Scan barcode
blonde_byfrankocean's review against another edition
adventurous
funny
hopeful
inspiring
lighthearted
fast-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? Yes
- Loveable characters? Yes
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? Yes
5.0
acej8's review against another edition
4.0
The second in Patterson's "Middle School" series, and just as good as the first. Thanks to events at the end of the last book Rafe has moved to the city with his family to live with his grandmother, and attend a new special school. This time Rafe comes up with the plan to stay in school and experience a bunch of firsts. He meets new friend(s) and along the way tries to find out more about himself and his family. The same illustrated / written style of story is again applied in this book. Loaded with more hyperbole and realistic matters it is a solid sophomore addition to the series. You'll laugh, and maybe you'll think.
shyrose's review against another edition
adventurous
emotional
funny
lighthearted
mysterious
sad
fast-paced
5.0
alyssalee2022's review against another edition
5.0
Even better operation then last time! Get a life! Great book.
mrskatiefitz's review against another edition
3.0
Poor Rafe Khatchadorian. Things wrapped up so nicely for him at the end of sixth grade, but his happiness didn’t last long. His mom lost her job, forcing the whole family to relocate to the city where his grandmother lives. Now he has to start at a serious art school, where most kids already have a year under their belts, and where the only kid who wants to be his friend is Matty the Freak, whose motives are questionable at best. Naturally, Leo the Silent, Rafe’s inner voice and muse, has a plan - Operation Get a Life! Every day, Rafe has to do something he’s never done before in order to earn points. He and Leo make sure to include a rule that no one - not even Rafe - can be hurt during this process, but that doesn’t stop Rafe from getting into trouble all over again.
Patterson won me over once again with Middle School: Get Me Out of Here!. Rafe is just the ultimate underdog, and he’s so easy to root for. I especially relate to his challenges in making friends. I didn’t have many good friends in middle school, and Patterson understands how that feels, and doesn’t try to cheer the reader up by fixing the problem too easily. Sometimes I get lost when Rafe goes into fantasy mode, such as when he likens his interview at his city art school to a sword fight with a series of enemies - I really wish there were a clearer way to know what is actually happening during those sequences - but it doesn’t happen often, and those passages do highlight Rafe’s imagination.
Rafe’s imagination is also alive and well in his drawings on the pages of this book. Laura Park does such a wonderful job on the art in these books. I think they’re much better illustrated than either Diary of a Wimpy Kid or Dork Diaries, and they say so much in just a few pages. I especially love the subtle inclusion of Leo the Silent at certain points, acting as angel or devil.
Patterson won me over once again with Middle School: Get Me Out of Here!. Rafe is just the ultimate underdog, and he’s so easy to root for. I especially relate to his challenges in making friends. I didn’t have many good friends in middle school, and Patterson understands how that feels, and doesn’t try to cheer the reader up by fixing the problem too easily. Sometimes I get lost when Rafe goes into fantasy mode, such as when he likens his interview at his city art school to a sword fight with a series of enemies - I really wish there were a clearer way to know what is actually happening during those sequences - but it doesn’t happen often, and those passages do highlight Rafe’s imagination.
Rafe’s imagination is also alive and well in his drawings on the pages of this book. Laura Park does such a wonderful job on the art in these books. I think they’re much better illustrated than either Diary of a Wimpy Kid or Dork Diaries, and they say so much in just a few pages. I especially love the subtle inclusion of Leo the Silent at certain points, acting as angel or devil.
christinap's review against another edition
1.0
This book was better than the first book...but overall I am disappointed. So far, I'm not impressed with this series. For James Patterson, he has written better books.
raafi's review against another edition
4.0
Kelas 7 sudah dimulai dan bagi Rafe tidak ada hal lain lagi yang ia takuti selain masalah. Harus pindah ke kota karena masalah. Mendapatkan teman yang juga bermasalah. Juga masalah dengan ayahnya yang, well, bisa dibilang membuatnya jadi dewasa.
Dan soal dewasa, Rafe benar-benar lebih berhati-hati dalam bertindak pada tahun ini. Aku tahu ini berkat pengalaman yang menjadi guru terbaiknya di kelas 6. Aku menikmati yang ini ketimbang di buku pertama. Mungkin karena di buku pertama Rafe terlalu gegabah dalam mencari masalah yang berakibat mendapatkan lebih banyak masalah.
Well-written with good illustrations! Full review: http://bibliough.blogspot.co.id/2016/07/middle-school-get-me-out-of-here.html
Dan soal dewasa, Rafe benar-benar lebih berhati-hati dalam bertindak pada tahun ini. Aku tahu ini berkat pengalaman yang menjadi guru terbaiknya di kelas 6. Aku menikmati yang ini ketimbang di buku pertama. Mungkin karena di buku pertama Rafe terlalu gegabah dalam mencari masalah yang berakibat mendapatkan lebih banyak masalah.
Well-written with good illustrations! Full review: http://bibliough.blogspot.co.id/2016/07/middle-school-get-me-out-of-here.html
hzboy's review against another edition
4.0
I read and write in Bahasa
Kelanjutan kisah Rafe yang akhirnya harus ditendang (ya, benar-benar ditendang secara harfiah) dari HVMS. Nakalnya Rafe yang kelewat batas (karena melanggar semua peraturan di HVMS) ternyata tidak dilihat sebagai kenakalan remaja biasa. Seorang gurunya, Bu Donatello, merekomendasikannya untuk mendaftar pada salah satu sekolah seni yang berada di wilayah tersebut. Namun ternyata keadaan berkata lain. Sebuah bencana datang yang berarti bahwa keluarganya harus pindah ke kota yang lebih besar, tinggal bersama neneknya, dan impian Rafe untuk sekolah di Sekolah Seni Airbrook juga harus kandas. Apakah Rafe akan tetap berbuat keributan yang sama di sekolah barunya di kota?
