Reviews

Kerumunan Terakhir by Okky Madasari

dianlisa's review

Go to review page

2.0

Mohon maaf kali ini saya betul-betul tidak merasa antusias baca buku mbak Okky yang ini. Memang khasnya Mbak Okky selalu mengangkat isu sosial dalam bukunya, tak terkecuali ini. Plot waktunya dibikin cepat, cerita puluhan tahun dalam buku setebal ini saja. Sindirannya tertangkap oleh saya sebagai pembaca milenial yang juga turut merasakan asyiknya bermain di ‘dunia baru’. Tapi entah, saya merasa ceritanya kali ini banyak yang gak cocok. Katanya Matajaya berpura-pura bukan penikmat media sosial seperti pacarnya Mae. Tapi kenapa ada saatnya mereka nyambung ngomongin Akardewa? Mungkin ada yang terlewat oleh saya?

gharefa's review

Go to review page

4.0

Membaca karya Mbak Okky selalu membuat lubang, baik di hati maupun pikiran saya. Sejak semula saya mulai membaca Maryam hingga terakhir baru saja menyelesaikan novelnya yang terakhir ini. Saya begitu gelagapan untuk berusaha menolak rangkaian kata yang ia tulis namun tak juga kuasa untuk tidak menyetujuinya.

Kerumunan Terakhir menceritakan kisah Jayanegara, dengan nama alias Matajaya, yang hidup dalam dunia baru yang begitu ramai dan menyilaukan mata. Semua orang berebut dan berlomba-lomba mencari perhatian atas hal yang fana.

Dunia baru yang menyatakan bahwa kau bersabda maka kau ada. Begitu dekat dengan kita dan kita adalah para warga negara di dalamnya.

Sebagaimana layaknya dunia baru yang penuh hiruk pikuk itu, hilir mudik informasi yang sangat cepat tersajikan di depan mata kita dengan hanya perlu sedikit usaha ekstra berjalan-jalan. Dunia baru yang tidak memberi kesempatan bernafas untuk orang-orang yang tinggal di dalamnya. Kau berkedip sedikit maka akan jauh tertinggal sudah dirimu.

Sungguh memabukkan dan sulit pula kita untuk melepaskan diri kita dari cengkeramannya.

Mbak Okky berhasil menggambarkan tingkah laku masyarakat di dunia baru karena tentu saja kita semua ini adalah para warganyanya. Keseharian yang terbentuk. Segala identitas yang dipergunakan disana, kericuhan, dan lainnya.

Kamu kah yang masih asyik menggumulinya, atau memilih loyal, ataukah menjadi pembangkang demi kesehatan jiwa diri sendiri dan memilih mundur dari sana?

marinazala's review

Go to review page

3.0

** Books 115 - 2016 **

3,4 dari 5 bintang

"Betapa pentingnya semua itu bagi mereka. Betapa kasihannya anak-anak muda zaman sekarang ini. Di usia yang masih sangat muda, mereka sudah dibuat haus perhatian. Semua ingin disukai, semua ingin punya banyak pengikut, semua ingin terkenal dan dikenal. Apa lagi yang menyedihkan selain menggantungkan kebahagiaan kita ditangan orang?" (Halaman 172)


Ketika saya tahu dari website Bukabuku bahwa ada buku terbaru dari mbak Okky yang berjudul Kerumunan Terakhir ini dirilis pada 2 Mei 2016 tanpa berpikir panjang saya langsung order karena saya adalah salah satu pengagum karya-karya mbak Okky yang biasanya unik dan berani tampil beda dari karya sastra yang sejenis. Tetap sih favorit saya buku [b:Entrok|7876993|Entrok|Okky Madasari|https://d.gr-assets.com/books/1268899396s/7876993.jpg|11067180] dan [b:Maryam|13487232|Maryam|Okky Madasari|https://d.gr-assets.com/books/1329385948s/13487232.jpg|19024408] :)

