Scan barcode
margeread's review against another edition
adventurous
dark
mysterious
fast-paced
- Plot- or character-driven? Plot
- Strong character development? It's complicated
- Loveable characters? It's complicated
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? Yes
4.0
Graphic: Rape
deenazul's review against another edition
adventurous
dark
mysterious
medium-paced
- Plot- or character-driven? Character
- Strong character development? It's complicated
- Loveable characters? It's complicated
- Diverse cast of characters? Yes
- Flaws of characters a main focus? It's complicated
4.75
yuei2222's review against another edition
dark
inspiring
reflective
medium-paced
- Plot- or character-driven? A mix
- Strong character development? No
- Loveable characters? It's complicated
- Diverse cast of characters? No
- Flaws of characters a main focus? It's complicated
3.75
riza07's review against another edition
4.0
Buku ini berisi kumpulan cerita dengan tema horor mistis dan misterius. Aku sangat suka narasinya, bagus, dan banyak kiasan.
cerita2nya juga terkesan misterius dan open ending.
dari semua cerita paling suka dengan "Perempuan buta tanpa ibu jari" yang mengemas cerita Cinderella dari sisi yang berbeda.
Aku juga suka " Mak ipah dan bunga-bunga " karena ada plot twist yang walau bisa di tebak, tapi sangat menyenangkan.
cerita2nya juga terkesan misterius dan open ending.
dari semua cerita paling suka dengan "Perempuan buta tanpa ibu jari" yang mengemas cerita Cinderella dari sisi yang berbeda.
Aku juga suka " Mak ipah dan bunga-bunga " karena ada plot twist yang walau bisa di tebak, tapi sangat menyenangkan.
cannivalism's review against another edition
dark
mysterious
tense
medium-paced
- Plot- or character-driven? A mix
- Strong character development? It's complicated
- Loveable characters? It's complicated
- Diverse cast of characters? No
- Flaws of characters a main focus? Yes
3.25
marinazala's review against another edition
4.0
** Books 205 - 2017 **
3,8 dari 5 bintang!
Perasaan horor, ngeri dan mencekam bercampur aduk menjadi satu! Buku yang bagus untuk mengurangi reading slump saya saat ini *salahkan semua kepada I'll Give you the sun by Jandy Nelson =__=a
Terimakasih Scoop Premium!
3,8 dari 5 bintang!
Perasaan horor, ngeri dan mencekam bercampur aduk menjadi satu! Buku yang bagus untuk mengurangi reading slump saya saat ini *salahkan semua kepada I'll Give you the sun by Jandy Nelson =__=a
Terimakasih Scoop Premium!
dreeva's review against another edition
3.0
65 - 2021
Sepertinya memang perlu mikir dengan cerita-cerita seram ala Intan ini.
Cerita favorit : Mak Ipah dan Bunga-Bunga
Sepertinya memang perlu mikir dengan cerita-cerita seram ala Intan ini.
Cerita favorit : Mak Ipah dan Bunga-Bunga
whimsicallyreading's review against another edition
4.0
perempuan buta tanpa ibu jari seems like everyone’s favorite and honestly? that’s what it deserves!!!
tapi bagiku yang paling serem itu Misteri Polaroid. apalagi pas Jose akhirnya peduli dengan isi studionya, deskripsinya bikin merinding. kalo dibuat film kayaknya bagus
tapi bagiku yang paling serem itu Misteri Polaroid. apalagi pas Jose akhirnya peduli dengan isi studionya, deskripsinya bikin merinding. kalo dibuat film kayaknya bagus
someonefromthesky's review against another edition
4.0
Ini adalah salah satu buku yang saya masukkan dalam daftar "must-read" sebagai referensi perkembangan fiksi horor terbaru di Indonesia. Agak sulit untuk mendapatkan buku ini. Setelah gagal menemukannya di berbagai toko buku, akhirnya saya memesan langsung ke penerbitnya via Facebook dan langsung tiba di rumah 2 hari kemudian.
Ketika akan membaca buku ini, tentu saya tidak berharap akan menemukan cerita horor murni. Lagipula tidak ada yang menyebutkan secara eksplisit bahwa buku ini berisi cerita horor, meski banyak yang menyebutnya sebagai cerita hantu. Nirwan Dewanto menulis di sampul belakang bahwa "... Penulis ini berhasil menjadikan cerita hantu sebagai genre terhormat ....", yang seolah mengatakan bahwa tadinya cerita hantu adalah genre yang tidak terhormat (hina atau memalukan?). Entah, tetapi kalau melihat film-film horor dan buku-buku horor lokal yang banyak beredar di pasaran selama ini, cara pandang tersebut bisa dimaklumi.
