bar”.
(hlm 303) Agatha terkikik-kikik sedikit, Agatha-nya kikikan khas Agatha dengan dua nada tinggi.... kalimat ini rancu, saya tak paham maksudnya. Mungkin lebih baik kata “Agatha-nya” dihilangkan saja.
(hlm 309) Gabriel memberikan menanggapi dengan suara datar... lagi-lagi kalimat rancu, lebih baik dihilangkan kata “memberikan” atau mengubah kata menanggapi menjadi “tanggapan” atau “respons”.
(hlm 319) ...dan aku melempar pisau ke itu ke pojok ruangan.... redundansi kata “ke”, sebaiknya “ke” yang pertama dihilangkan.
(hlm 322) ...membuka mulutku. tak ada kata. Aku tidak... huruf t pada kata “tak” seharusnya kapital.
(hlm 337) tengah-tenah = tengah-tengah
(hlm 359) cengeramannya = cengkeramannya

Sebenarnya masih ada beberapa lagi typo setelah halaman 359 itu, namun dikarenakan persediaan post-it saya habis, saya tak lagi kuasa menandainya sehingga terlupa di mana saja typo tersebut. Cukup mengganggu, bagi saya. Karena lumayan banyak typo-nya. Dan, sudah pasti lewat dari batas toleransi typo yang saya tetapkan (5 kesalahan). Semoga saja, pada cetakan selanjutnya (jika akan dicetak ulang) atau novel lain terbitan Ufuk dapat ditingkatkan kualitas cetakannya.

Yang saya salut sih, Ufuk ini sangat memanjakan pembaca dengan memberikan keadilan bagi pembaca Indonesia untuk mendapatkan cover sesuai buku aslinya (versi lain). Hampir beberapa buku terjemahan diterbitkan dengan cover aslinya. Dan, saya kebetulan memang menyukai cover-cover novel Young Adult versi aslinya.

Baiklah, ini hanyalah sekadar review subjektif saya. Bagi Anda penyuka Young Adult, tak ada ruginya mengoleksi buku ini. Selamat membaca, kawan!


ameserole's review against another edition

Go to review page

4.0

rtc

mbrandmaier's review against another edition

Go to review page

3.0

Pretty cute for a witch story!

sparklingreader's review against another edition

Go to review page

4.0

This is a fun book about 17 year old Tamsin Greene. All her life, she’s lived as an outcast in her own family. At her birth, her grandmother declared Tamsin was going to be one of the strongest witches ever born. The only problem is, Tamsin never displayed any of the family Talent. But when a handsome professor mistakes her for her older, and very talented sister, Tamsin finds herself agreeing to find a family heirloom for him. Unfortunately, that heirloom could unleash a power that could destroy everything.

Tamsin is a very believable character with all the angst that goes with being a teenager, along with the issues of not fitting in with your own family. There’s romance, time travel, magic, and mystery all wrapped together in a neat little package. Though you know who the bad guy is from the beginning, it doesn’t detract from the story. There is a satisfying end that ties everything together, and yet, lets you know there will be more to come from Tamsin – the perfect type of serial book. Not a series, exactly, but one that can easily have a sequel. I look forward to more from this talented author.

sandra1447's review against another edition

Go to review page

3.0

i can't wait for the next one to come out. so exited!