Gaya Bahasa dan Kosa Kata
Cerita dikisahkan dari sudut pandang orang pertama, yakni Rafe itu sendiri. Karena disini dikatakan bahwa tokoh utama masih berusia 13 tahun, maka tentu diksi yang digunakan pun juga mudah dipahami. Pembawaannya sangatlah kocak dan cerdik. Permainan imajinasi yang bertumpu pada kekuatan deskripsi aku akui adalah salah satu titik menarik dari buku ini.
Plot
Rafe bercerita menggunakan plot maju, karena buku ini adalah kisahnya ketika berada di sekolah baru di kota.
Penokohan
Selain Rafe, ada pula Nenek Dotty, Ibunya (Jules), Adiknya (Georgia), dan dua orang temannya, Leo dan Matty. Kalau sudah membaca buku pertama, mungkin pembaca sudah tahu siapa itu semua tokoh tersebut, keculai Matty yang merupakan tokoh baru dalam buku ini. Semua tokoh memiliki keunikan sendiri-sendiri dan mempunyai alibi yang cukup beralasan mengapa Rafe membenci mereka (kecuali Ibunya). Penilaian dilakukan oleh Rafe sebagai bocah berusia 13 tahun. Jadi,jangan sampai heran jika Rafe mengomentari hal-hal kecil menjadi lucu dan imajinatif.
Yang Menarik
Ah sepertinya aku belum bilang kalau buku ini sungguh imajinatif karena didukung dengan ilustrasi yang menarik. Sederhana karena memang penulis dan ilustrator ingin menciptakan citra bahwa gambar-gambar tersebut memang karya Rafe itu sendiri. Lucu, tentu saja, karena ilustrasi yang ada benar-benar seperti isi kepala Rafe akan suatu hal yang terjadi di sekitarnya itu.
Menurutku, tidak ada yang salah dengan versi terjemahannya. Ringan dan khas anak-anak sekali. Aku suka cara Rafe bercerita dengan bumbu-bumbu imajinasinya karena itu lah yang membuat anak-anak menjadi seorang anak-anak.
Kelanjutan kisah Rafe yang akhirnya harus ditendang (ya, benar-benar ditendang secara harfiah) dari HVMS. Nakalnya Rafe yang kelewat batas (karena melanggar semua peraturan di HVMS) ternyata tidak dilihat sebagai kenakalan remaja biasa. Seorang gurunya, Bu Donatello, merekomendasikannya untuk mendaftar pada salah satu sekolah seni yang berada di wilayah tersebut. Namun ternyata keadaan berkata lain. Sebuah bencana datang yang berarti bahwa keluarganya harus pindah ke kota yang lebih besar, tinggal bersama neneknya, dan impian Rafe untuk sekolah di Sekolah Seni Airbrook juga harus kandas. Apakah Rafe akan tetap berbuat keributan yang sama di sekolah barunya di kota?
Gaya Bahasa dan Kosa Kata
Cerita dikisahkan dari sudut pandang orang pertama, yakni Rafe itu sendiri. Karena disini dikatakan bahwa tokoh utama masih berusia 13 tahun, maka tentu diksi yang digunakan pun juga mudah dipahami. Pembawaannya sangatlah kocak dan cerdik. Permainan imajinasi yang bertumpu pada kekuatan deskripsi aku akui adalah salah satu titik menarik dari buku ini.
Plot
Rafe bercerita menggunakan plot maju, karena buku ini adalah kisahnya ketika berada di sekolah baru di kota.
Penokohan
Selain Rafe, ada pula Nenek Dotty, Ibunya (Jules), Adiknya (Georgia), dan dua orang temannya, Leo dan Matty. Kalau sudah membaca buku pertama, mungkin pembaca sudah tahu siapa itu semua tokoh tersebut, keculai Matty yang merupakan tokoh baru dalam buku ini. Semua tokoh memiliki keunikan sendiri-sendiri dan mempunyai alibi yang cukup beralasan mengapa Rafe membenci mereka (kecuali Ibunya). Penilaian dilakukan oleh Rafe sebagai bocah berusia 13 tahun. Jadi,jangan sampai heran jika Rafe mengomentari hal-hal kecil menjadi lucu dan imajinatif.
Yang Menarik
Ah sepertinya aku belum bilang kalau buku ini sungguh imajinatif karena didukung dengan ilustrasi yang menarik. Sederhana karena memang penulis dan ilustrator ingin menciptakan citra bahwa gambar-gambar tersebut memang karya Rafe itu sendiri. Lucu, tentu saja, karena ilustrasi yang ada benar-benar seperti isi kepala Rafe akan suatu hal yang terjadi di sekitarnya itu.
Menurutku, tidak ada yang salah dengan versi terjemahannya. Ringan dan khas anak-anak sekali. Aku suka cara Rafe bercerita dengan bumbu-bumbu imajinasinya karena itu lah yang membuat anak-anak menjadi seorang anak-anak.
More...