Eksistensi dan pengakuan diri itulah hal yang tidak lepas dari manusia jaman sekarang. Betapa semua hal dapat mudah diumbar ke khalayak umum dengan tanpa ada batasan apapun. Betapa mudahnya kita terhubung satu sama lain melalui sosial media dan telepon. Waktu yang dibutuhkan untuk mengirim surat dan pesan semakin singkat dan semua akses informasi dapat didapat secara mudah. Inilah inti cerita dari buku ini secara keseluruhan. Buku ini memuat betapa manusia dapat membuat dunia baru sebagaimana yang diimpikannya hanya dengan membuat username/Id berbeda dan mampu menjelma dengan kepribadian yang lainnya. Lagi-lagi demi mendapat reputasi, pengakuan dan eksistensi dari khalayak publik.

Tokoh utama kita bernama Jay yang merupakan singkatan nama dari Jayanegara. Ia dibesarkan dalam keluarga yang diluar tampak harmonis ternyata didalamnya tidak seindah apa yang diharapkan. Ia sempat dititipkan untuk tinggal bersama nenek dari ayahnya selama tiga tahun karena ibunya tidak sanggup mengurus ia dan ketiga adik perempuannya. Semuanya terlihat sempurna ayah yang pintar mendapatkan beasiswa hingga S3 di Inggris, Ibu yang tekun mengurus rumah tangganya tetapi semua itu musnah seketika ketika sang ayah lebih suka gonta ganti dengan wanita lain dan sang ibu minggat dari rumah.

Jay lelah hidup penuh dengan kepura-puraan. Ia muak dengan sikap kepalsuan ayahnya. Ia memilih tidak meneruskan sekolahnya dan minggat ke Jakarta bersama pacarnya, Meira. Disana ia mencoba mencari pekerjaan namun yang ia dapatkan adalah terpukau dengan pesona dunia baru yang memabukkan. Dunia maya dimana ia bisa tampil menjadi apapun, dimana ia mendapatkan eksistensi dan pengakuan menjadi sebagai MataJaya

"Manusia yang dulu hanya bisa berjalan kaki sekarang bisa terbang bahkan bisa sampai ke bulan dan ingin tinggal di Mars. Ribuan kilometer jarak antarbenua kini bisa dilipat hingga jarak antara jari dan mata. Mau bicara tinggal klik, mau berkirim surat tinggal klik, mau pesan makanan tinggal klik, mau apa pun tinggal klik. Apakah kita masih harus menggantungkan hidup kita pada orang lain?

Kenapa justru kebutuhan kita yang paling mendasar tak bisa kita penuhi sendiri? Kita punya mata yang gemar dimanja, kita punya telinga yang mudah tunduk pada suara, dan tentu saja kita punya tangan lengkap dengan jari-jarinya yang siap sewaktu-waktu untuk bergerilya. Kenapa kita tak mengandalkan diri kita sendiri untuk mendapatkan yang kita cari? (Halaman 242)

"Di dunia yang tak lagi berbatas ini, tak perlu kita memagari diri kita sendiri. Dunia baru yang serba terbuka tak lagi memberi tempat pada ketakutan dan kepura-puraan. Mari kita mencari apa yang kita maui, melakukan apa yang sudah lama kita rindukan. Atau jangan-jangan kalian semua masih belum tahu bagaimana caranya? Ya, itu wajar. Kita butuh pengalaman dan pengetahuan untuk melakukan hal yang kelihatannya sepele. Kita harus mencoba dan mengalami sehingga kita tahu dan memahami" (Halaman 244)"


Masih ingatkah kasus selfie di Taman bunga Amarilys yang terletak di Desa Asemayu, Pathuk, Gunungkidul, Yogyakarta yang hancur terinjak-injak oleh warga? Kasus Selfie di jembatan gantung Perumnas, Langsa Baro, Aceh? Bahkan saya tidak habis pikir dimana letak empatinya ketika seseorang mengunggah foto sedang selfie di kuburan/makam dan korban kecelakaan? =__=a Apakah segitu berpengaruhnya kah eksistensi dan jumlah likes yang diinginkan?