Seperti yang bisa ditebak dari judulnya, tema dari kumpulan cerpen ini adalah tentang perempuan dan hal-hal gelap yang mengelilinginya. Ini adalah sebuah tema yang sangat menarik, mengingat betapa besarnya peran tokoh perempuan dalam cerita-cerita hantu. Dalam kisah-kisah horor dan misteri, perempuan memang kerap menjadi sosok yang emosional, misterius, bahkan menakutkan. Komik Gareng dan Petruk karya Tatang S. yang sering saya baca saat SD hampir selalu mengisahkan seorang lelaki hidung belang yang menggoda perempuan, lalu perempuan itu pura-pura meladeni, hingga akhirnya terungkap bahwa perempuan itu ternyata adalah kuntilanak/sundal bolong yang membuat si pria hidung belang lari terbirit-birit. Mulai dari cerita Si Manis Jembatan Ancol hingga film The Ring, kurang lebih menempatkan hantu perempuan pada "trope" yang sama: hantu yang penuh tipu daya, emosional, dan pendendam--seolah mereka masih mengalami PMS bahkan setelah mati.
Intan Paramaditha sedikit banyak masih mempertahankan kesan misterius dari sosok perempuan, bahkan dalam beberapa cerpen ia tampak mengamini peran hantu perempuan sebagai penghukum dan pembalas dendam. Misalnya pada cerpen "Sang Ratu" yang menceritakan bagaimana seorang lelaki playboy mendapatkan hukuman dari Ratu Pantai Selatan.
Dalam cerpen "Darah", Intan membahas mengenai sisi psikologis perempuan yang berhubungan dengan kondisi biologisnya. Ia menceritakan bagaimana menstruasi menjadi suatu pengalaman yang traumatik sekaligus menjadi stigma terhadap tubuh perempuan (mungkin ini termasuk tema favorit para feminis). Penggambaran sesosok hantu perempuan yang menjilati darah mens dari pembalut yang tidak dicuci sebelum dibuang menurut saya sangat mengerikan.
Satu cerpen yang menurut saya memiliki selera humor adalah "Perempuan Buta Tanpa Ibu Jari". Cerita ini pada dasarnya adalah bentuk parodi dari dongeng Cinderella, hanya saja tokoh Cinderella di sini bernama Sindelarat. Berbeda dengan dongeng aslinya, dalam cerpen ini Intan berusaha melihat dari sudut pandang sang kakak tiri. Meski dari segi alur cerita sudah bisa ditebak, tapi dari segi penokohan sangat menarik.
Walaupun memiliki benang merah tema perempuan, tetapi gaya penceritaan dalam buku ini bisa dibilang beragam. Beberapa cerpen memiliki gaya yang sastrawi, misalnya "Jeritan Dalam Botol" yang tidak menggunakan tanda kutip untuk dialog (stream of consciousness?), begitu pula dengan "Vampir" yang terasa gothic dan sensual. Sebagian cerpen lainnya terasa sangat sederhana, misalnya "Mobil Jenazah" yang bisa dibilang sebagai cerpen paling biasa-biasa saja di dalam buku ini. Cerpen "Misteri Polaroid" juga sebenarnya sederhana, tetapi memiliki kesan yang kuat dan cukup memenuhi syarat untuk digolongkan dalam genre horor.
Secara keseluruhan, buku ini adalah kumpulan cerpen yang sangat menarik, terutama bagi mereka yang menyukai tema gothic atau horor--dan mungkin juga penikmat karya sastra. Sebagaimana fenomena yang belakangan sering dibahas dalam forum-forum fiksi horor, bahwa adanya gejala "main mata" antara genre horor dengan fiksi literatur/sastra. Sebagian menganggap hal ini sebagai peningkatan derajat, sementara sebagian lagi menganggapnya sebagai bentuk pelarian yang salah langkah. Tentu ini tergantung bagaimana kita memahami hubungan antara karya sastra (sebagai sesuatu yang luhur) dan genre populer terutama horor(sebagai sesuatu yang ... berasal dari dalam kubur?).