Kita juga dibuat miris dengan kejadian pada 6 April 2016 lalu dimana Sonya Depari mengancam polwan saat ditilang karena melanggar ketika melakukan konvoi usai ujian nasional (UN) yang beredar luas videonya secara viral dan netizen langsung membully habis-habisan dia sehingga terdengar kabar setelah itu ayah kandungnya meninggal dunia. Apakah segitu berhakkah kita menghakimi perbuatannya? Lagi-lagi semua ini karena adanya dunia baru yang membuat semua batasan-batasan yang ada menjadi bias.

Saya juga melihat fenomena di kota-kota besar ketika satu keluarga berkumpul kedalam satu meja didalam restoran tidak ada satu patah katapun yang terucap dari bibir mereka dan mereka masing-masing hanya terpaku pada dunia baru yang lebih memukau ketimbang dunia nyata. Sedih sekali melihat fenomena itu terjadi. Betapa social media menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh. Makanya itu sebisa mungkin saat liburan saya meletakkan handphone saya dan berusaha berinteraksi, bercengkrama dengan saudara-saudara saya ketimbang sibuk membaca buku ataupun bermain-main handphone. Quality time yang sebenarnya sudah banyak tergerus dengan waktu yang ada di dunia baru :(

Saya jadi teringat ketika selesai membaca buku ini dengan video klip salah satu Girlband Korea Favorit saya, 2NE1 yang berjudul Come Back Home rilis pada tanggal 27 Februari 2014 dimana semua umat manusia memilih untuk tinggal didalam dunia virtual paradise dan pada akhirnya beberapa perempuan mencoba membebaskan diri dari dunia tersebut dan memilih untuk hidup di dunia nyata tanpa ada kepura-puraan dan menjalani hidup dengan apa adanya. :')

Overall, saya lagi-lagi berhasil dibuat takjub dengan karya Mbak Okky yang satu ini karena berhasil mengangkat tema yang sudah ada di keseharian kita dan setelah saya sadari buku ini juga buku kedua mbak okky yang tokoh utamanya pria dan sebelumnya ada di buku [b:Pasung Jiwa|17826264|Pasung Jiwa|Okky Madasari|https://d.gr-assets.com/books/1366166399s/17826264.jpg|24937380]. Biasanya tokoh-tokoh utama di buku mbak Okky dihiasi dengan tokoh wanita soalnya :)

"Kota ini terasa sangat berbeda saat malam seperti ini. Semua yang mendadak senyap justru membuatku terasa semakin asing di kota yang sudah asing. Belakangan ini aku hidup dalam kebisingan, di tengah suara dan teriakan, melihat orang-orang berlalu lalang. Kesunyian dan kesendirian membuatku merasa begitu putus asa. Kota ini di malam hari seperti mata-mata yang terus berjalan mengikuti langkahku, mengintai apa yang kulakukan, mencatat semua yang kupikirkan. "(Halaman 200)

nabilabc's review

Go to review page

3.0

karakternya nyebelin semua

antariksach's review

Go to review page

3.0

3,3

sangat menikmati kisah-kisah tentang "dunia baru", tapi nggak suka banget sama si Jaya dan banyak tokoh lainnya. sepanjang baca ini kayak lagi dengerin cerita orang-orang yang sebenernya nggak saya suka, tapi saya tertarik sama ceritanya.

ini novel Okky Madasari yang saya pertama baca. nggak kapok meski nggak terlalu puas. masih mau baca yang lain.

dreeva's review

Go to review page

3.0

Saya paham apa yang mau disampaikan Okky Madasari dalam buku ini yaitu bagaimana dunia digital saat ini begitu hebatnya, pakai hp dan internet.