Ketika akan membaca buku ini, tentu saya tidak berharap akan menemukan cerita horor murni. Lagipula tidak ada yang menyebutkan secara eksplisit bahwa buku ini berisi cerita horor, meski banyak yang menyebutnya sebagai cerita hantu. Nirwan Dewanto menulis di sampul belakang bahwa "... Penulis ini berhasil menjadikan cerita hantu sebagai genre terhormat ....", yang seolah mengatakan bahwa tadinya cerita hantu adalah genre yang tidak terhormat (hina atau memalukan?). Entah, tetapi kalau melihat film-film horor dan buku-buku horor lokal yang banyak beredar di pasaran selama ini, cara pandang tersebut bisa dimaklumi.
Seperti yang bisa ditebak dari judulnya, tema dari kumpulan cerpen ini adalah tentang perempuan dan hal-hal gelap yang mengelilinginya. Ini adalah sebuah tema yang sangat menarik, mengingat betapa besarnya peran tokoh perempuan dalam cerita-cerita hantu. Dalam kisah-kisah horor dan misteri, perempuan memang kerap menjadi sosok yang emosional, misterius, bahkan menakutkan. Komik Gareng dan Petruk karya Tatang S. yang sering saya baca saat SD hampir selalu mengisahkan seorang lelaki hidung belang yang menggoda perempuan, lalu perempuan itu pura-pura meladeni, hingga akhirnya terungkap bahwa perempuan itu ternyata adalah kuntilanak/sundal bolong yang membuat si pria hidung belang lari terbirit-birit. Mulai dari cerita Si Manis Jembatan Ancol hingga film The Ring, kurang lebih menempatkan hantu perempuan pada "trope" yang sama: hantu yang penuh tipu daya, emosional, dan pendendam--seolah mereka masih mengalami PMS bahkan setelah mati.
Intan Paramaditha sedikit banyak masih mempertahankan kesan misterius dari sosok perempuan, bahkan dalam beberapa cerpen ia tampak mengamini peran hantu perempuan sebagai penghukum dan pembalas dendam. Misalnya pada cerpen "Sang Ratu" yang menceritakan bagaimana seorang lelaki playboy mendapatkan hukuman dari Ratu Pantai Selatan.
Dalam cerpen "Darah", Intan membahas mengenai sisi psikologis perempuan yang berhubungan dengan kondisi biologisnya. Ia menceritakan bagaimana menstruasi menjadi suatu pengalaman yang traumatik sekaligus menjadi stigma terhadap tubuh perempuan (mungkin ini termasuk tema favorit para feminis). Penggambaran sesosok hantu perempuan yang menjilati darah mens dari pembalut yang tidak dicuci sebelum dibuang menurut saya sangat mengerikan.
Satu cerpen yang menurut saya memiliki selera humor adalah "Perempuan Buta Tanpa Ibu Jari". Cerita ini pada dasarnya adalah bentuk parodi dari dongeng Cinderella, hanya saja tokoh Cinderella di sini bernama Sindelarat. Berbeda dengan dongeng aslinya, dalam cerpen ini Intan berusaha melihat dari sudut pandang sang kakak tiri. Meski dari segi alur cerita sudah bisa ditebak, tapi dari segi penokohan sangat menarik.
Walaupun memiliki benang merah tema perempuan, tetapi gaya penceritaan dalam buku ini bisa dibilang beragam. Beberapa cerpen memiliki gaya yang sastrawi, misalnya "Jeritan Dalam Botol" yang tidak menggunakan tanda kutip untuk dialog (stream of consciousness?), begitu pula dengan "Vampir" yang terasa gothic dan sensual. Sebagian cerpen lainnya terasa sangat sederhana, misalnya "Mobil Jenazah" yang bisa dibilang sebagai cerpen paling biasa-biasa saja di dalam buku ini. Cerpen "Misteri Polaroid" juga sebenarnya sederhana, tetapi memiliki kesan yang kuat dan cukup memenuhi syarat untuk digolongkan dalam genre horor.
Secara keseluruhan, buku ini adalah kumpulan cerpen yang sangat menarik, terutama bagi mereka yang menyukai tema gothic atau horor--dan mungkin juga penikmat karya sastra. Sebagaimana fenomena yang belakangan sering dibahas dalam forum-forum fiksi horor, bahwa adanya gejala "main mata" antara genre horor dengan fiksi literatur/sastra. Sebagian menganggap hal ini sebagai peningkatan derajat, sementara sebagian lagi menganggapnya sebagai bentuk pelarian yang salah langkah. Tentu ini tergantung bagaimana kita memahami hubungan antara karya sastra (sebagai sesuatu yang luhur) dan genre populer terutama horor(sebagai sesuatu yang ... berasal dari dalam kubur?).