Di internet orang bisa melakukan apa saja, dengan kebohongan dan kadang seperti tak ada aturan mana yang perlu dibagikan atau disimpan. Kisah hidup Jaya dan Maera ini contoh kecilnya saja di era sekarang, ada banyak kisah-kisah lain yang mungkin lebih luar biasa.

Saya lumayan bisa mengikuti ceritanya, masih khas tema 'perempuan', tapi saya merasa kurang begitu menyukai cerita ini, karena berasa agak membosankan dan gak bikin penasaran hingga akhir, datar aja gitu.

Semoga dibuku selanjutnya, saya bisa menemukan kembali keseruan seperti di 86 dan Entrok.

juliana17's review

Go to review page

2.0

menarik

destinugrainy's review

Go to review page

3.0

Jayanegara adalah seorang pemuda yang kecewa dengan kelakuan Bapaknya. Bapaknya yang terpelajar, bahkan sampai bergelar Doktor dari Inggris ternyata melukai perasaan Ibunya. Bapaknya selingkuh. Berkal-kali, sampai akhirnya Ibunya menyerah dan memilih meninggalkan suami dan anak-anaknya. Jaya hanya bisa diam, meski dalam hatinya dia berontak.

Ada ngilu yang berlapis-lapis. Ada beban berat dalam tiap tarikan napas yang sialnya tak sedikit pun bisa kubagi dengan orang lain. Karena semua orang hanya boleh tahu : aku tidak apa-apa. (Hal 17)
Jaya mencari pelarian. Maera, kekasihnya mengenalkannya pada sebuah dunia. Dunia dimana semua orang bebas berteriak, dunia dimana dia bisa menemukan apa saja. Tidak ada yang peduli apakah yang ada di dunia itu hanya bualan atau memang benar apa adanya. Siapa yang bisa beretorika, dia akan punya panggung. Jaya sendiri memilih untuk tampil dalam wujud dan nama lain. Matajaya, seorang pemuda dari keluarga broken home yang bisa sukses menjadi stuntmen di New York.

Kerumunan Terakhir menyorot tentang dunia maya dengan segala keriuhannya. Media sosial menjadi panggung tempat manusia-manusia beraksi. Seperti Jaya, orang yang mengenal dunia maya bisa terjebak dan menjadi kecanduan. Jaya sendiri bisa bertahan berjam-jam di depan layar komputer di dalam kamar kost Maera. Uniknya, cara Okky Madasari berkisah, membuat batasan antara dunia maya dan dunia nyata tidak jelas.

Jujur saja, saya tidak bisa berempati pada Jaya, meski kisah hidupnya lumayan menyedihkan. Dia penuh kepalsuan. Mungkin karena di dunia maya, saya memilih jalan seperti Maera yang tampil dengan identitas aslinya. Jaya menghukum Bapak-nya yang dianggapnya bejat, sementara dia sendiri kelakuannya tidak bisa dibilang santun dan bermoral.

Novel ini menarik, meski tidak menjadi favorit saya seperti karya Okky sebelumnya. Selalu ada fenomena sosial yang diangkat oleh Okky dalam setiap novelnya. Saat ini kita tidak bisa lagi bersembunyi dari media sosial. Yang perlu dilakukan adalah menjadi orang yang bertanggung jawab di dunia maya. Jejak digital yang kita tinggalkan tidak akan sepenuhnya hilang. Hanya perlu waktu, semua akan terbuka.

museofbibliophile's review

Go to review page

4.0

Banyak kutipan yang sangat sesuai dengan kehidupan sekarang

adelya's review

Go to review page

2.0

Karya Okky Madasari kedua yang saya baca. Membaca Maryam menjadikan saya untuk membaca karya-karyanya yang lain. Tetapi yang ini saya agak bosan. Bingung membedakan mana dunia nyata dan maya dalam ceritanya. Dan agak menggantung akhir kisahnya.